LATEST POSTS:
Recent Posts

Kujang, Pusaka Sunda

Kujang, Pusaka Sunda yang Terlupakan

Masyarakat Jawa Barat yang mayoritas beretnis Sunda memiliki lambang daerah berupa gambar yang di tengahnya menampilkan senjata tradisional yang disebut kujang. Kujang adalah senjata tradisional berupa senjata tajam yang bentuknya menyerupai keris, parang, dengan bentuk unik berupa tonjolan pada bagian pangkalnya, bergerigi pada salah satu sisi di bagian tengahnya dan bentuk lengkungan pada bagian ujungnya. Bagi masyarakat Sunda, kujang lebih umum dibandingkan dengan keris.
Kujang tidak hanya dipakai untuk lambang daerah tapi juga dipakai untuk nama perusahaan (Pupuk Kujang, Semen Kujang), nama kampung (Parungkujang, Cikujang, Kujangsari, Parakankujang), nama batalion (Batalyon Kujang pada Kodam III/Siliwangi), nama tugu peringatan (Tugu Kujang di Bogor, Tugu Kujang Bale Endah), dan lain-lain.
Popularitas kujang bagi masyarakat etnis Sunda sudah tidak disangsikan lagi. Akan tetapi, ironisnya, eksistensi kujang baik sebagai perkakas maupun sebagai pusaka mulai sirna. Kujang kini hanya berada di museum-museum dengan jumlah yang relatif sedikit dan dimiliki oleh para sesepuh atau budayawan yang masih mencintai kujang sebagai pusaka leluhurnya.
Pada masyarakat etnis Sunda ada kelompok yang masih akrab dengan kujang dalam pranata kehidupan sehari-hari, yaitu masyarakat Sunda “Pancer Pangawinan” yang tersebar di Kecamatan Bayah Kabupaten Lebak, Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor, di Kecamatan Cisolok Kabupaten Sukabumi, dan masyarakat Sunda Wiwitan Urang Kanekes (Baduy) di Kabupaten Lebak.
Kujang (Kujang Pamangkas) dalam lingkungan budaya mereka masih digunakan untuk upacara nyacar (menebang pohon untuk lahan huma) setahun sekali. Sebagai patokan pelaksanaan nyacar tersirat dalam ungkapan unggah kidang turun kujang yang artinya jika bintang kidang (orion) muncul di ufuk timur waktu subuh, pertanda waktu nyacar telah tiba dan kujang digunakan sebagai pembuka kegiatan perladangan.
Bukti keberadaan kujang diperoleh dari naskah kuno di antaranya Serat Manik Maya dengan istilah kudi, Sanghyang Siksakandang Karesian dengan istilah kujang, dan dari berita pantun Pajajaran Tengah (Pantun Bogor).
Kujang adalah pusaka tradisi Sunda, sejarah yang menceritakan awal keberadaannya masih belum terungkap. Kalau saja Kerajaan Salakanagara yang merupakan kerajaan tertua di Jawa sebagai cikal bakal lahirnya kujang, diyakini keberadaan kujang sudah sangat tua. Alasan tersebut diperkuat bahwa apabila kujang yang diperkirakan sebagai alat perladangan atau pertanian maka Kerajaan Tarumanegara pada abad IV sudah mampu menata sistem pertanian secara baik dengan dibangunnya sistem irigasi untuk perladangan dan pertanian, mungkin kujang sudah hadir dalam konteks perkakas perladangan atau perkakas pertanian dalam pranata sosial budaya masyarakat pada saat itu. Kujang diakui keberadaannya sebagai senjata khas masyarakat etnis Sunda. Kujang merupakan warisan budaya Sunda pramodern.
