LATEST POSTS:
Recent Posts
Showing posts with label Wisata Budaya. Show all posts
Showing posts with label Wisata Budaya. Show all posts

34 Tempat Wisata Dan Wisata Ziarah di Cianjur Jawa Barat


Tempat Wisata di Cianjur – Bicara soal Kota Cianjur, tentu saja salah satu hal yang bisa dibicarakan dari kota ini adalah tempat wisatanya. Ya, di kota yang termasuk dalam administrasi Jawa Barat ini memang cukup banyak sajikan tempat wisata Cianjur yang sangat menarik. Jadi, bagi anda yang berkunjung ke Cianjur, berikut ada daftar tempat yang bisa anda kunjungi.

Wisata Ziarah Cikundul



Wisata Tirta Jangari
Terletak di Desa Bobojong, Kecamatan Mande, wisata Tirta Jangari ini merupakan genangan Waduk Cirata. Dari pusat Kota Cianjur sendiri, wisata ini berjarak 18 km. Bagi anda yang tertarik datang ke Wisata Tirta Jangari yang satu ini, anda tidak perlu khawatir sebab anda bisa menempuhnya dengan gunakan kendaraan umum maupun pribadi.

Pantai Jayanti
pantai-jayanti

Pelabuhan Pantai Jayanti, Cianjur – by instagram @maya06rmTempat wisata di Cianjur pertama yang di bisa dikunjungi adalah Pantai Jayanti. Lokasinya sendiri berada di Kecamatan Cidaun yaitu 140 km dari pusat kota. Keindahan pantai yang termasuk masih sangat alami ini tentu saja akan membuat liburan anda makin menyenangkan.Kebun Raya Cibodas

kebun-raya-cibodas

Kemudian, selain tempat wisata Cipanas Cianjur, ada juga Kebun Raya Cibodas yang bisa anda kunjungi bersama dengan keluarga. Pemandangan alam khas dearah pegunungan yang ditawarkan yang dipadu dnegan suasana yang dingin membuat anda bisa memilih tempat ini sebagai destinasi yang tepat.Istana Presiden di Cipanas

istana-presiden-di-cipanas
by instagram @samsul_alamzz

Berada di Cipanas, Istana Presiden ini tentu saja sangat menarik untuk dikunjungi. Istana yang telah dibangun oleh Van Heuts pada tahun 1970 di kawasan Cipanas yang sejuk membuat tempat wisata di Cipanas Cianjur ini sangat sejuk dan juga nyaman sehingga jangan sampai anda terlewat dengan tempat yang satu ini.Curug Citambur

curug-citambur
by instagram @ariawibawa55

Curug Citambur menjadi wisata alam di daerah Cianjur yang sebaiknya jangan sampai anda lewatkan. Curug yang satu ini berada di daerah Desa Karang Jaya, Pagelaran, Cianjur. Dengan tinggi air terjun yang mencapai 100 m dan keindahan alam yang tersaji tentu saja membuat wisata alam ini wajib ada dalam daftar wisata di Cianjur.Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

taman-nasional-gunung-gede-pangrango
by instagram @kakasetiawan011
Untuk wisata di Cianjur selanjutnya, anda bisa pilih Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Kawasan ini memiliki keanekaragaman ekosistem seperti ekosistem montana, sub-montana, sub-alpin, savana, danau hingga rawa. Tentu saja, hal ini membuat anda bisa menikmati berbagai pemandangan alam di satu tempat.Telaga Biru

telaga-biru
by instagram @sarrahans

Ada pula wisata Telaga Biru yang tidak kalah menarik di Cianjur. Dari pintu Cibodas, anda harus menempuh perjalanan sekitar 1,5 km. Telaga yang memiliki wana biru khas ini pasti akan membuat liburan anda makin menyenangkan.

Gunung Gede
gunung-gede
by instagram @armaaprilly

Untuk anda para pecinta alam, tidak ada salahnya mendaki Gunung Gede di Cianjur. Gunung yang memiliki tinggi sekitar 3000 mdpl ini menjadi salah satu tempat wisata Cianjur yang wajib bagi para pendaki. Keindahan puncak Gunung Gede adalah daya tarik tersendiri dari wisata ini.Air Terjun 

Cibeureum
air-terjun-cibeureum
by instagram @inul04

Anda ingin datang ke air terjun? Di Cianjur ada wisata yang bernama Air Terjun Cibeureum. Dari Cibodas, anda hanya perlu menempuh perjalanan sejauh 2,8 km untuk menikmati keindahan alam air terjun yang ditumbuhi lumut merah sekitarnya.Kandang Badakkandang-badak
by instagram @lukyerya17

Anda yang ingin melihat hewan langka Badak, tempat wisata di Cianjur Jawa Barat ini sangat pas untuk anda tentunya. Tempat wisata ini berada pada ketinggian sekitar 2.220 mdpl. Dari Cibodas sendiri, Kandang Badak berjarak sekitar 7,8 km dengan lama tempuh perjalanan 3,5 jam.Alun-Alun

  Suryakencana
alun-alun-suryakencana
by instagram @tanlennytan

Alun-alun Suryakencana menjadi objek wisata di Cianjur lain yang jangan sampai anda lewatkan saat datang kesini. Di tempat ini anda bisa melihat hamparan bunga edelweis yang sangat cantik. Pastinya, berselfie menjadi hal wajib saat datang ke tempat ini. Untuk musim terbaik, anda datang bulan Juni sampai September.Situs Gunung Padangsitus-gunung-padang
by instagram @ahmad_idhamrinaldi

Apabila anda ingin nikmati keindahan alam Cianjur sambil mempelajari situs sejarah, anda bisa berkunjung ke situs Gunung Padang. Inilah situs megalitikum yang berupa batu dan juga punden berundak. Berada di Desa Kwryamukti, Kecamatan Campaka, Cianjur, anda tentu saja akan temukan sebuah situs warisan purbakala yang berada di ketinggian 885 mpdl.Kota Bungakota-bunga-cianjur
Tempat wisata keluarga yang dapat anda kunjungi selanjutnya ialah Kota Bunga. Di tempat ini, anda bisa temukan banyak wahana liburan yang sangat sayang bila dilewatkan. Salah satu wahana yang paling terkenal di Kota Bunga yaitu cerminan Kota Venesia. Disini anda pun bisa berkeliling dengan gunakan cano. Tidak hanya itu, ada pula banyak wahana permainan anak dan penyewaan kuda.Gunung Mas Puncakgunung-mas-puncak
by instagram @aferdyaTidak kalah menarik untuk dikunjungi, inilah Gunung Mas Puncak. Lahan perkebunan teh yang membentang menjadi daya tarik utama tempat wisata ini. Ada pula disediakan wahana menarik seperti lapangan sepak bola, volly dan juga berkuda.Waduk Ciratawaduk-cirata
by instagram @nianyalestari
Bukan hanya wisata kolam renang Cianjur yang terkenal, tapi wisata waduknya pun tidak kalah menarik. Inilah Waduk Cirata, wisata lain yang jangan sampai anda lewatkan. Meskipun bernama waduk, yang akan anda temukan bukanlah waduk yang kecil. Akan tetapi anda bisa temukan sebuah waduk yang sangat luas. Berfungsi sebagai pusat pembangkit listrik, waduk ini juga dibuka sebagai tempat wisata yang banyak diminati orang. Anda yang ingin melihat keindahan waduk bisa menyewa kapal. Untuk masuk ke tempat wisata ini pun sangat murah. Anda hanya harus keluarkan ongkos parkir saja.
Danau Leuwi Soro
danau-leuwi-soro
by instagram @dya_iganov

Ada juga tempat wisata Cianjur lain yang sangat menarik untuk dikunjungi. Inilah Danau Leuwi Soro di Kecamatan Pagelara, Cianjur. Danau yang satu ini akan hadirkan suasana yang sangat asri. Air danau yang jernih dan tenang ditambah dengan pepohonan di sekitarnya membuat pemandangan alam danau ini sangat menarik. Dengan harga tiket masuk yang relatif murah membuat wisata tersebut sering dikunjungi.
Masjid Agung Cianjur
masjid-agung-cianjur
by instagram @ismailaldii

Anda juga bisa berwisata religi di Cianjur. Disini, anda bisa langsung datang ke Masjid Agung Cianjur. Masjid ini merupakan masjid yang telah berdiri sejak ratusan tahun lalu sebab dibangun pada 1810. Masjid tersebut dibangun di atas tanah wakaf Bupati Cianjur yang ke-4 yaitu Ny. Raden Bodedar binti Kanjeng Dalem Sabiruddin.Arum Jeram di Sungai CikundulBagi anda yang suka tantangan, anda bisa langsung datang ke Sungai Cikundul. Disana anda bisa memacu adrenalin anda dengan lakukan arum jeram. Dengan jalur sepanjang 7 km, wisata alam Cianjur ini jelas akan membuat anda tertantang. Ditambah dengan pemandangan alam yang memukau, aktivitas rafting anda akan makin menyenangkan.

the-jhons-aquatic-resort
by instagram @putrin_19

Apabila anda ingin menikmati berbagai permainan yang menarik, anda datang saja langsunh ke The Jhon’s Aquatic Resort. Di tempat ini, anda akan temukan banyak permainan yang tentu saja sangat menarik seperti Flying Fox, Trampilone, Waterball, ATV, Boat Lagoon hingga menunggang kuda. Berada di kawasan hutan Kota Cianjur, anda tentu akan dapatkan pemandangan yang indah.Tias Wisata CianjurAnda pun bisa datang ke Warung Jengkol, Rancagoong apabila ingin kunjungi Tias Wisata Cianjur. Di tempat ini, anda bisa dapatkan berbagai macam fasilitas liburan yang cukup lengkap. Untuk tiket masuknya, anda hanya cukup merogoh kocek 20 ribu per orang.Danau Sejuta PesonaAda pun wisata lain yang tidak kalah menarik. Inilah Danau Sejuta Pesona di Cianjur. Berlokasi di Kota Bunga, anda bisa temukan berbagai jenis permainan yang tentunya sangat menarik seperti bumper boat, mandi bola, gurita, magic ring, fantasy walk dan masih banyak lagi lainnya.Puncak Rindu Alam

puncak-rindu-alam
by instagram @dinyogii

Berada di Jalan Raya Puncak KM 83, Puncak Rindu Alam bisa jadi destinasi wisata yang sangat menarik untuk anda. Anda bisa menikmati keindahan alam pengunungan yang tentunya akan sangat menyenangkan. Fasilitas yang cukup lengkap seperti Masjid dan tempat makan membuat liburan anda makin menyenangkan.Perkebunan Teh PanyairanPerkebunan teh di Cianjur memang cukup banyak. Karena itulah anda bisa datangi berbagai perkebunan teh yang ada disana. Salah satunya ialah Perkebunan Teh Panyairan. Lokasinya sendiri berada di Jalan Raya Campaka, Kec. Campaka dan Sukanegara. Perkebunan teh ini berada 35 km dari pusat kota Cianjur.Perkebunan Teh Gedehperkebunan-teh-gedeh
by instagram @msple7
Perkebunan Teh Gedeh pun bisa menjadi pilihan wisata Cianjur anda lainnya. Di tempat ini, tentu saja, pemandangan pohon teh yang sangat luas tentu akan menjadi hal yang bisa anda nikmati. Apabila anda ingin datang ke kebun teh tertua yang ada di Pulau Jawa ini, anda bisa langsung datang ke alamat Jalan Raya Cipanas-Cianjur.
Wana Wisata Mandalawangiwana-wisata-mandalawangi
by instagram @nuruljp

Tidak kalah menarik untuk dikunjungi, inilah Wana Wisata Mandalawangi. Berada di Desa Rarahan, Kec. Pacet, tempat wisata di Cianjur dekat stasiun yang satu ini jelas sangat direkomendasikan. Berada 25 km dari pusat Kots Cianjur, anda bisa melihat berbagai flora dan juga fauna disana. Udara sejuk pun akan membuat suasana liburan anda menjadi makin menyenangkan bersama keluarga.Pantai Arfa
Bukan hanya terkenal dengan daerah pegunungan saja, Cianjur juga memiliki wisata pantai yang tidak kalah menarik untuk dikunjungi. Inilah Pantai Arfa yang ada di daerah Cianjur. Lokasinya tepat di Kecamatan Sindang Barang, Kabupaten Cianjur daerah selatan. Anda yang akan datang ke sini tidak perlu bingung sebab lokasi wisata Cianjur Selatan ini ada dekat dekat dengan alun-alun Sindang Barang yaitu sekitar 300 meter saja.Wisata Kuliner di CianjurBerwisata ke sebuah kota tentu saja tidak akan lengkap tanpa wisata kulinernya. Jadi, selain wisata Cianjur Selatan, jika anda datang kesini, wisata wisata kuliner Cianjur jangan sampai terlewatkan. Anda bisa nikmati berbagai macam makanan khas dari Cianjur di berbagai tempat makan mulai dari restaurant hingga di pedagang kaki lima. Anda cukup pilih mana yang paling anda sukai.


curug-batu-lempar-cianjur
Curug Batu Lempar, Gedeh – Cianjur – by instagram @ramli_azhari

littlevenice-puncak
Littlevenice by instagram @ella_el_barca

curug-cibereum
curug cibereum, taman nasional gn. Gede pangrango. – By instagram @oyeng12taman-bunga-nusantara
Taman Bunga Nusantara by instagram @opii_triataman-joglo
Taman Joglo by instagram @nurunnisa_djuandisukanagara-cianjur-selatan
Sukanagara Cianjur Selatan by instagram @nanda_rahmawatiItulah wisata yang bisa anda kunjungi ketika anda datang ke Kota Cianjur. Banyaknya tempat wisata yang tersedia di kota tersebut tentu saja akan membuat anda makin betah liburan. Anda bisa menikmati berbagai macam wisata yang sangat menyenangkan mulai wisata alam, wisata air, wisata religi hingga wisata kuliner pun bisa dilakukan. Kemudian, bagi anda yang ingin mengunjungi berbagai tempat wisata di Cianjur yang murah ini, anda sebaiknya memilih tempat yang sesuai dengan keinginan anda
Sumber : https://tempatwisataindonesia.id/tempat-wisata-di-cianjur/
{[['']]}

#Article# Tanda-tanda Akhir Zaman Menurut Beberapa Agama dan Mitologi




Inilah tanda-tanda kiamat yang dipercaya berbagai agama yang ada di dunia. Kiamat biasanya merujuk kepada tulisan eskatologis dalam ketiga agama Abrahamik: Yudaisme, Kristen, dan Islam. Akhir zaman seringkali digambarkan sebagai suatu masa yang diwarnai oleh kesusahan yang mendahului kedatangan kembali dari Mesias yang telah diramalkan.