Kujang merupakan senjata, ajimat, perkakas, atau benda multifungsi lainnya yang memiliki berbagai ragam bentuk yang menarik secara visual. Kujang dengan keragaman bentuk gaya dengan variasi-variasi struktur papatuk, waruga, mata, siih, pamor, dan sebagainya sangat artistik dan menarik untuk dicermati karena struktur bentuk tersebut belum tentu ada dalam senjata lainnya di nusantara. Kujang sebagai senjata yang memiliki keunggulan visual tadi sekaligus mengundang pertanyaan apakah dalam struktur estetik kujang tadi memiliki makna dan simbol? Berbagai pendapat dari berbagai tokoh masyarakat mengarah ke sana.
Kujang koleksi Sumedang
Sejarah kerajaan yang tumbuh di Sumedang pada masa lalu erat kaitannya dengan Kerajaan Pajajaran. Koleksi kujang Pajajaran yang dimiliki Museum Prabu Geusan Ulun relatif banyak bahkan mungkin paling banyak jika dibandingkan dengan museum-museum yang ada di Jawa Barat atau Indonesia sekalipun. Kujang-kujang tersebut beragam varian Kujang Ciung, beragam varian Kujang Naga, Kujang Kuntul, Kujang Pamangkas, Kujang Wayang, dan sebagainya.
Kujang-kujang yang tersimpan cukup terpelihara dengan baik di mana fisik waruga, pamor, siih, dan mata kujang masih banyak yang utuh. Bahkan, persepsi dari kebanyakan masyarakat bahwa semua kujang berlubang terbantahkan dengan masih adanya beberapa koleksi kujang di museum ini yang masih memiliki penutup lobang atau penutup mata. Mungkin hilangnya penutup lobang karena penutup lobang terbuat dari bahan-bahan yang bernilai seperti logam-logam mulia, permata, dan sejenisnya. Hilangnya pun mungkin diambil atau jatuh akibat dari ceruk lubangnya yang korosif.
Kujang merupakan produk budaya masyarakat peladang. Penamaannya cenderung pada makhluk-makhluk yang banyak hidup di daerah ladang seperti Kujang Ciung dari burung Ciung, Kujang Naga dari ular, Kujang Bangkong dari kodok, Kujang Kuntul dari burung kuntul. Bahkan, Kujang Wayang diperkirakan sebagai simbol untuk kesuburan.
Tokoh wanita pada kujang wayang mengingatkan pada simbol-simbol kesuburan, misalnya patung purba Venus Willendorf di Eropa yang berbentuk manusia berperawakan subur sebagai simbolisasi kesuburan. Tokoh Dewi Sri dikenal sebagai dewi kesuburan. Mencermati secara fisik Kujang Wayang ini pun yang tidak memiliki sisi tajam di bagian tonggong dan beuteung yang mungkin sangat berbeda dengan kujang lainnya (kujang dua pangadekna/kujang memiliki dua sisi yang tajam) diperkirakan untuk kepentingan upacara yang erat kaitannya dengan kepentingan kesuburan.
Kujang yang dikenal oleh masyarakat kita pada umumnya adalah Kujang Ciung. Pada lambang daerah, pada lambang perusahaan pupuk dan semen, pada lambang batalion, pada tugu-tugu dan lain-lain tampak jelas mengindikasi pada bentuk Kujang Ciung. Padahal, kujang memiliki beragam bentuk dan nama yang menyesuaikan bentuk tersebut. Beragam bentuk dan nama diperkirakan memiliki simbol yang dipakai dalam tatanan masa keemasan kujang yaitu masa kerajaan Sunda Pajajaran.
Istilah kujang sendiri memiliki banyak penafsiran, salah satunya ada yang mengatakan bahwa kujang berasal dari kata kudi dan hyang yaitu kudi yang dianggap disucikan. Hal tersebut mengacu pada perkembangan senjata kudi yang banyak ditemukan di daerah Pulau Jawa dan Madura.
[pikiran-rakyat]
{[['']]}

Papatah Sunda I

Hubungan Dengan Sesama Mahluk

Ngeduk cikur kedah mihatur nyokel jahe kedah micarek (Trust ngak boleh korupsi, maling, nilep, dlsb… kalo mo ngambil sesuatu harus seijin yg punya).

Sacangreud pageuh sagolek pangkek (Commitment, menepati janji & consitent).

Ulah lunca linci luncat mulang udar tina tali gadang, omat ulah lali tina purwadaksina (integrity harus mengikuti etika yang ada)

Nyaur kudu diukur nyabda kudu di unggang (communication skill, berbicara harus tepat, jelas, bermakna.. tidak asbun).

Kudu hade gogod hade tagog (Appearance harus dijaga agar punya performance yg okeh dan harus consitent dengan perilakunya –> John Robert Power melakukan training ini mereka punya Personality Training, dlsb).

Kudu silih asih, silih asah jeung silih asuh (harus saling mencintai, memberi nasihat dan mengayomi).

Pondok jodo panjang baraya (siapapun walopun jodo kita tetap persaudaraan harus tetap dijaga)

Ulah ngaliarkeun taleus ateul (jangan menyebarkan isu hoax, memfitnah, dlsb).

Bengkung ngariung bongok ngaronyok (team works & solidarity dalam hal menghadapi kesulitan/ problems/ masalah harus di solve bersama).

Bobot pangayun timbang taraju (Logic, semua yang dilakukan harus penuh pertimbangan fairness, logic, common sense, dlsb)

Lain palid ku cikiih lain datang ku cileuncang (Vision, Mission, Goal, Directions, dlsb… kudu ada tujuan yg jelas sebelum melangkah).

Kudu nepi memeh indit (Planning & Simulation… harus tiba sebelum berangkat, make sure semuanya di prepare dulu).

Taraje nangeuh dulang pinande (setiap tugas harus dilaksanakan dengan baik dan benar).

Ulah pagiri- giri calik, pagirang- girang tampian (jangan berebut kekuasaan).

Ulah ngukur baju sasereg awak (Objektivitas, jangan melihat dari hanya kaca mata sendiri).

Ulah nyaliksik ku buuk leutik (jangan memperalat yang lemah/ rakyat jelata)

Ulah keok memeh dipacok (Ksatria, jangan mundur sebelum berupaya keras).

Kudu bisa kabulu kabale (Gawul, kemana aja bisa menyesuaikan diri).

Mun teu ngopek moal nyapek, mun teu ngakal moal ngakeul, mun teu ngarah moal ngarih (Research & Development, Ngulik, Ngoprek, segalanya harus pakai akal dan harus terus di ulik, di teliti, kalo sudah diteliti dan dijadikan sesuatu yang bermanfaat untuk kehidupan).

Cai karacak ninggang batu laun laun jadi dekok (Persistent, keukeuh, semangat pantang mundur).

Neangan luang tipapada urang (Belajar mencari pengetahuan dari pengalaman orang lain).

Nu lain kudu dilainkeun nu enya kudu dienyakeun (speak the truth nothing but the truth).

Kudu paheuyeuk- heuyeuk leungeun paantay-antay tangan (saling bekerjasama membangun kemitraan yang kuat).

Ulah taluk pedah jauh tong hoream pedah anggang jauh kudu dijugjug anggang kudu diteang (maju terus pantang mundur).

Ka cai jadi saleuwi kadarat jadi salogak (Kompak/ team work).


Hubungan Dengan Tuhan (Yang Maha Kuasa)

Mulih kajati mulang kaasal (semuanya berasal dari Yang Maha Kuasa yang maha murbeng alam, semua orang akan kembali keasalnya).

Dihin pinasti anyar pinanggih (semua kejadian telah ditentukan oleh Yang Maha Kuasa yang selalu menjaga hukum-hukumnya).

Melak cabe jadi cabe melak bonteng jadi bonteng, melak hade jadi hade melak goreng jadi goreng (Hukum Yang Maha Kuasa adalah selalu menjaga hukum-2nya, apa yang ditanam itulah yang dituai, kalau kita menanam kebaikan walaupun sekecil elektron tetep akan dibalas kebaikan pula, kalau kita menanam keburukan maka keburukan pula yg didapat…. kira-2 apa yang sudah kita tanam selama ini sampai-2 Indonesia nyungseb seeeeeb ;) )? )

Manuk hiber ku jangjangna jalma hirup ku akalna (Gunakan akal dalam melangkah, buat apa Yang Maha Kuasa menciptakan akal kalau tidak digunakan sebagai mestinya).

Nimu luang tina burang (semua kejadian pasti ada hikmah/ manfaatnya apabila kita bisa menyikapinya dengan cara yang positive).