Mesias adalah tokoh yang akan mengantarkan datangnya Kerajaan Allah dan mengakhiri penderitaan dan kejahatan. Namun demikian, gambaran-gambaran terinci tentang kejadian ini tergantung pada keyakinan masing-masing yang dipelajari. Sejumlah agama dan tradisi memiliki keyakinan-keyakinan tentang Akhir zaman, yang menghasilkan beraneka sistem keyakinan, tradisi, dan perilaku.
  • Yudaisme
Akhir Zaman dalam eskatologi Yahudi meliputi sejumlah tema yang saling terkait:
Mesianisme Yahudi
  1. Pengumpulan kembali orang-orang yang hidup di pembuangan
  2. Pembangunan kembali Bait Suci
  3. Kurban binatang atau Korba
Dunia yang Akan Datang (Olam ha-Ba)
  1. Sebuah istilah yang ambigu yang mungkin merujuk kepada kehidupan setelah kematian, dunia Mesianik, atau kehidupan setelah kebangkitan.
  • Talmud
Menurut tradisi Yahudi, mereka yang hidup pada akhir zaman akan menyaksikan:
  1. Dikumpulkannya orang-orang Yahudi di pembuangan ke Israel yang ada secara geografis,
  2. Dikalahkannya semua musuh Israel,
  3. Pembangunan (atau penempatan oleh Allah) Kenisah di Yerusalem dan dipulihkannya kembali persembahan kurban dan ibadah di Kenisah,
  4. Kebangkitan orang mati (techiat hameitim), atau Kebangkitan,
  5. Pada suatu saat, Mesias Yahudi akan menjadi Raja Israel. Ia akan memisah-misahkan orang-orang Yahudi di Israel menurut bagian-bagian wilayah sukunya yang asli di negeri Israel. Pada masa ini, Gog, raja Magog, akan menyerang Israel. Siapa Gog dan negara Magog itu tidak diketahui. Magog akan bertempur dalam suatu pertempuran hebat, yangmengakibatkan jauh korban yang besar di kedua belah pihak, tetapi Allah akan ikut campur dan menyelamatkan orang-orang Yahudi. Ini adalah pertempuran yang dirujuk sebagai Harmagedon. Setelah memusnahkan musuh-musuh terakhir ini untuk selama-lamanya, Allah akan mengenyahkan semua kejahatan dari keberadaan manusia. Setelah tahun 6000 (dalam kalender Yahudi), milenium ketujuh adalah masa kesucian, ketenangan, kehidupan rohani, dan perdamaian di seluruh dunia, yang disebut sebagai Olam Haba ("Dunia Masa Depan"), di mana semua orang akan mengenal Allah secara langsung."
  • Kekristenan
Menurut Perjanjian Baru:
Dalam Perjanjian Baru, Yesus merujuk kepadanya sebagai "Penderitaan Besar", "Penyiksaan", dan "hari-hari pembalasan."

Matius 24:15-22
Jadi apabila kamu melihat Pembinasa keji berdiri di tempat kudus, menurut firman yang disampaikan oleh nabi Daniel - para pembaca hendaklah memperhatikannya - maka orang-orang yang di Yudea haruslah melarikan diri ke pegunungan. Orang yang sedang di peranginan di atas rumah janganlah ia turun untuk mengambil barang-barang dari rumahnya, dan orang yang sedang di ladang janganlah ia kembali untuk mengambil pakaiannya. Celakalah ibu-ibu yang sedang hamil atau yang menyusukan bayi pada masa itu. Berdoalah, supaya waktu kamu melarikan diri itu jangan jatuh pada musim dingin dan jangan pada hari Sabat. Sebab pada masa itu akan terjadi siksaan yang dahsyat seperti yang belum pernah terjadi sejak awal dunia sampai sekarang dan yang tidak akan terjadi lagi. Dan sekiranya waktunya tidak dipersingkat, maka dari segala yang hidup tidak akan ada yang selamat; akan tetapi oleh karena orang-orang pilihan waktu itu akan dipersingkat.

Markus 13:14-20
Apabila kamu melihat Pembinasa keji berdiri di tempat yang tidak sepatutnya - para pembaca hendaklah memperhatikannya - maka orang-orang yang di Yudea haruslah melarikan diri ke pegunungan. Orang yang sedang di peranginan di atas rumah janganlah ia turun dan masuk untuk mengambil sesuatu dari rumahnya, dan orang yang sedang di ladang janganlah ia kembali untuk mengambil pakaiannya. Celakalah ibu-ibu yang sedang hamil atau yang menyusukan bayi pada masa itu. Berdoalah, supaya semuanya itu jangan terjadi pada musim dingin. Sebab pada masa itu akan terjadi siksaan seperti yang belum pernah terjadi sejak awal dunia, yang diciptakan Allah, sampai sekarang dan yang tidak akan terjadi lagi. Dan sekiranya Tuhan tidak mempersingkat waktunya, maka dari segala yanghidup tidak akan ada yang selamat; akan tetapi oleh karena orang-orang pilihan yang telah dipilih-Nya, Tuhan mempersingkat waktunya.

Lukas 21:20-33
Apabila kamu melihat Yerusalem dikepung oleh tentara-tentara, ketahuilah, bahwa keruntuhannya sudah dekat. Pada waktu itu orang-orang yangberada di Yudea harus melarikan diri ke pegunungan, dan orang-orang yang berada di dalam kota harus mengungsi, dan orang-orang yang berada di pedusunan jangan masuk lagi ke dalam kota, sebab itulah masa pembalasan di mana akan genap semua yang ada tertulis. Celakalah ibu-ibu yang sedang hamil atau yangmenyusukan bayi pada masa itu! Sebab akan datang kesesakan yang dahsyat atas seluruh negeri dan murka atas bangsa ini, dan mereka akan tewas oleh mata pedang dan dibawa sebagai tawanan ke segala bangsa, dan Yerusalem akan diinjak-injak oleh bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, sampai genaplah zaman bangsa-bangsa itu." "Dan akan ada tanda-tanda pada matahari dan bulan danbintang-bintang, dan di bumi bangsa-bangsa akan takut dan bingung menghadapi deru dan gelora laut. Orang akan mati ketakutan karena kecemasan berhubung dengan segala apa yang menimpa bumi ini, sebab kuasa-kuasa langit akan goncang. Pada waktu itu orang akan melihat Anak Manusia datang dalam awan dengan segala kekuasaan dan kemuliaan-Nya. Apabila semuanya itu mulai terjadi, bangkitlah dan angkatlah mukamu, sebab penyelamatanmu sudah dekat." Lalu Yesus mengatakan perumpamaan ini kepada mereka: "Perhatikanlah pohon ara atau pohon apa saja. Apabila kamu melihat pohon-pohon itu sudah bertunas, kamu tahu dengan sendirinya bahwa musim panas sudah dekat. Demikian juga, jika kamu melihat hal-hal itu terjadi, ketahuilah, bahwa Kerajaan Allah sudah dekat. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya angkatan ini tidak akan berlalu, sebelum semuanya terjadi. Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu."
  • Ajaran Katolik
Sementara sebagian yang percaya akan penafsiran harafiah terhadap Alkitab menegaskan bahwa ramalan tentang tanggal-tanggal atau waktu itu sia-sia, dan sebagian penulis lainnya percaya bahwa Yesus meramalkan tanda-tanda yang akan menunjukkan bahwa "akhir zaman" sudah dekat.  Sebagian dari tanda-tanda ini adalah gempa bumi, bencana alam, masalah-masalah di masyarakat, ‘peperangan dan kabar burung tentang perang', dan bencana-bencana lain. Namun tentang kapan persisnya semua itu akanterjadi, ia akan datang "seperti pencuri di malam hari". Menurut Katekismus Gereja Katolik, iman Katolik mengenai "akhir zaman" dibahas dalam Pengakuan Iman
  • Gereja-gereja Protestan
Keyakinan-keyakinan tentang Akhir zaman di kalangan Kekristenan Protestan sangat berbeda-beda. Kaum Kristen pra-milenialis yang percaya bahwa Akhir zaman sedang terjadi saat ini, biasanya spesifik tentang garis waktu yang berpuncak pada hancurnya dunia. Bagi sebagian orang, Israel, Uni Eropa, atau Perserikatan Bangsa-Bangsa dipandang sebagai pemain-pemain utama yang peranannya telah diramalkan dalam Kitab Suci. Di antara para penulis pra-milenial dispensasional, ada orang-orang yang percaya bahwa orang Kristen secara adikodrati akan dikumpulkan ke surga oleh Yesus dalam suatu peristiwa yang disebut Pengangkatan, yang terjadi sebelum "Penderitaan Besar" yang dinubuatkan dalam Matius 24-25; Markus 13 dan Lukas 21. Penderitaan Besar ini juga disebutkan dalam kitab terakhir dalam Alkitab - Kitab Wahyu.
  • Islam Syi'ah
Mayoritas ulama Syi'ah sepakat akan rincian kejadian-kejadian yang akan terjadi pada hari-hari terakhir:
  1. Si Dajjal akan mengklaim dirinya sebagai juru selamat umat manusia dan bangsa-bangsa dari semua agama akan bersatu di bawah agamanya.
  2. Akan terjadi pembunuhan-pembunuhan massal atas umat Syi'ah di Irak (sekitar sungai Eufrat), dan untuk kepala mereka akan disediakan hadiah uang, meskipun mereka bukan penjahat.
  3. Akan terjadi pemberontakan oleh seorang "Yamani" yang akan dikalahkan dalam usahanya itu
  4. Imam Mahdi akan muncul kembali dan menyampaikan khutbahnya di Kaabah dan akan mengumpulkan pasukan dengan 313 jenderal dan ribuan pengikut untuk mengalahkan si Dajjal
  5. Seseorang yang bernama "Sufyani" (agamanya tidak disebutkan, meskipun ia adalah keturunan dari dinasti Ummayyah yang telah berantakan yang keturunan menyebar kemungkinan di Levant dan Spanyol atau Marokko selama 12 abad terakhir) akan memimpin pasukan-pasukan dari Suriah melintasi Irak ke Arabia untuk mengalahkan pasukan-pasukan Mahdi bersama-sama dengan sekutu-sekutunya.
  6. Imam Mahdi akan mendirikan kembali Islam yang sejati dan dunia akan menemukan perdamaian dan ketenangan.
  7. Imam Mahdi akan berkuasa untuk suatu masa.
  8. Kebangkitan manusia akan dimulai sementara Hari Penghakiman akan dimulai.
  • Islam Sunni
Sebelum tanda-tanda besar yang disebutkan ini, semua tanda kecil harus terjadi dan di antaranya adalah:
  1. Munculnya Nabi Muhammad dan wafatnya (sudah terjadi, kelahiranMuhammad sendiri dipahami sebagai tanda dari hari penghakiman.)
  2. Waktu akan berlalu lebih cepat.
  3. Perang dan pembunuhan menjadi lazim di antara manusia.
  4. Merebaknya pencurian,penipuan dan skandal di antara manusia.
  5. Merebaknya perzinahan.
  6. Munculnya bangunan-bangunan besar.
  7. Popularitas minuman-minuman beralkohol di antara manusia, hingga namanya diubah, misal nya: bir, anggur, jenever dan seterusnya.
  8. Padang gurun Arab berubah menjadi hijau.
  9. Bangunan-bangunan yang lebih tinggi daripada gunung-gunung di Mekkah dibangun di Mekkah.
Tanda-tanda besar yang semuanya mempunyai dampak penting bagi umat manusia adalah sebagai berikut:
  1. Matahari akan terbit di Barat, menandai ditutupnya pintah pertobatan Allah dan orang-orang kafir tak dapat berbalik lagi setelah titik ini. Dikatakan bahwa matahari akan terbenam dan tidak terbit selama tiga hari hingga terbitnya di sebel ah Barat. Ia akan terbit di tengah hari dan kemudian tenggelam seperti biasanya di Barat.
  2. Munculnya sang Dajjal (Anti Kristus), dan menipu mayoritas umat manusia untuk mengikut dan menyembah dia. Kelak ia akan dibunuh oleh Isa Almasih di Yerusalem.
  3. Turunnya Isa Almasih dari surga dan berdoa di belakang Imam Mahdi. Pada waktkunya ia akan membunuh babi, mematahkan salib, dan membunuh orang-orang kafir.
  4. Dilepaskannya Ya'juj dan Ma'juj, menyebabkan bala kelaparan dan bencana di dunia dan akhirnya menembakkan sebuah anak panah di langit untuk memperlihatkan bangsa-bangsa bahwa Allah dapat dibunuh, anak panah ini kemudian jatuh dengan ujung yang berlumur darah sehingga menyebabkan orang-orang mukmin yang lemah percaya akan hal itu dan takluk kepada Ya'juj dan Ma'juj. Mereka belakangan dibunuh oleh ulat yang muncul dari lubang hidung unta dan mayat-mayat mereka akan bertebaran di bumi.
  5. Seorang laki-laki muncul di Medina dan diminta oleh para ulamanya untuk pindah ke Mekkah. Di sana ia akan dinyatakan sebagai Kalifah dan disebut Mahdi dan memerintah sebagai Kalifah terakhir Islam yang memimpin umat man usia memasuki zaman kemakmuran yang tak pernah terlihat atau terdengar sebelumya. Ia juga akan meluruskan semua sekte Islam menjadi Islam yang sejati. Namanya juga Muhammad bin Abdullah, nama yang sama dengan nama Nabi dan sebagai keturunannya,ia juga memiliki sebuah tanda gelap pada pipi kanannya dan rupa yang sama de ngan Nabi Muhammad.
  6. Perang besar antara orang-orang Muslim dengan orang-orang Yahudi di Palestina yang mengakibatkan kekalahan total orang-orang Yahudi.
  7. Kematian Isa Almasih dan diikuti atau didahului oleh Imam Mahdi. Perhatikan bahwa hari penghakiman terjadi 60 tahun setelah naiknya Almasih ke surga.
  8. Munculnya Dabbat al-Ard seekor binatang yang aneh rupanya (monster) dari sebuah gunung di Mekkah, yang memiliki cincin Nabi Sulaiman dan tongkat Nabi Musa. Dabbat al-Ard akan mencap manusia sebagai orang kafir atau orang mukmin.
  9. Akan terj`di serangan terhadap Mekkah tetapi pasukan-pasukan penyerang itu akan teng gelam di padang pasir sebelum mencapai Mekkah.
  10. Angin yang akan mengambil jiwa semua orang Muslim dan hanya meninggalkan orang-orang kafir di muka bumi.
Kejadian-kejadian berikut ini adalah langkah-langkah terakhir dari Hari penghakiman dan terjadi di Bumi:
  1. Ditiupnya terompet pertama yang mematikan semua manusia di muka bumia.
  2. Ditiupnya terompet kedua yang menandai kebangkitan.
  3. Allah turun ke bumi.
  4. Penantian akan Penghak iman oleh seluruh umat manusia, sebuah proses yang dikatakan akan berlangsung selama ribuan tahun di bawah matahari yang membakar.
  5. Penghakiman atas umat manusia dimulai.
  • Zoroastrianisme
Menurut filsafat Zoroaster, yang disunting dalam Zand-i Vohuman Yasht, "pada akhir musim dinginmu yang kesepuluh ribu... matahari semakin tak terlihat dan tampak; tahun, bulan, dan hari menjadi makin pendek, dan bumi menjadi lebih tandus; dan tanaman tidak akan menghasilkan benih dan manusia. Menjadi semakin menipu dan cenderung melakukan praktik-praktik jahat. Mereka tidak mengenal rasa terima kasih."
  • Buddhisme
Menurut Sutta Pitaka, "sepuluh perilaku moral"akan lenyap dan bangsa-bangsa akan mengikuti sepuluh konsep yang tidak beramoral yaitu mencuri, kekerasan, membunuh, berbohong, mengucapkan hal-hal yang jahat, perzinahan, kata-kata yang kotor dan ngawur, kecemburuan dan kehendak yang buruk, keserakahan yang berlebih-lebihan, dan nafsu yang menyimpang sehingga mengakibatkan timbulnya kemiskinan yang luar biasa dan mengakhiri hukum-hukum dunia dari dharma sejati.
  • Hinduisme
Dalam Hinduisme, tidak dikenal penghukuman kekal terhadap jiwa. Akhir zaman juga tidak ada. Setelah Kali yuga yang jahat ini berakhir, Yuga atau zaman berikutnya adalah Satya yuga di mana setiap orang adalah orang yang benar, diikuti oleh Dwapara Yuga, Treta Yuga dan kemudian Kali Yuga yang lain. Dengan demikian waktu bersifat siklis dan zaman terus berulang tanpa akhir. Namun demikian, keberadaan kejahatan dan kemerostan yang dapat ditolerir dalma masing-masing zaman itu berbeda dan karenanya ambang yang perlu untuk perwujudan penjelmaan Dewa juga berbeda-beda untuk masing-masing Yuga. Yuga yang sekarang adalah yang paling jahat sehingga ambang untuk munculnya Avatar juga begitu tinggi sehingga dunia perlu menurunkan tingkat maksimumnya.
  • Agama Bahá'í
Pendiri agama Bahá'í, Bahá'u'lláh mengklaim bahwa ia adalah Almasih yang datang kembali serta pengharapan kenabian dari semua agama lainnya. Ia juga memberikan bukti-bukti tentang Akhir zaman dan tempat dirinya. Terbentuknya agama bersamaan dengan nubuat Millerit yang menunjuk kepada tahun 1844. Sehubungan dengan pengharapan khusus tentang akhir zaman, dikatakan bahwa Pertempuran Harmagedon telah berlalu dan bahwa kematian syahid massal yang diantisipasikan pada Akhir zaman telah terjadi dengan konteks historis dari agama Bahá'í.
  • Hopi
Di antara suku-suku Indian di benua Amerika, suku Hopi juga mempunyai pengharapan akan suatu "Hari Penyucian"yang diikuti oleh suatu pembaruan besar.