Omat urang kudu bisa ngaji diri (kita harus bisa mengkaji diri sendiri jangan suka menyalahkan orang lain)

Urang kudu jadi ajug ulah jadi lilin (Jangan sampai kita terbakar oleh ucapan kita, misalnya kita memberikan nasihat yagn baik kepada orang lain tapi dalam kenyataan sehari- hari kita terbakar oleh nasihat-2 yang kita berikan kepada yang lain tsb, seperti layaknya lilin yang memberikan penerangan tapi ikut terbakar abis bersama api yang dihasilkan).


Hubungan Dengan Alam

Gunung teu meunang di lebur, sagara teu meunang di ruksak, buyut teu meunang di rempak (Sustainable Development ~ Gunung tidak boleh dihancurkan, laut tidak boleh dirusak dan sejarah tidak boleh dilupakan… harus serasi dengan alam.).

Tatangkalan dileuweung teh kudu di pupusti (Pepohonan di hutan ituh harus di hormati, harus dibedakan istilah dipupusti (dihormati) dengan dipigusti (di Tuhankan) banyak yang salah arti disini).

Leuweung ruksak, cai beak, manusa balangsak (hutan harus dijaga, sumber air harus dimaintain kalo tidak maka manusia akan sengsara).
    
Ulah Nuduh kanu jauh, ulah nyawang kanu anggang, nu caket geura raketan, nu deukeut geura deheusan, moal jauh tina wujud moal anggang tina awak, aya naon jeung aya saha? tina diri sorangan. cirina satangtung diri. pek geura panggihan diri manehteh, ku maneh weh sorangan, ulah waka nyaksian batur saksian heula diri sorangan.

Sing Daek nulung kanu butuh, nalang kanu susah, ngahudangkeun kanu sare, ngajait kanu titeuleum, mere kanu daek, nyaangan kanu poekeun.

Sing Waspada permana tinggal.

Saban-saban robah mangsa ganti wanci ilang bulan kurunyung taun, sok mineng kabandungan jelema, sanajan ngalamun salaput umur, kahayang patema-tema, karep heunteu reureuh-reureuh. dageuning nu bakal karasa mah anging kadar ti pangeran, manusa kadar rancana, kabul aya tinu Maha Agung, Laksana aya tinu Maha Kawasa.




Sumber: Papatah Kolot (Pepatah Orang Tua) beredar di kampung-2 adat Sunda, dlsb. (http://www.igcomputer.com/
{[['']]}

Asal Mulanya Wayang Golek

 Banyak yang menyangka bahwa seni wayang golek berasal dari India. Namun, dalam buku pengenalan wayang golek purwa di Jawa Barat, R. Gunawan Djajakusumah membantah hal ini. Menurut beliau wayang golek adalah budaya asli yang dikembangkan masyarakat Indonesia. Mungkin saja didalamnya ada akulturasi dengan pengaruh budaya lain.

Perkataan wayang berasal dari “wad an hyang”. Artinya leluhur. Akan tetapi ada juga yang berpendapatan yaitu dari kata “boyangan", mereka yang berpendapatan bahwa wayang berasal dari India, nampaknya melihat dari asal ceritanya yaitu mengambil dari cerita Ramayana dan Mahabarata berasal dari kitab suci Hindu, tetapi selanjutnya cerita-cerita itu diubah dan disesuaikan dengan kebudayaan Jawa.

Kehadiran wayang golek tidak dapat dipisahkan dari wayang kulit karena wayang golek merupakan perkembangan dari wayang kulit. Namun, Salmun (1986) menyebutkan bahwa pada tahun 1583 masehi Sunan Kudus membuat wayang dari kayu yang kemudian disebut wayang golek yang dapat dipentaskan pada siang hari. Sejalan dengan itu Ismunandar (1988) menyebutkan bahwa pada awal abad ke-16 Sunan Kudus membuat bangunan wayang purwa sejumlah 7 buah dengan menarik cerita menarik yang diiringi gamelan salendro. Pertunjukannya dilakukan pada siang hari. Wayang ini tidak memerlukan kelir. Bentuknya menyeruai boneka yang terbuat dari kayu, bukan dari kulit sebagaimana halnya wayang kulit. Jadi seperti wayang golek oleh karena itu disebut sebagai wayang golek.