Para pemimpin suku Hopi, seperti misalnya Dan Evehema, Thomas Banyaca dan Martin Gashwaseoma, bernubuat bahwa kedatangan bangsa kulit putih menandai akhir zaman, bersama-sama dengan munculnya Binatang yang aneh "seperti seekor bison tetapi dengan tanduk-tanduk yang besar yang akan membanjiri negeri". Dinubuatkan bahwa pada akhir zaman, bumi akan dilintasi oleh ular-ular besi dan sungai-sungai batu; negeri akan dilintasi oleh sarang laba-laba raksasa, dan laut akan berubah menjadi hitam. (penafsiran spekulatif yang umum diberikan adalah menyamakan “ular besi” dengan kereta api, “sungai batu” dengan jalan raya dan sarang laba-laba raksasa dengan kabel-kabel listrik atau bahkan dengan jaringan komputer sedunia.)

Juga dinubuatkan bahwa suatu "tempat tinggal yang luas"di surga akan jatuh dalam sebuah tabrakan yang besar. Ia akan muncul sebagai sebuah bintang biru, dan bumi akan berguncang. Lalu orang-orang putih akan bertempur dengan bangsa-bangsa di negara-negara lain, dengan mereka yang memiliki hikmat tentang kehadirannya. Lalu akan timbul asap di padang-padang gurun, dan tanda-tanda tentang kehancurannya yang hebat pun dekat.

Lalu banyak orang yang akan mati, tetapi mereka yang paham akan nubuat-nubuat akan hidup di tempat-tempat bangsa Hopi dan selamat. Pahana "Saudara Kulit Putih Sejati"kemudian akan kembali untuk menanam benih-benih kebijaksanaan dalam hati manusia, dan dengan demikian mengantarkan fajar Dunia Kelima.

Dalam setidak-tidaknya sebuah film Amerika, disebutkan tentang nubuat-nubuat Hopi, khususnya film "Koyanisquattsi", yang diproduksi dan diedarkan pada 1982.
  • Lakota
Menurut seorang dukun Lakota Oglala - "kegelapan akan turun ke atas suku ini… dunia akan kehilangan keseimbangan. Lalu banjir, kebakaran dan gempa bumi akan terjadi."[rujukan?]
Seekor "Anak Bison Betina Putih" akan memurnikan dunia. Lalu ia akan mengembalikan keserasian dan keseimbangan rohani spiritual.

Bison putih telah dilahirkan pada 1994, 1995 dan pada 2006 di sebuah peternakan di Janesville, Wisconsin. Karena itu banyak pemimpin suku lalu merasa bahwa nubuat ini sedang digenapi
  • Maya
Kelompok Maya kuno dan modern percaya bahwa jagad raya pernah diperbarui empat kali sebelumnya. Namun upaya pertama menghasilkan binatang; upaya kedua menghasilkan manusia yang diciptakan dari tanah liat yang pada akhirnya akan menjadi serangga-serangga tertentu (misalnya semut dan lebah); upaya ketiga menghasilkan kera; dan yang keempat menghasilkan kita: "manusia sejati." Masing-masing upaya sebelumnya untuk menciptakan manusia dihancurkan oleh berbagai bencana yang melenyapkan jagad raya. Cerita-cerita ini berbeda-beda dalam berbagai kelompok Maya: binatang-binatang hampir seluruhnya dimusnahkan oleh banjir, manusia dari tanah liat hampir dimusnahkan oleh banjir dan kemudian oleh badai api di seluruh bumi, manusia kera diserang oleh milik mereka dan binatang-binatang mereka sendiri.

Kalender Maya yang berbasis astronomi akan mencapai siklus penuhnya yang besar selama sekitar 5.200 tahun pada 21 Desember 2012. Meskipun tidak ada bukti-bukti yang kuat bahwa bangsa Maya kuno menganggap tanggal ini signifikan, banyak orang yang telah menduga bahwa inilah “akhir seluruh Jagad raya” menurut perspektif Maya, dan yang lainnya percaya bahwa bangsa Maya memaksudkannya sebagai lambang dari "datangnya perubahan besar."
  • Mitologi Yunani
Mitologi Yunani pada umumnya diangkat dari sastra Yunani dan represenasi dari media visual yang berasal dari masa setelah periode Geometris (sekitar 900-800 SM) dan sesudahnya.

Mitologi Yunani kuno mengklaim bahwa Zeus, yang sebelumnya telah menggulingkan ayahnya, Kronus, pada gilirannya juga akan digulingkan oleh seorang anak lelakinya. Cerita ini dapat dilihat sebagai ekuivalen dari akhir dunia, atau akhir zaman. Prometeus menyingkapkan kepadanya bahwa anak ini akan dilahirkan dari Zeus dan Thetis, bila mereka melakukan hubungan kelamin. Untuk mencegah terjadinya hal ini, Zeus menikahkan Tetis dengan Peleus, seorang manusia fana yang lemah. Dari pernikahan ini lahirlah Akiles, tokoh protagonis dari Iliad dan salah satu dari pahlawan terbesar dalam mitos Yunani.
  • MItologi Norse
Dalam mitologi Norse musim dingin yang dahsyat, yang disebut sebagai Fimbulwinter, akan menguasai bumi dan menyebabkan kekacauan dan peperangan di antara rakyat Midgard tepat sebelum Ragnarok. Ragnarok ("nasib Dewa-dewa") adalah pertempuran pada akhir dunia yang dilakukan antara Dewa-dewa ( Æsir, Vanir dan Einherjar, yang dipimpin oleh Odin); dan pasukan-pasukan Chaos ( raksasa api, Jotuns dan berbagai monster, yang dipimpin oleh Loki). Tidak hanya Dewa-dewa, raksasa, dan monster-monster saja yang yang musnah dalam kebakaran apokaliptik ini, tetapi hampir segala sesuatu di alam raya yang tercabik-cabik. Hanya Dewa-dewa Váli dan Vidar yang akan bertahan untuk memerintah suatu dunia yang baru, dengan Baldr yang dibangkitkan kembali.
Catatan http://wisataziarahcikundul.blogspot.com/:

Imam Mahdi*)
Bila kita kritisi, Imam Mahdi dalam perspektif rasional tampak sulit diterima sebagai ajaran dari Nabi, dan hal itu sendiri tidak terdapat di dalam al-Quran maupun di dalam kitab Sahih Bukhari dan Sahih Muslim. Memang, jika orang membaca hadits-hadits Mahdiyyah hanya sepintas dan hanya beberapa buah hadits saja yang ditelaahnya, tanpa mau membandingkan secara jeli dengan hadits-hadits Mahdiyyah lainnya yang penuh kontroversial, tentunya dia akan menerimanya dan mempercayainya sebagai sesuatu yang benar-benar datang dari Nabi. Akan tetapi, jika dia mempelajarinya dengan sikap kritis serta menghubungkannya dengan sejarah ummat Islam secara obyektif, maka dia tidak akan menerima begitu saja pernyataan-pernyataan hadits Mahdiyyah yang bertentangan dengan penalaran akal sehat.
Berikut kami kutipkan beberapa pendapat mengenai hadits-hadits mengenai Mahdiyyah dari buku berjudul "Faham Mahdi Syi'ah dan Ahmadiyah dalam Perspektif" oleh: Drs. Muslih Fathoni, M.A. Selengkapnya dapat diakses di:
Pertama, pendapat Syaikh Muhammad Darwisy, yang mengatakan dalam bukunya Asna'ul-Matalib:
"Hadits-hadits Mahdiyyah semuanya adalah lemah, tidak ada yang dapat dijadikan pegangan, dan seorang tidak boleh terkecoh oleh orang yang (berusaha) mengumpulkannya dalam berbagai karyanya."
Kedua, pendapat Sayyid Ahmad, seorang ahli hadits, dalam bukunya Ibrazul-Wahmil-Ma'mun, terutama mengenai hadits Mahdiyyah yang dipegangi oleh golongan Ahmadiyah:
"Sungguh hadits Mahdiyyah ini, bukanlah hadits da'if (lemah) sebagai yang dikatakan oleh si pengeritik hadits (Ibn Khaldun) dan sekalipun (pengeritik) lain mengatakan yang demikian itu, bahkan hadits itu batal, palsu dan dibuat-buat, tidak ada dasarnya hadits itu dari ucapan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa sallam., juga bukan ucapan Anas Ibn Malik, ataupun ucapan Hasan al-Basri."
Ketiga, pendapat Muhammad Farid Wajdi dalam karya besarnya, Da'iratul-Ma'arif al-Qarnil-'Isyrin, menyatakan:

"Maka sesungguhnya di dalam hadits-hadits Mahdiyyah itu, tergolong (pernyataan) yang keterlaluan, dan merupakan pukulan keras bagi sejarah, serta sangat berlebih-lebihan, tidak memahami pelbagai persoalan manusia, dan jauh dari sunnatullah (hukum-hukum Allah yang telah ditetapkan untuk semua ciptaanNya), yang dikenal oleh manusia. Pada mulanya pembaca tidak merasa, bahwa hadits-hadits Mahdiyyah itu adalah hadits-hadits palsu yang sengaja dibuat oleh tokoh-tokoh yang sesat, atau oleh para pendukung ('Ali) untuk sebagian ahli propagandisnya yang menuntut kekhilafahan di Arabia atau di Magrib (Afrika)."

Selain itu, Ahmad Amin juga berpendapat, bahwa hadits-hadits Mahdiyyah itu merupakan hadits yang mengandung cerita bohong, sebab dalam kisah kehidupan al-Mahdi telah dipenuhi dengan cerita yang aneh-aneh dan kabar gaib tentang peristiwa zamannya. Disamping itu, terdapat juga apa yang disebut al-Jafr yaitu ilmu ramalan yang ditulis pada kulit lembu, tentang apa yang akan dialami oleh Ahlul-Bait, dan menurut kaum Syi'ah, ramalan tersebut diriwayatkan dari Ja'far as-Sadiq. Berita-berita aneh semacam itu, banyak juga terdapat dalam kitab yang disebut kitab al-Malahim yang dimiliki oleh sebagian ummat Islam. Anehnya berita-berita semacam itu oleh pengarangnya dijadikan sebagai hadits, dan menghubungkannya dengan Rasulullah. Sebagian lagi dihubungkan dengan Ahlul-Bait. Dan sebagian yang lain menghubungkannya dengan Ka'ab al-Akbar dan Wahb ibn Munabbah.

Demikianlah pendapat sementara para sarjana Muslim. Tampaknya mereka meneliti dan melihat dengan jeli hadits-hadits Mahdiyyah itu, tidak hanya dari aspek 'ulumul-hadits atau ilmuilmu hadits, akan tetapi juga menghubungkannya dengan aspek-aspek sejarah yang obyektif, terutama sejarah ummat Islam itu sendiri. Dengan cara seperti ini, seorang akan lebih selamat dan tidak mudah terjebak ke dalam paham-paham yang keliru dan sesat. Hadits-hadits Mahdiyyah yang kontroversial itu, rupanya merupakan akibat dari terjadinya persaingan ketat antara kelompok-kelompok Muslim yang sedang berselisih pada saat itu untuk merebut pengaruh yang lebih luas di bidang politik. Kecenderungan politik yang didasari dengan paham agama, tampaknya mendorong terciptanya paham keagamaan yang bermacam-macam Di saat seperti itulah masing-masing pihak membuat hadits-hadits palsu tentang al-Mahdi dengan berbagai versinya.

Disamping itu mengenai kedatangan Imam Mahdi juga di klaim oleh berbagai keyakinan agama dengan nama yang berbeda satu dengan yang lainnya al sbb:

Agama Yahudi mazhab ortodoks percaya bahwa akan lahir Imam Mahdi dari kalangan mereka. Mereka percaya Imam Mahdi ini akan lahir dengan segala macam keramat dan kelebihan, akan mengembalikan mereka ke tanah tumpah asal mereka, Baitulmaqdis, Bukit Tursina dan Palestin. Mereka ini dipanggil golongan Messianic yaitu golongan yang percaya akan tibanya sang juruselamat. Perkataan Messianic itu sendiri datang dari kata Messiah, yaitu orang yang digelar 'Imam Mahdi' (menurut ajaran agama mereka).

Orang Kristen juga sangat yakin dengan konsep Imam Mahdi ini, yang kononnya akan lahir dari kalangan penganut agama mereka pula. Dan konsep kepercayaan ini lebih bersifat literal (dari mulut ke mulut) dan bukan merupakan satu kepercayaan yang diwajibkan mempercayainya. Apa yang jelas, Imam Mahdi yang dimaksudkan itu sebenarnya adalah Nabi Isa As sendiri. Hasilnya, sebagian besar saja yang percaya, sedangkan sebagian yang lain tidak menyatakan kepercayaan mereka atau sama sekali tidak percaya.

Agama Hindu juga sangat yakin dengan kedatangan seorang Mahdi yang akan mengembangkan ajaran agama Hindunya ke seluruh dunia, pada akhir zaman kelak. Disebutkan gelarannya Mansur atau Maha Shiva atau nama sebenarnya Mahmat atau Ahmad. Selain itu ada beberapa nama lagi yang diberikan kepadanya, sebagai menunjukkan ketinggian kemuliaannya dan besar kedudukannya.

Penganut agama Buddha juga yakin dengan kedatangan Mahdi yang akan membersihkan dunia ini dari kekejaman, dan Mahdi itu dibekalkan dengan segala macam kuasa hebat dan ilmu sakti (keramat menurut Islam). Mahdi yang dimaksudkan itu disebut sebagai Shammaraja (Raja yang Sangat Adil). Nama sebenar dan tempat lahir Mahdi itu tidak dinyatakan dengan jelas. Tetapi mereka percaya, atas perkabaran para sami mereka, zaman sekarang ini adalah zaman untuk Shammaraja itu memunculkan dirinya dan menyelamatkan dunia ini.

Orang-orang Majusi aliran Mazda, yang menganut ajaran ciptaan Zarathustra (Zoroaster) yaitu golongan penyembah api suci, yang jumlahnya hari ini kira-kira setengah juta orang di Iran dan beberapa ribu lagi di India, juga yakin dengan konsep Imam Mahdi. Ajaran mereka menyatakan bahwa tiga orang penyelamat besar akan muncul, dimulai oleh Aushedar dan diikuti pula oleh Aushedar-mah. Yang terakhir keluar ialah seorang lelaki perkasa bernama Saoshyant / Shayoshant, yang berasal dari anak cucu Zoroaster, yang akan muncul dan memusnahkan Ahriman, kuasa jahat, sekali gus membersihkan dunia ini daripada kegelapan dan kesengsaraan. Dia memerintah dunia dengan adil dan saksama selama seribu tahun, mendirikan kerajaan Ahura Mazda yang sepenuhnya. Mereka tidak menyebutnya dengan sebutan Mahdi tetapi maksudnya sama dengan Mahdi bagi umat Islam. Dan dari ajaran Mazda inilah orang-orang Syiah menyerapkan konsep Imam Mahdi mereka, karena meyakini Imam Mahdi Syiah itu akan memerintah dunia ini selama seribu tahun.

Menurut kami Imam Mahdi dalam Islam sebenarnya merupakan sebuah Monomyth, dia tidak akan pernah muncul atau datang. Istilah Monomyth (sering disebut sebagai pahlawan perjalanan) seperti yang digunakan dalam bidang mitologi komparatif, mengacu pada pola dasar yang konon ditemukan di banyak cerita di seluruh dunia, sebagai contoh dalam masyarakat Jawa ada tokoh supernatural yang ditunggu-tunggu seperti Imam Mahdi yaitu Satria Piningit atau di Jawa Barat mananya yang dikenal di masyarakat adalah Ratu Adil. Monomityth ini didistribusikan secara luas polanya, sebagaimana digambarkan oleh Joseph Campbell dalam bukunya The Hero With Thousand Faces, download di sini).

Nabi Isa dan Dajjal*)

Nabi Isa a.s. telah diwafatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala sesuai dengan Sunnatullah yang tidak mungkin akan berubah selama-lamanya (al-Ahzab 33:62). Nabi Isa telah wafat dan diangkat derajatnya oleh Allah. Dan tentang wafatnya Nabi Isa, sesuai pula dengan Sunatullah bahwa segala benda yang bernyawa pasti akan menemui kematian.

Al Qur'an tidak pernah menyebutkan secara jelas dan muhkamat3 maupun mutasyabihat,4 apakah Nabi Isa masih hidup dan apakah sampai saat ini masih berada di langit? Lalu apakah setelah itu, ia akan turun kembali ke bumi untuk membasmi Dajjal. Padahal, tidak ada satu kata pun di dalam Al-Qur'an yang menyebut nama Dajjal. Dengan demikian, hal ini memperkuat argumentasi bahwa Nabi Isa telah wafat, dan tidak akan turun ke bumi dan tidak akan membunuh Dajjal.

Kiamat akan segera tiba setelah turunnya Nabi Isa yang akan memberantas Dajjal, kemudian mempersatukan umat manusia serta menjadikan semuanya beragama Islam dan menjadi imam shalat, tentunya berita ini merupakan berita besar yang mustahil luput dari uraian Al-Qur'an.

Mengingat turunnya Nabi Isa dan datangnya Dajjal tidak disebutkan di dalam Al-Qur'an, maka tidak menyebabkan berdosa apabila kita tidak mengimaninya. Lagi pula, rukun Iman yang telah diakui seluruh ulama sejak dahulu tidak mencantumkan hal ini.

Hadits-Hadits tentang Nabi Isa a.s. dan Dajal

Argumentasi yang berdasarkan pada Al-Qur'an mengatakan bahwa Nabi Isa telah wafat dan tidak akan turun lagi ke bumi untuk memberantas Dajjal. Tentu hal itu tidak berdasarkan dalil hadits, walupun hadits tersebut diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, dan yang lainnya.

Bagi mereka yang menyangkal hadits tersebut didasarkan bahwa berita-berita yang diriwayatkannya bertentangan satu sama lain, karena mereka mendasari itu terhadap alasan-alasan berikut :

Dalam hadits yang diriwayatkan Muslim dari Abdullah bin Amru bin Ash disebutkan, "...kemudian Isa Almasih itu, menetap bersama manusia tujuh tahun lamanya..."

Dalam hadits yang diriwayatkan Muslim, Abu Daud, al-Hakim, dan Ahmad bin Hanbal dari Abu Hurairah r a. menyebutkan, "...Isa menetap di bumi empat puluh tahun lamanya, kemudian ia pun wafat, maka kaum muslimin menyembahyangkannya ..."

Menurut Joesoef Souyb salah satu hadits yang meriwayatkan kedatangan Dajjal diterima melalui Ka'ab al-Ahbar yang mengatakan, "Aku akan mengirimmu kelak menghadapi Dajjal si Juling, dan engkau akan membunuhnya, lalu hidup di bumi sehabis itu selama dua puluh empat tahun dan Aku akan mematikanmu, seperti halnya orang yang hidup."

Penulisan hadits dengan isi pernyataan yang berbeda satu sama lainnya dan diceritakan melalui satu orang saja (hadits ahad) menyebabkan kedudukan hadits tersebut tidak termasuk mutawatir (hadits yang diriwayatkan oleh beberapa perawi). Di samping itu, sangat besar kemungkinannya adanya kesengajaan penyusupan dongeng atau kisah-kisah, seperti dituliskan dalam kitab Injil Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru (Wahyu 19: 11-21, Wahyu 20: 4-6).

Perlu diingat bahwa dalam teologi dan liturgi (ketuhanan dan tata cara agama) Yahudi dan Nashrani sangat kental akan kepercayaan Mesiah dan Adventisme (harapan atau keyakinan akan turunnya Yesus ke bumi) untuk membasmi segala roh jahat dan mengajak umat manusia hanya percaya kepada Kristus (selengkapnya lihat di sini)
{[['']]}

Pengertian dan Deskripsi Seni Lukis Fauvisme

(Pengertian dan Deskripsi Seni Lukis Fauvisme) – Fauvisme adalah aliran yang menghargai ekspresi ( ekspresi adalah album dari penyanyi Titi DJ yang dirilis pada tahun 1988 dengan label Granada Records dan melibatkan Indra Lesmana sebagai music director.
Walaupun album ini tidak bergitu laris dipasaran, namun lagu ekspresi menjadi lagu identik dengan Titi DJ dan sempat dirilis ulang di album “Menyanyikan Kembali” bersama dengan Reza dan Ruth Sahanaya) dalam menangkap suasana yang hendak dilukis. Tidak seperti karya impresionisme, pelukis fauvis berpendapat bahwa harmoni warna yang tidak terpaut dengan kenyataan di alam justru akan lebih memperlihatkan hubungan pribadi seniman dengan alam tersebut.
Konsep dasar fauvisme bisa terlacak pertama kali pada 1888 dari komentar Paul Gauguin kepada Paul Sérusier:
“How do you see these trees? They are yellow. So, put in yellow; this shadow, rather blue, paint it with pure ultramarine; these red leaves? Put in vermilion.”
“Bagaimana kau menginterpretasikan pepohonan itu? Kuning, karena itu tambahkan kuning. Lalu bayangannya terlihat agak biru, karena itu tambahkan ultramarine. Daun yang kemerahan? Tambahkan saja vermillion.”
Segala hal yang berhubungan dengan pengamatan secara objektif dan realistis, seperti yang terjadi dalam lukisan naturalis, digantikan oleh pemahaman secara emosional dan imajinatif. Sebagai hasilnya warna dan konsep ruang akan terasa bernuansa puitis. Warna-warna yang dipakai jelas tidak lagi disesuaikan dengan warna di lapangan, tetapi mengikuti keinginan pribadi pelukis.
Penggunaan garis dalam fauvisme disederhanakan sehingga pemirsa lukisan bisa mendeteksi keberadaan garis yang jelas dan kuat. Akibatnya bentuk benda mudah dikenali tanpa harus mempertimbangkan banyak detail.
Pelukis fauvis menyerukan pemberontakan terhadap kemapanan seni lukis yang telah lama terbantu oleh objektivitas ilmu pengetahuan seperti yang terjadi dalam aliran impresionisme, meskipun ilmu-ilmu dari pelukis terdahulu yang mereka tentang tetap dipakai sebagai dasar dalam melukis. Hal ini terutama terjadi pada masa awal populernya aliran ini pada periode 1904 hingga 1907 -
Sumber : http://www.g-excess.com/pengertian-dan-deskripsi-seni-lukis-fauvisme/#sthash.NUL9MAF7.dpuf
{[['']]}

Pengertian dan Penjelasan Kesenian Tari Saman

Tari Saman adalah salah satu tarian daerah Aceh yang paling terkenal saat ini. Tarian ini berasal dari dataran tinggi Gayo. Syair saman mempergunakan bahasa Arab dan bahasa Aceh. Pada masa lalu, Tari Saman biasanya ditampilkan untuk merayakan peristiwa – peristiwa penting dalam adat dan masyarakat Aceh. Selain itu biasanya tarian ini juga ditampilkan untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad. Pada kenyataannya nama “Saman” diperoleh dari salah satu ulama besar Aceh, Syech Saman.
Tari Saman biasanya ditampilkan menggunakan iringan alat musik, berupa gendang dan menggunakan suara dari para penari dan tepuk tangan mereka yang biasanya dikombinasikan dengan memukul dada dan pangkal paha mereka sebagai sinkronisasi dan menghempaskan badan ke berbagai arah. Tarian ini dipandu oleh seorang pemimpin yang lazimnya disebut Syech.
Karena keseragaman formasi dan ketepatan waktu adalah suatu keharusan dalam menampilkan tarian ini, maka para penari dituntut untuk memiliki konsentrasi yang tinggi dan latihan yang serius agar dapat tampil dengan sempurna. Tarian ini dilakukan secara berkelompok, sambil bernyanyi dengan posisi duduk berlutut dan berbanjar/bersaf tanpa menggunakan alat musik pengiring.
Karena kedinamisan geraknya, tarian ini banyak dibawak/ditarikan oleh kaum pria, tetapi perkembangan sekarang tarian ini sudah banyak ditarikan oleh penari wanita maupun campuran antara penari pria dan penari wanita. Tarian ini ditarikan kurang lebih 10 orang, dengan rincian 8 penari dan 2 orang sebagai pemberi aba-aba sambil bernyanyi Info Lengkap : http://id.wikipedia.org/wiki/Tari_Saman
 Sunber : http://www.g-excess.com/pengertian-dan-penjelasan-kesenian-tari-saman/#sthash.1kjtMgUa.dpuf
{[['']]}