Pada mulanya yang dilakonkan dalam wayang golek adalah cerita panji dan wayangnya disebut wayang golek menak. Konon wayang golek ini ada sejak masa Panembahan Ratu Cicin Sunan Gunungjati (1540-1640). Disana didaerah Cirebon disebut wayang golek papak atau wayang cepak karena bentuk kepalanya datar. Pda jaman Pangeran Girilaya (1650-1662) wayang cepak dilengkapi dengan cerita yang diambil dari babad dan sejarah tanah Jawa. Lakon-lokn yang dibawakan waktu itu berkisar pada penyebaran agama Islam. Selanjutnya, wayang golek dengan lakon Ramayana dan Mahabarata (wayang golek purwa) yang lahir pada 1840 (Sumatri, 1988).

Kelahiran wayang golek diprakarsai oleh Dalem Karangayar (Wiranta Koesoemah III) pada masa akhir jabatannya. Waktu itu Dalem memerintahkan Ki Darman (penyungging wayangkulit asal Tegal) yang tinggal di Cibiru Ujungberung untuk membuat wayang dari kayu. Bentuk wayang yang dibuatnya semula berbentuk gepeng dan berpola pada wayang kulit.

Namun, pada perkembangan selanjutnya atas anjuran Dalam Ki Darman membuat wayang golek yang tidak jauh berbeda dengan wayang golek sekarang. Di daerah Priangan sendiri dikenal pada awal abad ke-19. Perkenalan masyarakat Sunda dengan wayang golek dimungkinkan sejak dibukanya jalan raya Daendels yang menguhubungan daerah pantai dengan Priangan yang bergunung-gunung. Semula wayang golek di Priangan menggunakan bahasa Jawa namun setelah orang Sunda pandai mendalang bahasa yang digunakan adalah bahasa Sunda.

Wayang golek terbuat dari albasiah atau lame. Cara pembuatannya adalah dengan meraut dan mengukirnya, sehingga menyerupai bentuk yang diinginkan. Untuk mewarnai dan menggambar mata, alis, bibir dan motif dikepala wayang, digunakan cat duko. Cat ini wayang menjadi lebih cerah. Pewarnaan wayang merupakan bagian penting karena dapat menghasilkan berbagai karakter tokoh. Adapun warna dasar yang digunakan dalam wayang ada 4 yaitu: merah, putih, prada, dan hitam.

Wayang golek sebagai suatu kesenian tidak hanya mengandung nilai estetika semata, tetapi meliputi keseluruhan nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai itu disosialisasikan oleh para seniman dan seniwati pedalangan yang mengembangkan kode etik pedalangan. Kode etik pedalangan tersebut dinamakan “sapta sila kehormatan seniman seniwati pedalangan Jawa Barat”. Rumusan kode etik pedalangan tersebut merupakan hasil musyawarah para seniman seniwati pedalangan pada tanggal 28 Ferbuari 1964 di Bandung.

Sumber : Tim Citizen Journalist (Cecep Heryadi, Usman S., Adbi Halim, Tepi M/dari berbagai sumber) Pikiran Rakyat
Sumber : http://blog-urangsunda.blogspot.com
{[['']]}

Sesebatan Basa Sunda

Sebatan ka jalma

Sesebatan/predikat, ka jalma, di Sunda kawilang seueur. Nu didamel patokan, aya opat, nya eta:
a) Ngabantun tina benten yuswa,
b) Ngabantun tina rupa/wanda,sareng kaayananana,
c) Ngabantun tina tingkah-laku, sareng
d) Ngabantun tina pangkat/kalungguhan/padamelan.

A. Sesebatan ka jalma, ngabantun tina benten yuswa

Baleg tampele = Beger(pameget), binarung rasa isin/sieun.
Baraya = Anu sami sarundayan dina pancakaki.
Baris wali = Pameget turunan ti rama.
Batur sakasur  = Iistri-pameget/salaki-pamajikan.
Bebene  = Kabogoh (istr)/piistrieun.
Beger = Mangkat birahi, pameget ngawitan resep ka istri, ngawitan istri resep ka pameget.
Beger mindo = Beger ka dua (yuswa 30 taunan).
Beubeureuh = Kabogoh (pameget) /pisalakieun.
Beubeureuh maneuh  = Caroge/salaki.
Bilatung dulang = Budak sesedengna resep barangtuang.
Budak/murangkalih = Ti ngawitan tiasa calik, dugi ka bade rumaja.
Bujang jenglengan = Pameget sesedengna rumaja.
Bujang kolot = Pameget nu tos yuswa 40 taun, tacan nikah.
Bujang tarangna = Pameget, nu tos kawin, tapi tacan nikah.
Cueut ka hareup = Yuswa langkung ti 50 taun.
Deungeun-deungeun  = Batur, taya patula-patalina sareng pancakaki.
Duda maesan = Pameget nu dikantun maot, ku istrina.
Dulur mindo  = Putra dulur misan.
Dulur pateterean  = Istri/pameget, nikah, pada gaduh/nyandak putra ti nu tipayun.
Dulur sabapa = Ramana sami,ibuna benten.
Dulur sabrayna/Dulur misan  = Putra rayi, atanapi putra raka.
Dulur saindung  = Ibuna sami, ramana benten.
Dulur sasusu  = Nu nyusuna ka ibu nu sami.
Dulur/Dulu pet ku hinis = Adi/lanceuk saibu-sarama.
Galak Sinongnong = Beger(istri), ti katebihan wanton, tos caket, isin.
Gulangkep  = Nikah ka wargi/pamili.
Jabang bayi = Orok nu masih keneh dina lebet kandungan.
Jajaka, bujangan = Pameget, nincak rumaja (tacan nikah).
Kembang buruan = Budak nuju sesedengna pikayungyuneun.
Kulawarga = Ibu,rama,putra.
Lelengkah halu = Budak nuju diajar leumpang.
Ngemboan = Rumaja/pameget, nu soantenna ngawitan ngaageungan, salira sembada, ngawitan bijil kumis lemes.
Orok = Ti ngawitan dilahirkeun, dugi ka tiasa calik.
Pamili  = Anu saturunan atanapi sakocoran ti ibu/rama.
Pancakaki = Rundayan turunan. Conto: Nini/aki- indung/bapa - anak - incu - buyut - bao - janggawareng - udeg-udeg - kait/gantung siwur - laer. ancakaki sanesna: Lanceuk - adi - paman - bibi - ua/toa - alo - suan - lanceuk misan - lanceuk sabrayna - adi misan - adi sabrayna. Panganten = Istri/pameget nu ditikahkeun.
Parawan jekekan = Parawan sesedengna rumaja.
Parawan kolot  = Istri nu yuswana tos langkung ti 28 taun, tacan nikah.
Parawan,cawene,mojang = Istri nu nincak rumaja (tacan nikah).
Patih goah  = Istri/pamajikan.
Pikun  = Tos sepuh pisan, emutanana tos mulih deui sapertos murangkalih.
Randa  = Istri nu tos dipirak/ditalaq.
Randa bengsrat  = Istri nu tos, dipirak, tapi tacan kulem sagebrug( parawan keneh).
Randa maesan = Istri nu dikantun maot ku pamegetna.
Sengserang padung = Jalmi nu parantos sepuh, nu tereh maot
Sengserang panon = Parawan/rumaja sesedengna resep ka pameget.
Tawehwoh = Tos sepuh pisan, waosna tos arompong.
Tengah tuwuh  = Yuswa 50 taun.
Tokroh-tokroh = Tos sepuh pisan, mapahna nganggo teteken/iteuk.
Tunggang gunung = Yuswa langkung ti 60 taun.
Turun Amis Cau = Rumaja putri, nu nembe kaluar rambut lemes/bulu, tina luhureun taar. Cirina, soanten halimpu, resep dangdos/ngageulis.
Turun karanjang = Pameget nu dikantun maot ku istrina, nikah ka adi-beuteung.
Umuran/Meunang umur  = Yuswa 40 taun.
B. Sesebatan ka jalma, ngbantun tina Rupa / Wanda / Kaayanana