Sejarah Kemerdekaan Indonesia

Pada tahun 1944 Saipan jatuh ke tangan sekutu.dengan pasukan jepang di Papua Nugini Kepulauan Solomon, dan Kepulauan Marshall yang berhasil di pukul mundur oleh pasukan sekutu. Dalam situasi kritis tersebut, pada tanggal 1 maret 1945 Letnan Jendral Kumakici Harada, pimpinan pemerintah pendudukan jepang di jawa , mengumumkan pembentukan badan penyelidik Usaha-usaha persiapan kemerdekan INDONESIA (Dokuritsu Junbi Cosakai) . pengangkatan pengurus ini di umumkan pada tanggal 29 april 1945 . dr. K . R . T. Radjiman Wediodiningrat diangkat sebagai (Kaico ), sedangkan yang duduk sebagai ketua muda (fuku kico) pertama di jabat oleh seorang jepang, Shucokai cirebon yang bernama Icibangase. R .P .Suroso diangkat sebagai kepala sekertariat dengan di bantu oleh Toyohiti Masuda dan Mr. A. G . Pringodigdo pada tanggal 28 mei 1945 dilangsungkan upacara peresmian badan penyelidik Usaha-Usaha persiapan kemerdekaan bertempat di gedung Cuo sangi in, jalan pejambon (Sekarang GedungDepartemen Luar negri ),jakarta. upacara peresmian itu dihadiri pula oleh dua pejabat jepang yaitu jendral Itagaki (panglima tentara ke tujuh yang bermarkas di singapura) dan letnan jendral nagano (panglima tentara Keenam belas yang baru ). Pada kesempatan itu di kibarkan bendera jepang ,Hinomaru oleh Mr.A.G. pringgodigdo yang disusul dengan pengibaran bendera merah putih oleh toyohiko Masuda .
1.    Perumusan Dasar Negara Indonesia
untuk merumuskan UUD diawali dengan pembahasan mengenai dasar negara Indonesia Merdeka.
a.    Rumusan Mr. Muh. Yamin
Tokoh yang pertama kali mendapatkan kesempatan untuk penyampaian rumusan Dasar Negara Indonesia Merdeka adalah Mr Muh . Yamin mengemukakan lima” Ajas Dasar Negara Republik Indonesia ”sebagai berikut :
1.    peri kebangsaan
2.    peri kemusiaan
3.    peri ke-tuhanan
4.    periKerakyataan
5.    Kesejahteraan rakyat
b.    Rumusan prof. Dr .Mr. Soepomo
Pada tanggal 31 mei 1945 prof. Dr.Mr Soepomo mengajukan Dasar Negara Indonesia Merdeka yaitu sebagai berikut :
1.    Persatuan
2.    Kekeluargaan
3.    Keseimbangan
4.    Musyawarah
5.    Keadilan sosial
c.    Rumusan Ir. Soekarno
Pada tanggal 1juni 1945 berlangsunglah rapat terakhir dalam persidangan pertama , itu .pada kesempatan itulah Ir Soekarno mengemukakan pidatonya yang kemudian dikenal sebagai ”Lahirnya pancasila ”. Selain berisi pandangan mengenai dasar negara Indonesia Merdeka, keistimewaan pidato Ir Soekarno juga berisi usulan mengenai nama bagi dasar negara ,yaitu Pancasila, Trisila, atau Ekasila. Selanjutnya, sidang memilih nama pancasila sebagai nama dasar negara .Lima dasar negara yang diusulkan oleh Ir Soekarno adalah sebagai berikut :
1.    Kebangsaan Indonesia
2.    Internasionalisme atau Perikemanusiaan
3.    Mufakat atau demokrasi
4.    Kesejahteraan sosial
5.    Ketuhanan Yang Maha Esa
b. Piagam Jakarta
Pada tanggal 22 juni 1945 BPUPKI membentuk panitia kecil yang beranggotakan dengan 9orang . oleh karna itu, panitia ini di sebut juga sebagai panitia sembilan. Anggotanya berjumlah 9orang , yaitu sebagai berikut:
1.    Ir.Soekarno
2.    Drs.Moh. Hatta
3.    Mr. Muh. Yamin
4.    Mr. Ahmad soebardjo
5.    Mr. A.A . Maramis
6.    Abdul kadir Muzakir
7.    K. H. Wachid Hasjim
8.    H. Agus Salim
9.    Abikusno Tjokrosjoso
Mr. Muh. Yamin menamakan rumusan tersebut piagam Jakarta atau Jakarta Charter. rumusan rancangan dasar negara Indonesia Merdeka itu adalah sebagai berikut :
1.    Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan Syari’at islam sebagai pemeluk – pemeluknya,
2.    (menurut) dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
3.    Kesatuan Indonesia
4.    (dan) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam pemusyawaratan perwakilan
5.    (serta dengan mewujudkan suatu) keadilan sosial bagi kerakyatan indonesia
c. Rancangan UUD
Pada tanggal 10 juli 1945 dibahas Rencana UUD, termasuk soal pembukaan atau preambule-nya oleh sebuah panitia perancang UUD dangan suara bulat menyetujui isi prembule (pembukaan) yang di ambil dari piagam jakarta. Hasil perumusan panitia kecil ini kemudian di sempurnakan bahasanya oleh panitia penghalus bahasa yang terdiri dari Husein Djaja diningrat , H. Agus salim, dan Prof . Dr. Mr . Soetomo.
Persidangan ke2 BPUPKI di laksanakan pada tanggal 14 juli 1945 dalam rangka menerima laporan panitia perancang UUD. Ir. Soekarno selaku ketui penitia melaporkan 3 hasil yaitu :
1.    Pernyataan indonesia merdeka
2.    Pembukaan UUD
3.    UUD (batang tubuh)
2.Reaksi GolongonMuda
A.    Kongres Pemuda Seluruh Jawa
tanggal 16 mei 1945 di bandung diadakan kongres pemuda seluruh jawa yang di prakarsai angkatan moeda indonesia. Kongres pemuda itu dihadirin oleh lebih 100 pemuda. Kongres tersebut menghimbau para pemuda di jawa hendaknya bersatu dan mempersiapkan diri untuk melaksanakan proklamasi kemerdkaan . satelah 3 hari kongres berlangsung, akhirnya di putuskan 2 buah resolusi, yaitu:
1) semua golongan indonesia , terutama golongan pemuda di persatukan dan di bulatkan di bawah satu pimpinan nasional.
2) dipercepatnya pelaksanaan pernyataan kemerdekaan indonesia.
B.      pembentukan Gerakan Angkatan Baroe Indonesia
pernyataan pada kongres pemuda seluruh jawa tidak memuaskan beberapa tokoh pemuda yang hadir. Mereka bertekad untuk menyatakan suatu gerakan pemuda yang lebih radikal . diadakan suatu pertemuan rahasia di jakerta utuk membentuk suatu panitia kusus yang di ke tuai oleh B. M. Diah . yang menghasilkan pembentukan gerakan angkatan baroe indonesia misalnya:
1.      mencapai persatuan yang kompak di antara seluruh golongan masyarakat indonesia
2.      menanamkan semangat revolusioner masa atas dasar kesadaran mereka sebagai rakyat yang berdaulat
3.      membentuk negara kesatuan republik indonesia
4.      bahu–bahu bersama jepang untuk mempersatukan indonesia tetapi jika perlu termasuk untuk mencapai kemerdekaan dengan kekuatannya sendiri .
C.     pembentukan gerakan rakyat baroe .
adalah gerakan rakyat baroe yang di bentuk berdasarkan hasil sidang ke-8 cuo sangiin. Susunan pengurus pusat organisasi ini terdiri dari 80 orang . anggotanya terdiri atas penduduk asli indonesia dan bangsa jepang golongan cina, golongan arab ,dan golongan peranakan eropa.
3. pembentukan PPKI
Pada tanggal 7 agustus 1945 BPUPKI di bubarkan sebagai penggantinya pemerintah pendudukan jepang membentuk PPKI .Ir. soekarno untuk sebagai ketua PPKI dan Drs. Muh hata ditunjuk sebagai wikil ketuanya , sedangkan Mr.Ahmad Soerbadjo ditunjuk sebagai penasehatnya
.
4. peristiwa Rengasdengklok
Moh Hatta berjanji akan menanyakan hal itu kepada Gunsekanbu. Setelah yakin bahwa jepang telah menyerahkan kepada sekutu Moh. Hatta mengabil keputusan untuk segera meninggalkan Anggota PPKI .rapat yang dipimpin oleh Chairul Saleh itu menghasilkan keputusan ” kemerdekaan indonesia adalah hak dan soal indonesia sendiri , tak dapat di gantung pada orang dan negara lain
5 .perumusan teks proklamasi
Sebelum mereka mulai merumskan naskah proklamasi . Kalimat pertama dari naskah proklamasi merupakan saran dari Mr.Ahmad Soebardjo yang diambil dari rumusan BPUPKI , sedangkan kalimat terakhir merupakan sumbangan pikiran dari Drs .Moh. Hatta.
6.pelaksana proklamasi kemerdekaan
Pimpinan bangsa indonesiia telah berdatangan ke jalan pegang saat Timur. Adapun susunan acara yang telah dipersiapkan adalah :
1)pembacaan proklamasi
2)pengibaran bendera merah putih
3) sambutan wali kota Soewirjo dan dr.Muwardi
7.penyebaran berita proklamasi
Berita proklamasi yang sudah meluas di seluruh jakarta disebarkan keseluruh indonesia. Selain lewat radio, berita proklamasi juga disiarkan lewat pers dan surat sebaran
8.Reaksi Rakyat terhadap proklamasi kemerdekaan
Reaksi berbagai daerah di indonesia terhadap proklamasi kemerdekaan Republik indonesia adalah terjadinya perubahan kekuasaan, baik dengan cara kekerasan maupun dengan cara perundingan .
B pembentukaan pemerintahan indonesia
1 .pembentukaan pelengkapan negara
a.) sidang PPKI tanggal 18 agustus 1945
1) pembahasan dan pengesahaan UUD
2)perubahan UUD dalam rapat PPKI tanggal 18agustus 1945
3)masa lah penmgangkatan presiden dan wakil presiden
4)pembentukan komite nasional
b) sidang PPKI tgl 19 agustus 1945
1)pembagia wilayah Indonesia menjadi 8 propinsi beserta Gubernur
2)pembentukan komite Nasionol
3)menetapkan 12 kementrian
c)sidang PPKI tgl 22 agustus 1945
1)pembentukan komite nasional
2)pembentukan partai nasional Indonesia
3)pembentukan bsdan keamanan Rakyat (bkr)
d)rapat raksasa di lapangan ikada
2.perubahan otoritas knip dan lembaga kepresidenan pada awal kemerdekaan
a)kebinet presidensil pertama
b)maklumat pemerintah no.x tgl 16 oktobor 1945
3. maklumat pemerintah tanggal 3 november 1945
4.maklumat pemerintah tgl 14 november 1945
C.penyusunan kekuatan pertahanan keamanan
1)pembentukan bkr
2)pembentukan tentara nasiona
Sumber: http://jakarta45.wordpress.com
{[['']]}