Bahenol = Istri geulis taya cawadeun, pikabitaeun pameget.
Bayuhyuh = Pameget nu lintuh.
Bedegul  = Salirana besekel.
Beke  = Salirana pendek.
Belekesenteng = Buta-tulang,buta-daging,meujeuhna gede wawanen, rosa tanaga.
Bengo = Baham/sungutna menyon ka kiwa/tengen. Biasana akibat struk, incok, atanapi nyabut waos lalawora.
Beuteung-anjingeun  = Patuanganana neros ageung ka luhur, sapertos beuteung anjing.
Beuteung-bangkongeun = Patuanganana rubak ka gigir.
Bewosan  = Pipi sareng gado pinuh ku bulu.
Bolotot  = Siki socana ageung.
Bongkok  = Tonggongna bengkung.
Bongkok meongeun  = Bengkung palebah punduk.
Bongsor/Haloghog = Enggal ngaageungan.
Bopeng  = Dina damis (pipi) seueur ceda tilas cacar.
Bucitreuk  = Patuangan ageung/nonjol, salira alit.
Budayut = Bureuteu, patuangan nyemplu.
Bule  = Kulit sareng rambutna sapertos Walanda.
Buntet  = Salirana pondok.
Butak  = Rambutna teu janten/murudul/dugul semu herang.
Cadel = Nyariosna teu bentes, lebah nyebat huruf R.
Cameuh = Gadona nyueut ka payun.
Candael  = Nyariosna anca.
Ceking  = Salirana alit/begang.
Cenggehan = Remana aya nu dempet.
Ciriwis = Rambutna carang.
Deleng  = Panempona/panenjona = menceng.
Denggol = Tarangna nongnong.
Deog-pengkor = Ngagepor teu tiasa mapah.
Egang = Mapahna ngageang, sapertos murangkalih nu nembe disepitan.
Galing  = Rambutna merengkel.
Galing muntang = Galing tungtungna wungkul.
Gehgeran = Sok nurutan cariosan atanapi gerak batur/latah.
Gembil = Pipina lintuh.
Gembru = Budak lintuh.
Geulis = Istri nu gaduh rupa sae.
Gondok = Panyawat dina tenggek (beuheung), ngagayot.
Gondok-laki = Bagian tulang genggerong/tikoro nu nonjol(dina tenggek pameget).
Harigu-manukkeun = Dadana rada nonjol ka payun.
Hideung santen = Semu hideung, mulus sareng beresih.
Hulu-peutieun = Sirahna alit, teu saimbang sareng salirana.
Jebleh = Lambey handap ngampleh.
Jebrag = Dampal sampeanana meber ka gigir.
Jeding = Lambey luhur nyudik.
Kampeng = Sirahna penjol.
Karehol = Waosna teu beres.
Kasep = Pameget nu gaduh rupa sae.
Kempot  = Damis/Pipina ngalewo upami imut, sapertos liang undur-undur. bIasana istri. Sok nambihan geulis.
Kempreng = Pananganana paeh teu tiasa diobahkeun.
Keueuseun = Waos murangkalih aya teu janten sapalih, dugi ka siga ompong.
Kiting  = Rema/Ramona merengkel.
Kutet = Salirana alit wae.
Lenggik = Istri nu cangkengna alit.
Lolong  = Socana teu ningal, duanana.
Mikung = Cepilna alit, daun cepilna kewung(semu murungkut).
Montok = Awakna seseg tur sehat.
Ngohngor = Waosna nonjol ka payun.
Ompong = Waosna parunglak.
Pacer = Bitisna alit.
Peang = Salirana kuru, teu saimbang sareng jangkungna.
Pecak = Socana teu ningal sapalih (sabeulah).
Pengkeh = Sampeanana leter 0.
Pincang = Sampeanana alit sapalih.
Pinced = Tetepokanana(Sakedik luhureun pingping/caket birit), luhur sapalih.
Pireu  = Teu tiasa nyarios.
Ponges = Pangambungna cacad.
Rebing = Daun cepil (ceuli)na rubak.
Rejeh = Biwir socana beureum tur caian wae.
Rijep = Socana sering ngerejep/keukeureuceuman.
Saliwang/liwar = Sering lepat nguping/sapertos nu kirang dangu.
Sengkek = Tenggekna/beuheungna pondok.
Sipit = Siki socana ali (sapertos soca Cina/Jepang).
Songgeng = Bujurna nonjol ka pengker, cangkengna dengkeng.
Sumbiar = Upami ningal, teu anteb, kamana karep.
Suwing = Lambey luhurna mung sapalih/cacad. T
aktak-korangeun = Taktakna mudun (teu simetris), sapertos korang.
Teklok = Sampeanana leter x .
Telebeng = Bebeng/rada lintuh, teu aya cangkengan.
Tonggar = Waos luhur nonjol ka payun.
Torek = Teu tiasa ngadangu/nguping.


C. Sesebatan ka jalma, ngabantun tina patokan tingkah laku

Alus kukulinciranana = Gede milik.
Anak - emas = Kakasih, anu leuwih dipikanyaah.
Anak bulu taneuh  = Turunan bapa tani.
Batur - sakasur = Pamajikan atawa salaki.
Belang - bayah = Hade diluarna dijero na mah goreng.
Buntut - kasiran = Medit
Ceplak-pahang = Ngomongna matak pinyerieun batur.
Ceuli – lentaheun  = Teu kaop ngadenge sora tuluy hudang.
Dulang - tinande  = Pasrah ka salaki.
Geledug – ces = Jangjina mulek tapi teu tulus.
Gereges -gedebug = Gurunggusuh,
Lesang - kuras = teu bisa nyekel/nyimpen rejeki.
Getas - harupateun  = Mutuskeun hiji perkara tara dipikir heula.
Goong nabeh karia = Ngagulkeun sorangan.
Goreng - sungut = Resep ngagorengkeun batur.
Hampang - birit  = Daekan.
Hampang - leungeun = Sok resep tunggal-teunggeul.
Handap asor, handap lanyap = Sopan santun.
Hejo - tihang = Anu resep pundah-pindah imah/digawe.
Heuras - genggerong/beuheung = Embung eleh.
Kokolot - begog = Nyanyahoanan/budak anu pipilueun kana urusan kolot.
Kokoro -nyoso = Malarat
Kurang- saeundan = Kurang ingetan.
Leutik - hate  = Kurang wawanen/kawani.
Maliding sanak = Pilih kasih.
Murag bulu bitis = Tu beutah cicing di imah.
Neneh - bonteng = Ngan nyaah kana dahareunana wungkul.
Paeh - baseuh = Paeh ditandasa.
Panjang - leungeun = Resep ceceremed,
Pareumeun - obor = Teu apal jujutan turunan.
Peujit - koreseun = Teu kuat nahan lapar.
Siksik - melik  = Belikan.
Tiis - pikir = Tenang hate.
*)Kat. Kawilang = kaitung;
Yuswa = umur;
Kokolot begog = nyanyahoanan;
guminter = asa pangpinter.

Sumber : http://sundakuring.weebly.com
{[['']]}

Stellar Phoenix Windows Data Recovery 5.0

Stellar Phoenix Partition Recovery - Professional

Recover your Lost, Formatted or Deleted partitions on Windows host

  • Recover complete data from a formatted partition
  • Raw recovery from hard drives with severe curruption
  • Start up DVD to recover data from unbootable systems
  • Cloning & Imaging of media with bad sectors
  • Data recovery from all inaccessible optical storage media
 Download
 File Size:3.20 MB
* Free Download offers free evaluation of the software & preview all the lost files and folder that can be recovered by the software.
{[['']]}
Lihat PETA WISATA ZI'ARAH CIKUNDUL di peta yang lebih besar
Lisensi Creative Commons
WISATACIKUNDUL oleh BUDAKSHARETM disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.
Berdasarkan ciptaan pada http://wisataziarahcikundul.blogspot.com/.
Izin di luar dari ruang lingkup lisensi ini dapat tersedia pada @WISATACIKUNDUL.

 
Support : MOVIE LIVE | LIVE DOWNLOAD
Profile Google + : PUTRA SUNDA | BUDAKSHARE-TM
Copyright © 2014. WISATA CIKUNDUL - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Follow on FACEBOOK : (1) Wisata Cikundul
Follow on TWITER : (2) Wisata Cikundul
Loading the player...