Sunan Gunung Djati dan Islamisasi di Jawa Barat


PENYEBARAN Islam di Nusantara, merupakan suatu proses yang sangat penting dalam sejarah Indonesia. Akan tetapi, fase ini juga merupakan masa yang kurang jelas. Hal ini, menurut Ricklefs (1981) dalam A History of Modern Indonesia, karena  ternyata di beberapa bagian Indonesia telah ada dan bermukim para pedagang Arab. Mereka mendapat kedudukan yang kokoh dalam masyarakat lokal. Ini telah berlangsung selama berabad-abad. Mengenai hal ini telah terjadi perdebatan panjang antara para ahli sejarah, mengenai kapan, mengapa, dan bagaimana penduduk Nusantara  menganut agama Islam.  Dengan demikian, maka banyak teori yang dikemukakan mengenai  kedatangan Islam di Nusantara. Teori-teori  yang ada banyak menunjukan perbedaan-perbedaan, terutama mengenai waktu dan negeri asal pembawanya. 
Di antara teori-teori yang banyak dikemukakan secara grand theory  terdapat tiga teori yaitu Teori Mekah  yang dipelopori Hamka, Teori Persia oleh Hoesen Djajadiningrat, dan Teori Gujarat  oleh Snouck Horgrunje. Semua teori tersebut dalam argumentasinya menggunakan pendekatan budaya.
Kedatangan Islam di Jawa Barat, tidak dapat dilepaskan dengan proses kedatangan masuk dan berkembang Islam di Nusantara secara integral. Hal ini menurut Hoesen Djajadiningrat (1913) disebabkan karena Cirebon dan Banten yang dianggap sebagai pusat penyebaran agama Islam dan kekuasaan Islam di Jawa Barat. Cirebon dan Banten  posisinya berada pada  lokasi yang strategis baik secara ekonomis maupun politik.  Selain itu, letak Cirebon dan Banten berada pada jaringan perdagangan  internasional yaitu perdagangan jarak jauh (long dintance trade ) yaitu pergadangan jalur sutra.
Menurut Hasan Muarif Ambari (1998) Abad ke-13 sampai dengan 16 Masehi merupakan rentang waktu yang ditandai dengan pertumbuhan peradaban Islam di Nusantara. Saat itu hampir bersamaan dengan runtuhnya pusat-pusat peradaban Islam di Timur Tengah, agama Islam telah  masuk dan menyebar ke seluruh pelosok Nusantara.  Penyebaran agama Islam ke Nusantara dilakukan oleh para  mubaligh dan para pedagang Arab dengan memanfaatkan  wahana perdagangan internasional yaitu perdagangan jalur sutra. Banyak wilayah-wilayah di Nusantara disinggahi oleh para pedagang Muslim, terutama  tempat – tempat yang berada di daerah pesisir seperti Tuban, Gresik, Demak, Cirebon, Banten dan lain sebagainya. Wilayah- wilayah itu dengan cepat  mengadakan hubungan dengan para pedagang Islam  dan telah membawa  dampak sosial maupun budaya bagi masyarakat setempat.
Menurut Sartono Kartodirdjo (1987), penyelenggaraan perkapalan  dan perdagangan di kota-kota pelabuhan melahirkan jalur komunikasi terbuka, sehingga terjadi mobilitas sosial  baik itu vertikal  maupun horizontal. Fenomena di atas ditandai oleh  adanya perkembangan perdagangan jarak jauh  (long dintance trade)  di mana para pedagang Arab memegang peranan penting yang telah berdagang di Nusantara sejak  awal abad Masehi, dan degradasi  pusat-pusat peradaban Islam  di Timur Tengah dengan ditandai oleh keruntuhan Daulah Abasyiah  yang mengakibatkan derasnya  pengembaraan  para ulama dan pedagang Arab  ke arah Timur untuk membuka wilayah baru baik itu untuk sosialisasi Islam maupun  kepentingan perdagangan.
Penyebaran dan sosialisasi Islam di Nusantara diawali dengan  kontak antara komunitas Nusantara dengan  para pedagang dan musafir dari Arab, Persia, Turki, Syiria, India, Cina dan lain-lain. Kemudian para pendatang tersebut melakukan kontak budaya dengan masyarakat Nusantara yang diikuti dengan  tumbuhnya kantung-kantung pemukiman muslim  baik itu di pesisir maupun di pedalaman. Kemudian tumbuh pusat-pusat  kekuatan politik  dan kesultanan Islam di Nusantara yang ditandai dengan  munculnya  kerajaan- kerajaan yang bercorak Islam.
Munculnya  kerajaan-kerajaan Islam di Pantai Utara Jawa, serta hubungan antara satu kerajaan dengan kerajaan yang lainnya dan asal-usul penguasanya,  menunjukan bahwa Islamisasi di Jawa pada fase ini perlu dijelaskan dengan memperhitungkan  latar belakang politik dan ekonomi  mereka. Menurut Sartono Kartodiordjo (1987) para penguasa kerjaan di Pesisir Pantai Utara Jawa selain memegang tampuk pemerintahan, juga terlibat dalam perdagangan dan agama.
Menurut De Graaf (2001) Sejak abad 11 Masehi di pesisir Utara Jawa telah  memiliki pemukiman-pemukiman Muslim, sehingga Islam dapat berkembang  di daerah tersebut.  Selain itu, cepatnya penyebaran agama Islam di pesisir maupun di pedalaman Jawa tidak dapat dilepaskan dari peranan para wali yang tergabung dalam kelompok Wali Songo. Secara  politik, periode ini merupakan pemantapan institusionalisasi Islam.
Para wali di Pantai Utara  Jawa termasuk  elite politik-religius. Menurut Sartono Kartodirdjo (1987), disamping kewibawaan ruhaniah mereka juga berperan di bidang politik, antara lain ada yang memegang kekuasaan pemerintahan. Keterpaduan antara dua jenis kekuasaan tidak bertentangan  baik itu dengan konsep  Islam tentang kekuasaan maupun konsep (Hindu)-Jawa tentang kekuasaan raja.
Peran dan kedudukan para wali  dapat dilihat dari beberapa karakternya di antaranya adalah :
  1. Wali tidak mengembangkan atau memperluas wilayah, tetapi menjalankan pengaruh melalui lembaga-lembaga pesantren seperti yang dilakukan oleh Sunan Giri.
  2. Wali tidak mengembangkan pengaruh politik dan mengembangkan kekuasaan politik kepada tangan raja seperti yang dilakukan oleh Sunan Kudus, Sunan Bonang, dan Sunan Kalijaga.
  3. Wali mengembangkan wilayah dan membuat lembaga kerajaan serta sekaligus mengembangkan agama Islam seperti yang diperankan oleh Sunan Gunung Djati baik di Cirebon maupun Banten.
Pada abad ke 15 dan 16 di Jawa Barat terdapat kerajaan Sunda dengan pusat  pemerintahannya di Pakuan Pajajaran. Kekuatan kerajaan tersebut melemah  setelah terjadi  pemberontakan-pemberontakan dari pelbagai daerah yang ingin melepaskan ikatan dengan Pakuan Pajajaran seperti Cirebon, Galuh, Talaga, dan Banten. Menurut F. de Haan  (1912:93), bersamaan dengan melemahnya kerajaan Sunda, Agama Islam mulai masuk  dan menyebar di wilayah  tersebut. Berdasarkan berita dari Tome Pires, pengaruh Islam di Jawa Barat berasal dari Cirebon (Uka Tjandrasasmita , 1975 : 93 ). Jika  berdasarkan berita  dari Tome Pires, maka Islam sudah ada di Cirebon  sejak  lebih kurang 1470-1475 Masehi (H. J. de Graaf, 1952:153). Tetapi sampai sekarang belum  ditemukan  keterangan yang pasti baik itu dari berita Cina maupun Arab  yang memberikan penjelasan waktu  tentang masuknya Islam ke Jawa Barat. Informasi mengenai hal ini hanya dapat diterima dari sumber-sumber lokal  seperti yang dikutif oleh Hageman (1866) yang menyebutkan  adanya Haji Purwa di Galuh dan Cirebon pada tahun 1250 Tahun Jawa atau 1337 Tahun Masehi.
Proses penyebaran dan perluasan Islam di Jawa Barat lebih banyak dikisahkan  melalui dua gerbang penyebaran  yaitu  Cirebon dan Banten. Didua daerah  itu dikuasai oleh seorang raja juga seorang ulama yaitu Sunan Gunung Djati. Karena dua  kekuasaan yang diperankannya yaitu kekuasaan politik dan agama, dia mendapatkan gelar Ratu Pandita. Dibawah kepemimpinannya dilakukan penyebaran agama Islam di Jawa Barat atau Tatar Sunda dari dua pusat kekuasaan Islam yaitu Cirebon dan Banten.
Cirebon
CIREBON sebagai kota wali dan sekaligus pusat penyebaran agama Islam di Jawa Barat  masih menyimpan misteri, terutama yang berhubungan dengan sumber-sumber sejarah untuk  menjelaskan bentangan sejarah Cirebon yang cukup panjang. Menurut Nina Herlina Lubis (2000) asal-usul kota tersebut  lebih banyak ditemukan dalam historiografi tradisional yaitu dalam bentuk manuskrip  yang ditulis pada abad 18. Sementara itu, pertumbuhan dan perkembangan Cirebon sudah dimulai pada abad 15 dan 16 seiring dengan gerakan penyebaran  Islam di tanah Jawa oleh para wali.
Sejarah mengenai Cirebon dapat dilihat dalam beberapa naskah di antaranya adalahCarita Purwaka Caruban Nagari, Babad Cirebon, Sajarah Kasultanan Cirebon, babad walangsungsang, Pustaka rajyarajya I Bhumi Nusantara, Pustaka Pararatwan I Bhumi Jawa Dwipa, Pustaka Negara Kertabumi , Wawacan Sunan Gunung Djati dan lain sebagainya. Banyak para ahli atau peneliti meragukan sumber-sumber tersebut dan dianggap sebagai sumber sekunder. Tetapi  sebelum ada sumber lain yang lebih bisa lebih dipercaya, sumber tadi bisa dipergunakan  meskipun sumber sekunder untuk  menjelaskan bentangan sejarah perjalanan Islam di Jawa Barat terutama sejarah Cirebon. 
Cirebon pada mulanya merupakan desa nelayan yang bernama Pasambangan yang letaknya kurang lebih 5 KM dari  kota Cirebon sekarang. Sedangkan kota Cirebon sekarang asalnya bernama Lemah Wungkuk yaitu sebuah desa kecil yang merupakan pemukiman masyarakat muslim yang dipimpin oleh Ki Gedeng Alang-Alang. Menurut  Pangeran Suleiman Sulendraningrat dalam Babad Tanah Sunda Babad Cirebon,  Ki Gedeng Alang – Alang oleh penguasa Pajajaran diangkat menjadi kepala  pemukiman masyarakat  Muslim Lemah Wungkuk dengan gelar Kuwu Cerbon. Adapun batas wilayahnya meliputi Sungai Cipamali sebelah Timur, Cigugur  sebelah Selatan, Pegunungan Kromong sebelah Barat, dan Junti (Indramayu) sebelah Utara.
Berdasarkan sumber lokal yang tergolong tradisional, pendiri  Kesultanan Islam Cirebon adalah Sunan Gunung Djati.  Mengenai hal ini dapat dilihat dalam Babad CirebonCarita Purwaka Caruban Nagari, ataupun Pustaka Rajyarajya I Bhumi Nusantara . Pada umumnya  sumber historiografi tradisional  tersebut  memulai menjelaskan sejarah Cirebon dari masa akhir Prabu Siliwangi sebagai penguasa Pajajaran.
Sumber-sumber sejarah tradisional memulai  menjelaskan Sejarah Cirebon dari dua nagari yang berada di daerah pesisir pantai utara Cirebon yaitu Nagari Surantaka dan Singapura. Dalam Carita Purwaka Caruban Nagari, dikisahkan bahwa di Nagari Surantaka saat itu yang memegang kekuasaan adalah Ki Gedeng Sedang Kasih.  Wilayah kekuasaannya meliputi  Pelabuhan Muara Djati, yang menjadikannya sebagai Syahbandar. 
Berdasarkan sumber lokal mengatakan bahwa  penguasa Nagari Surantaka Ki Gedeng Sedang Kasih adalah  saudara Prabu Anggalarang dari Galuh.  Menurut Babad Galuh dan  Carita Waruga Guru, Prabu Anggalarang adalah ayah dari Prabu Siliwangi. Dalam Babad Pajajaran diceritakan bahwa  penguasa Surantaka mempunyai puteri bernama  Nyai Ambet Kasih yang menikah dengan  Raden Pamanah Rasa putra Prabu Anggalarang yang juga sekaligus merupakan keponakannya.  Babad Siliwangi menjelaskan bahwa Pamanah Rasa adalah nama  masa pemuda  Prabu Siliwangi Raja Sunda Pajajaran.
Sementara itu di Singapura ada suatu peristiwa unik yaitu diadakan sayembara  untuk menentukan jodoh  puteri Mangkubumi Singapura Ki Gedeng Tapa yang bernama  Nyai Subang Larang.  Dalam sayembara itu ditentukan bahwa yang akan menjadi jodoh Nyai Subang Larang  adalah pemenang pertadingan dalam perkelahian bersenjata
Diantara peserta sayembara penentuan jodoh Nyai Subang Larang,  terdapat Raden Pamanah Rasa. Dalam sayembara itu yang keluar menjadi pemenang adalah putera Prabu Anggalarang. Dengan demikian, maka yang mendapatkan  puteri Mangkubumi Singapura adalah Raden Pamanah Rasa. Menurut Babad Cirebon Mereka menikah pada tahun 1422.
Menurut Carita Purwaka Caruban Nagari, sebelum perkawinan antara Nyai Subang Larang dengan Raden Pamanah Rasa, di Singapura terdapat dua peristiwa penting yaitu:
Pertama, tahun 1415 ke Nagari Singapura  tepatnya di Pelabuhan Muara Djati berlabuh kapal dari Cina selama satu minggu yang dinahkodai oleh    Te Ho  atau Cheng Ho atau Sam Po Kong dengan sekretarisnya bernama Ma Huang. Mereka adalah penganut agama Islam. Setelah  menetap di Nagari Singapura, Ma Huang  menikah dengan  saudara Ki Gedeng Tapa yaitu Nyai Rara Rudra. Setelah perkawinannya, Ma Huang bergelar Ki Dampu Awang. Menurut Buku Baluwarti Keraton Kasepuhan Cirebon para pengikut Cheng Ho berhasil membanguan sebuah Mercu Suar.
Kedua, tahun  1418 ke Nagari Singapura datang pula rombongan  pedagang dari Campa. Salah satu anggota rombongan tersebut terdapat seolang mubaligh yaitu  Syekh Hasanudin bin Yusuf Siddik. Atas  persetujuan Ki Gedeng Tapa, untuk  beberapa lama mereka tinggal di  di Singapura. Syekh Hasanuddin bin Yusuf Siddik kemudian pergi ke Karawang dan mendirikan pesantren dan namanya kemudian dikenal menjadi Syekh Quro. Dari pertemuannya dengan Syekh Quro, kemudian Ki Gedeng Tapa  mengirimkan puterinya Nyai Subang Larang untuk belajar ilmu agama Islam di Pesantren Syekh Hasanuddin bin Yusuf Siddik atau Syekh Quro Karawang.
Selain kedatangan Syekh Quro, Ki Gedeng Tapa kedatangan pula mubaligh pengajar agama Islam yaitu  Syekh Datuk Kahfi adik Sultan Sulaiman Bagdad. Pada saat dia datang  ke Singapura, penguasa nagari tersebut yaitu Ki Gedeng Tapa telah masuk Islam. Maka atas izin dari Mangkubumi Singapura Syekh Datuk Kahfi  menetap di Nagari Singapura yaitu di Pasambangan. Menurut salah satu sumber  tradisional,  di Pasambangan Datuk Kahfi menikah dengan Hadijah  seorang cucu Haji Purwa. Haji Purwa dianggap sebagai tokoh penyebar agama Islam pertama di Jawa Barat. Kemudian Syekh Datuk Kahfi mendirikan pesantren yang bernama Pesantren Quro Amparan Djati.
Menurut Pustaka Carita Parahyangan, Prabu Siliwangi Raja Pajajaran dari isterinya yang bernama  Nyai Subang Larang atau Subang Karancang yang menganut agama Islam mempunyai anak yang bernama Raden Walangsungsang, Nyai Lara Santang, dan Raden Sanggara. Semua anak-anak  Prabu Siliwangi dari Subang Larang mengikuti jejak ibunya menganut agama Islam.  Sebagaimana  Subang Larang ibunya,  mereka menganut menganut Islam mazhab Hanafi.
Menurut Babad Cirebon, setelah  ibunya wafat, Pangeran Walangsungsang dan adik-adiknya  pergi meninggalkan Pajajaran.  Perjalanan pertamanya menuju ke wilayah Timur (Galuh). Kemudian Pangeran Walangsungsang  bertemu dan tinggal dengan  seorang Kasogatan (Ulama Budha) yang bernama Ki Danuwarsih.  Akhirnya  Pangeran Walangsungsang menikahi putri Ki Danuwarsih yang bernama Nyai Indang Geulis. Menurut Negara Kerta Bhumi  dari kediaman Ki Danuwarsih Pangeran Walangsungsang bersama isterinya Nyai Indang Geulis dan adiknya Nyai Lara Santang  menuju ke kerajaan Singapura yang terletak di pesisir pantai Utara Jawa dengan tujuan untuk menemui kakeknya  Ki Gedeng Tapa.
Sebagaimana telah dikemukaan, di Nagari Singapura  bermukim  seorang guru agama bernama Syekh Datuk Kahfi.  Atas keinginan dari Ki Gedeng Tapa, Syekh Datuk Kahfi mendirikan pesantren  di Gunung Djati yang kemudian dikenal dengan Pondok Quro Amparan Djati. Syekh Datuk Kahfi kemudian oleh Ki Gedeng Tapa diberi gelar Syekh Nurjati. Kepada Syekh Nurjati inilah Pangeran Walangsungsang  belajar Islam mazhab Syafi’i.  Oleh Syekh Datuk Kahfi atau Syekh Nurjati, Pangeran Walangsungsang diberi nama baru yaitu Ki Samadullah dan kelak setelah menunaikan ibadah haji namanya berganti menjadi  Haji Abdullah Iman. Menurut Sunarjo (1983), Walangsungsang belajar agama Islam dari Syekh Datuk Kahfi selama  3 tahun.
Di lingkungan Keraton Nagari Singapura sendiri, Pangeran Walangsungsang  oleh Ki Gedeng Tapa diangkat  sebagai Pangraksabumi yang merupakan jabatan sebagai orang kedua dikeraton tersebut yaitu wakil dari Mangkubumi yang dijabat oleh Ki Gedeng Tapa sendiri. 
Setelah selesai menuntut Ilmu di  Pondok Quro Amparan Djati, Pangeran Walangsungsang atau Ki Samadullah pada tahun 1445 membuka pemukiman baru di  daerah Kebon Pesisir atau Tegal Alang-Alang atau Lemah Wungkuk. Di daerah baru tersebut Ki Samadullah berhasil menarik perhatian dari para pendatang lainnya, sehingga daerah Tegal Alang-Alang menjadi daerah baru yang banyak didatangi oleh para pendatang dari berbagai latar belakang baik suku maupun agama. Didaerah itu tumbuh sikap toleransi saling hormat-menghormati terhadap beberapa perbedaan. Menurut beberapa catatan sumber tradisional  daerah yang baru dibuka oleh Ki Samadullah dihuni oleh 346 orang  yang meliputi  orang Sunda 196 orang, Jawa 106 orang, Sumatera 16 orang, Semenanjung Malaysia 4 orang, India 2 orang, Persi 2 orang, Syam 2 orang, Arab 11 orang, dan Cina 6 orang. Hal ini di dapat dilihat dari hidup berdampingan antara  Ki Gedeng Danusela yang beragama  Budha sebagai Kuwu dengan Ki Samadullah yang beragama Islam dan  memegang jabatan pangraksa bumi yang kemudian bergelar Ki Cakrabumi (Nina Herlina Lubis, 2000:30).
Setelah sukses mendirikan  Dukuh Cirebon dan mengIslamkan penduduknya, maka atas saran dari Syekh Quro Amparan Djati yaitu Syekh Nurjati atau Syekh Datuk Kahfi atau Syeikh Maulana Idlofi, Ki Samadullah bersama dengan adiknya Nyai Larasantang disarankan untuk menuanaikan ibadah haji guna menyempurnakan ibadah Islamnya. Menurut CaritaPurwaka Caruban Nagari, akhirnya Ki Samadullah tanpa ditemani Isterinya Nyai Indang Geulis karena sedang hamil tua, bersama adiknya Nyai Lara Santang  pergi menunaikan ibadah haji ke Mekah dengan menggunakan perahu layar besar.
Dalam perjalanannya ke Mekah, perahu layar mereka singgah di Mesir.  Bersama dengan para pejabat mesir mereka berlayar ke Mekah dan bersandar di Jedah.  Di kapal itulah, terjadi pertemuan antara wali kota Mesir Syarif Abdullah yang bergelar Sultan Makmun keturunan Bani Hasyim putera Ali Nurul Alim dengan Nyai Lara Santang Puteri Pajajaran. Akhirnya di Tanah Suci Mekah  Nyai Lara Santang dinikahkan oleh Ki Samadullah dengan Syarif Abdullah. Setelah menikah dengan Syarif Abdullah, Nyai Lara Santang  diberi gelar Hajjah  Syarifah Muda’im. Sedangkan Pangeran Walangsungsang atau Ki Samadullah diberi gelar  Haji Abdullah Iman al-Jawi. Di Mekah mereka tinggal di  rumah Syeikh Bayanullah adik Syeikh Datuk Kahfi. 
Setelah perkawinan adiknya Nyai Lara Santang yang bergelar Hajjah Syarifah Muda’im, maka Pangeran Walangsungsang alian Ki Samadullah  atau Haji Abdullah Iman al-Jawi kembali ke Jawa dengan maksud meneruskan penyebaran agama Islam. Tetapi sambil pulang ke Jawa, Haji Abdullah Iman al-Jawi  singgah ke Iraq dan Campa sehingga dia dapat menyerap Islam secara universal.
Menurut Pustaka Negara Kertabhumi, dan Carita Puwaka Caruban Nagari, setibanya di tanah air, Haji Abdullah Iman al-Jawi mendirikan Masjid Jalagrahan.  Selain itu  dibuat pula rumah besar  yang nantinya menjadi  Keraton Pakungwati. Nama tersebut diambil dari nama putri Pangeran Walangsungsang atau Ki Samadullah atau Haji Abdulah Iman al-Jawi  atau Ki Cakrabumi dari isterinya Nyai Indang Geulis yang bernama  Nyai Pakungwati.
Menurut Sunarjo (1983) karena menginginkan putera laki-laki untuk penerusnya, maka atas persetujuan  isterinya Nyai Indang Geulis, Haji Abdullah Iman al-Jawi menikahi puteri  Ki Gedeng Alang-Alang yang bernama Nyai Ratna Riris atau Nyai Kancana Larang. Dari perkawinan kedua ini, Pangeran Walangsungsang mempunyai putera yang diberi nama  Pangeran Cerbon.
Setelah kuwu Tegal Alang-Alang  atau Caruban yang juga mertua dari Pangeran Walangsungsang yaitu Ki Gedeng Alang-Alang meninggal dunia, maka Pangeran Walangsungsang diangkat menjadi Kuwu Caruban dengan gelar  Pangeran Cakrabuana menggantikan Ki Danusela. Tidak lama setelah  menjadi Kuwu Caruban, kakek Ki Samadullah yaitu Ki Gedeng Jumajan Djati atau Ki Gedeng Tapa wafat.  Abdullah Iman tidak mengantikan kakeknya menjadi penguasa Singapura tetapi memilih tetap menjadi kuwu Cirebon. Didukung dengan warisan yang diterima dari Ki Gedeng Jumajan Djati,  Pakuwuan Caruban statusnya ditingkatkan  menjadi  Nagari Caruban Larang. Dengan demikian maka Pangeran Cakrabuana menjadi  penguasa nagari sekaligus sebagai ulama.
Sementara itu,  Raja Pajajaran Prabu Siliwangi sangat gembira mendengar keberhasilan Pangeran Walangsungsang, sehingga untuk melegitimasi kekuasaan Pangeran Cakrabuana, maka Prabu Siliwangi  melantik  Ki Samadullah sebagai Tumenggung Cirebon. Dengan mengutus Tumenggung Jagabaya, Prabu Siliwangi  memberikan  Pratanda dan Anarimakna Kacakrawartyan. Kemudian  Haji Abdullah Iman al-Jawi diberi gelar resmi kerajaan oleh Prabu Siliwangi dengan gelar Sri Mangana. Dengan demikian maka, penguasa Caruban Larang  bernama Sri Mangana Pangeran Cakrabuana Haji Abdullah Iman al-Jawi.
Sementara itu Nyai Lara Santang atau Hajjah Syarifah  Muda’im  yang telah menikah dengan  Syarif Abdullah walikota Mesir melahirkan dua orang putera yaitu Syarif Hidayatullah yang kelak menjadi Sunan Gunung Djati dan Syarif Nurullah. Menurutnaskah Carita Purwaka Caruban Nagari, Syarif Hidayatullah putra Hajjah Syarifah Muda’im ini akan menjadi salah seorang Wali Sanga penyebar Islam di tanah Jawa. Lebih jauh menurut naskah tersebut Syarif Hidayatullah  menduduki generasi ke 22 dari Nabi Muhammad SAW.
Setelah Syarif Hidayatullah menjadi pemuda dan berusia  dua puluh tahun, dia meninggalkan Mekah untuk berguru kepada beberapa orang guru seperti kepada Syeikh Tajudin al-Kubri selama 2 tahun, Syeikh Athaillah Syazali. Beliau pergi pula ke Baghdad. Di sana syarif Haidayatullah berguru Tasawuf Rasul dan tinggal di pesantren saudara ayahnya selama 2 tahun (Sunarjo, 1983:51). Dalam waktu singkat Syarif Hidayatullah telah mempunyai  banyak nama di antaranya  Syaid Al kamil, Syeikh Nuruddin Ibrahim Ibnu Maulana Sultan Mahmud al-Khibti.
Setelah ayahnya meninggal, Syarif Hidayatullah diminta untuk menggantikan ayahnya Syarif Abdullah. Tetapi dia menolak bahkan meminta adiknya Syarif Nurullah untuk menggantikan dirinya. Syarif Hidayatullah sendiri memilih pergi ke Jawa untuk menyebarkan agama Islam.  Menurut sumber tradisional, Pangeran Nurrullah inilah disebut sebagai orang Pasai yang merantau ke Jawa untuk menyebarkan agama Islam, kemudian namanya dikenal dengan Faletehan atau Fatahillah.
Dalam  perjalanannya ke Jawa, Syarif Hidayatullah  singgah di Gujarat. Di sana Syaid Kamil betemu dengan Dipati Keling beserta anak buahnya.  Dipati Keling dan anak buahnya masuk Islam dan mengabdi pada Syarif Hidayattullah. Kemudian  mereka bersama-sama meneruskan perjalannannya menuju Jawa. Sebelum ke Jawa, Syaid Kamil  singgah di Pasai. Disini Syarif Hidayatullah berguru kepada Syaid Ishak. Di Pasai mereka tinggal selama dua tahun. Setelah itu, Syaid Kamil dan rombongan meneruskan perjalan menuju ke Jawa, yang diawali dengan persinggahannya di negeri Banten. Di negeri itu sudah banyak yang memeluk agama Islam berkat binaan  dari Syaid Rakhmat atau Ali Rakhmatullah seorang guru agama dari Ampel Gading yang kemudian bergelar Susuhunan Ampel.
Setelah bertemu dengan Sunan Ampel, Syarif Hidayatullah diminta untuk meneruskan Ali Rakhmattullah untuk mengajar agama Islam di negeri Banten. Ketika Syaid Rakhmatullah pulang ke Ampel, Syarif Hidayatullah ikut pula ke Ampel guna lebih memperdalam agama Islam. Ketika tiba di Ampel, di sana telah berkumpul para wali. Pada saat itu para wali sedang membagi pekerjaan untuk menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Setelah bersilaturahmi dengan para wali, maka diatur mengenai siasat  penyebaran Islam di Jawa. Saat itu Syaid Kamil atau Syarif Hidayatullah diminta untuk menyebarkan agama Islam di Jawa bagian Barat yaitu di tatar Sunda.
Setelah mendapat tugas untuk menyebarkan agama Islam di Tatar Sunda, maka bersama Dipati Keling dan anak buahnya berlayar menuju ke Caruban Larang untuk menemui uwaknya Sri Mangana Pangeran Cakrabuana Haji Abdullah Iman al-Jawi. Setelah memasuki Caruban Larang, pertama kali Syaid Kamil mendarat di pelabuhan Muara Djati, kemudian ke desa Sembung-Pasambangan dekan Giri Amparan Djati.  Di sana Syarif Hidayatullah mengajarkan agama Islam  menggantikan Syeikh Datuk Kahfi yang telah meninggal dunia. Masyarakat setempat menganggap Sayid Kamil sebagai orang Arab, sehingga digelari Syeik Maulana Djati atau Syeikh Djati.
Selain di Sembung-Pasambangan, Syarif Hidayatullah, mengajarkan agama Islam di Dukuh Babadan. Di sana ia menemukan jodohnya dengan  Nyai Babadan puteri Ki Gedeng Babadan. Tetapi perkawinannya tidak berlangsung lama, karena Nyai babadan meninggal dunia dan tidak mempunyai anak.  Mengenai perkawinan Sunan Gunung Djati  sumber tradisional seperti Wawacan Sunan Gunung Djati dan Babad Banten mengatakan bahwa ia menikahi beberapa orang isteri di antaranya Nyai Babadan, Nyai Rara Djati, Ratu Kawung Anten, Ratu Tepasan dan sorang puteri Cina On Tien. 
Pertemuan antara Syarif Hidayatullah, Dipati Keling beserta anak buahnya  dengan uwaknya Sri Mangana Pangeran Cakrabuana Haji Abdullah Iman Al Jawi, telah melahirkan kekuatan baru bagi kerajaan Islam Cirebon,  terutama dalam penyebaran agama Islam di daerah itu. Syarif Hidayatullah beserta Dipati Keling dan anak buahnya oleh Pangeran Cakrabuana ditempatkan di Giri Sembung untuk mengelola Pondok Quro Amparan Djati peninggalan Syekh Datuk Kahfi.  Selain itu, oleh uwaknya Syaid Kamil dinikahkan dengan puterinya yaitu Nyai  Mas Pakungwati yang merupakan saudara sepupunya sendiri.
Di Giri Sembung, Syarif Hidayatullah disebut dengan Syeikh Maulana Djati atau Syeikh Djati. Setelah mengelola Pesantren di Giri Sembung, kemudian nama Syaid Kamil atau Syarif Hidayatullah  semakin terkenal dan dikenal dengan sebutan Susuhunan Djati atau Sunan Cirebon. Dalam mengajarkan agama Islam di Cirebon, Syeikh Djati tidak mengalami kesulitan, karena santri- santri yang belajar di pesantrennya sama-sama menganut Islam mazhab Syafi’i.
Menurut Sunarjo (1983), ke Cirebon telah datang rombongan dari Banten menghadap kepada Sunan Gunung Djati. Adapun kedatangan mereka adalah untuk meminta Sunan Gunung Djati atau Syarif Hidayatullah untuk mengajarkan  agama Islam di Banten. Menurut Carita Purwaka Caruban Nagari, setelah berunding dan mendapat restu dari Sri Mangana Pangeran Cakra Buana Haji Abdullah Iman al-Jawi raja Kerajaan Islam Cirebon yang sekaligus uwak dan mertuanya, maka Syarif Hidayatullah pergi ke Banten.
Pada saat sedang giat-giatnya mengajarkan agama Islam di Banten, Syarif Hidayatullah di panggil pulang ke Cirebon karena tenaganya sangat dibutuhkan oleh Raja Cirebon. Setibanya di Cirebon, Sunan Gunung Djati diserahi  tugas untuk menggantikan Sri Mangana Pangeran Cakra Buana haji Abdullah Iman al-Jawi sebagai Raja di Kerajaan Islam Cirebon yang telah dikuasainya selama 30 tahun. Kemudian setelah menyerahkan kekuasaan pada Sunan Gunung Djati, memilih hidup sebagai Muslim yang saleh  dengan mempelajari Ilmu Ma’rifatullah.
Untuk penobatan  Susuhunan Djati sebagai penguasa Kerajaan Islam Cirebon dilakukan oleh para wali yang tergabung dalam Wali Sanga dari Jawa Timur di antaranya Raden Fatah  dari Kesultanan Demak yang didampingi oleh Panglima Perang Kesultanan Demak Fadhilah Khan. Peristiwa penobatan Syarif Hidayatullah sebagai Raja Kerajaan Islam Cirebon terjadi pada tahun 1479. Sejak tahun itulah  Caruban Larang atau Cirebon menjadi pusat sebuah kesultanan Islam.
Menurut  Hoesen Djajadiningrat (1913),  setelah Sunan Gunung Djati jadi penguasa Kerajaan Islam Cirebon, secara damai ia mengajarkan  dan menyebarkan agama Islam. Pada saat itu, beribu-ribu  orang berdatangan kepada Sunan Gunung Djati untuk berguru agama Islam. Pada awalnya kepala-kepala daerah di sekelilingnya mencoba menentang gerakan itu. Tetapi mereka melihat tentangannya tidak berguna, mereka membiarkan diri mereka  sendiri terseret  oleh gerakan tersebut. Para bupati seperti Galuh, Sukapura, dan Limbangan menerima dan memeluk agama Islam dan menghormati Sunan Gunung Djati. Para penguasa di sekitar Cirebon menganggap bahwa Sunan Gunung Djati  adalah sebagai  peletak dasar bagi dinasti sultan-sultan Cirebon.
Dalam menjalankan pemerintahannya, Sunan Gunung Djati menggunakan sistem desentralisasi. Adapun pola kekuasaannya Kerajaan Islam Cirebon menggunakan pola Kerajaan Pesisir, di mana pelabuhan mempunyai peranan yang sangat penting dengan dukungan wilayah pedalaman  menjadi penunjang yang vital. Struktur pemerintahan Kerajaan Islam Cirebon menurut Carita Purwaka Caruban Nagari, terdiri dari Tumenggung sebagai pemimpin tertinggi, kemudian penasehat, dan pimpinan tentara atau lasykar yaitu para Adipati, kemudian para pemimpin wilayah yang lazim disebut dengan Ki Gedeng.
Adapun program-program yang dijalankan dalam memipin pemerintahan di Cirebon, menurut Sunarjo (1983) Sunan Gunung Djati adalah intensitas pengembangan agama Islam  ke segenap penjuru Tatar Sunda. Sedangkan di bidang ekonomi Sultan menekankan  bidang perdagangan terutama dengan nagari-nagari di wilayah Nusantara. Selain  itu dikembangkan pula hubungan perdagangan dengan  negeri Campa, Malaka, Cina, India, dan Arab.
Setelah  membangunan kekuatan-kekuatan ekonomi, Sunan Gunung Djati sebagai kepela pemerintahan melakukan penataan pemerintahan baik di pusat maupun di wilayah-wilayah nagari. Untuk kelancaran pemerintahan, maka Sultan menempatkan kerabat-kerabat dan ulama-ulama sebagai unsur pimpinan pemerintahan baik pusat maupun daerah.
Menyadari posisi Cirebon sebagai pusat penyebaran agama Islam, pusat kekuasaan politik, serta pusat perekonomian yang sangat strategis, maka Sunan Gunung Djati mempercepat pengembangan kota tersebut.  Untuk hal itu, maka ia menjalin hubungan dengan Kerajaan Islam Pesisir Utara Jawa yaitu Kerajaan Islam Demak.
Menurut Tome Pires  seorang akuntan Portugis yang pernah tinggal di Cirebon  pada tahun 1513 memandang bahwa Cirebon merupakan bagian dari Demak  (Graff, 1974:138).  Dalam bukunya Suma Oriental (1944)  bahwa di Cirebon (the land of Cherimon ) dikepalai oleh Lebe Uca, dan merupakan vassal seorang lord dari Demak  yaitu Pete Rodim. Menurut Atja (1972)  yang dimaksud oleh Tome Pires Lebe Uca adalah  Sunan Gunung Djati dan Pete Rodim adalah Raden Fatah.  Bisa jadi pandangan semacam itu  terjadi karena Tome Pires  melihat bahwa pada saat Sunan Gunung Djati naik tahta menjadi raja di Kerajaan Islam Cirebon  menggantikan Sri Mangana Pangeran Cakrabuana Haji Abdullah Iman al-Jawi  yang melantiknya adalah para wali di antaranya  Raden Fatah Sultan Kerajaan Islam Demak.  Dengan dilantiknya Sunan Gunung jati oleh Raden Fatah, maka Tome Pires menganggap bahwa hal tersebut sebagai bukti ketundukan penguasa Cirebon kepada penguasa Demak. Oleh karena itu,  Tome Pires menganggap bahwa Cirebon merupakan vassal Kerajaan Islam Demak.
Hubungan antara  Cirebon dan Demak, menurut De Graaf (2001) dan F. de Haan (1912) selain karena kepentingan politik, juga didasari  oleh hubungan keluarga. Hal ini ditandai dengan perkawinan Sunan Gunung Djati sendiri dengan Nyai Ageng Tepasan. Menurut Wawacan Sunan Gunung Djati  Nyai Ageng Tepasan dianggap  ibu asal dari para sultan Cirebon.Dari perkawinan itu, Sultan Cirebon mempunyai dua orang anak yaitu  Nyai Ratu Ayu dan Pangeran  Muhammad Arifin yang kemudian dikenal dengan Pangeran  Pasarean.
Menurut Hoesen Djajadiningrat (1913), berdasarkan Babad Cirebon dan Wawacan Sunan Gunung Djati serta Sejarah Para Wali, perkawinan politik antara penguasa Cirebon dengan Demak terus berlangsung, yaitu dengan  perkawinan  Pangeran Brata Kencana atau Pangeran Gung Anom putera Sunan Gunung Djati dari Nyai Lara Bagdad dengan Ratu Nyawa puteri Raden Patah. Sebenarnya  sebelum pernikahan itu, sebelumnya sudah terjadi pernikahan lain yaitu pernikahan antara  Pangeran Jaya Kelana putera Sunan Gunung Djati atau kakaknya Brata Kelana dengan  Nyai Ratu Pembaya saudara Ratu Nyawa isteri Brata Kelana. Tetapi pernikahan mereka tidak lama, karena para pangeran meninggal dunia saat terjadi pertempuran melawan bajak laut ketika dalam perjalanan dari Demak ke Cirebon. Setelah meninggal Pangeran Jaya Kelana,  Nyai Ratu Pembaya menikah lagi dengan  Ki Fadhillah Khan atau Fatahillah atau Faletehan sebagai isterinya yang ke dua (Sunarjo, 1983:68). Selain itu menurut Hoesen Djajadiningrat (1913) untuk memperkokoh hubungan Cirebon dan Demak maka dikawinkanlah putera Sunan Gunung Djati yaitu Pangeran Pasarean dengan  Ratu Nyawa puteri Sultan demak yang juga janda dari kakaknya yaitu Pangeran  Brata Kelana.  Menurut Babad Tanah Jawi, dan Babad Pajajaran, hubungan kedua kerajaan Islam itu semakin erat terutama setelah  perkawinan Nyai Mas Ratu Ayu dengan Pangeran Sabrang Lor. Tetapi pernikahan inipun tidak berlangsung lama karena Pangeran Sabrang Lor yang dikenal dengan Raja Demak II meninggal. Kemudian Janda Raja Demak II  tersebut menikah lagi dengan  Fatahillah.
Menurut Hasan Muarif Ambari (1997) Islam di Cirebon  berkembang dalam dua bentuk aliran, yaitu aliran Suni dan Syiah. Penyebar-penyebar Islam periode pertama adalah  para pedagang Arab Islam , para mubaligh,  para musyafir, para ahli kriya dan seniman di berbagai bidang.  Mereka sangat dimungkinkan menganut tarekat-tarekat tertentu dengan cara meleburkan diri  terhadap pengembangan tarekat di Cirebon dan sekitarnya.
Menurut  Carita Purwaka Caruban Nagari, Sunan Gunung Djati  untuk mendukung pemerintahannya, ia terus membangun sarana-sarana pendukung baik itu sarana ekonomi, politik maupun agama. Untuk sarana di bidang agama, Sunan Gunung Djati membangun mesjid agung. Berdasarkan sumber tradisional, pembangunan Mesjid Agung Cirebon didirikan dengan bantuan para wali seperti Raden Patah yang mengirimkan seorang arsitek dan sekaligus sebagai arsitek Mesjid Agung Cirebon yaitu Raden Sepat. Kemudian bantuan datang dari Sunan Bonang, Sunan Kali Jaga dan Sunan Ampel. Mesjid tersebut oleh para wali diberi nama Mesjid Sang Cipta Rasa. Menurut De Graaf (2001), mesjid Sang Cipta Rasa menjadi model mesjid di kota-kota Islam di Jawa. Menurut sumber-sumber lokal  mesjid tersebut pernah digunakan untuk pelaksanaan musyawarah Wali Sanga dalam  pengadilan untuk mengadili Syekh Lemah Abang atau Syekh Siti Jenar.
Untuk  sarana  politik, Sunan Gunung Djati memperluas bangunan Istana Pakung Wati sebagai tempat pusat kegiatan pemerintahan. Kemudian di bidang ekonomi, Sultan Cirebon  selain memperluas  jaringan perdagangan,  untuk mendukung kegiatan ekonomi dibuat jalan-jalan antara istana ke pelabuhan Muara Djati  dan pasar.
Setelah Cirebon berada dibawah kekuasaan kesultanan Islam yang dipimpin oleh Syarif Hidayatullah atau Sayid Kamil, atau Syeikh Djati, atau Susuhunan Djati, maka kota tersebut tumbuh menjadi pusat kekuatan politik  Islam di Jawa Barat atau Tatar Sunda. Selain itu Cirebon dibawah kekuasaan Syarif Hidayatullah  selain sebagai pusat kekuasaan Kesultanan Islam juga merupakan pusat penyebaran agama Islam dan sekaligus sebagai pusat perdagangan yang menjadi lintasan perdagangan internasional  yaitu lintasan perdagangan jarak jauh (long dintance trade line)  yang dikenal perdagangan Jalur Sutra. Dengan demikian maka dalam waktu singkat dibawah kekuasaan Sunan Gunung Djati Cirebon  tumbuh menjadi sebuah kota metropolis.
Sebagai sebuah kota metropolis, Cirebon mempunyai karakteristik  di antaranya sebagai berikut:
  1. Tumbuhnya kehidupan kota yang bernafaskan Islam dengan pola penyusunan masyarakat serta hirearki sosial yang kompleks.
  2. Berkembang arsitektur baik yang sakral maupun yang profan seperti Mesjid Sang Cipta Rasa, Keraton, dan bangunan lainnya yang mengadapatasi rancang bangun dan ornamen pra-Islam.
  3. Tumbuhnya karya seni baik itu seni pahat, seni lukis, maupun sastra Islam. Hal ini bisa dilihat dari hasil karya seni seperti seni batik, seni musik, kaligrafi, dan karya sastra serta lainnya.
  4. Tumbuh subur pendidikan Islam yaitu pesantren di sekitar Cirebon.
  5. Cirebon masuk dalam jaringan penyebaran agama Islam yang dipimpin oleh Wali Songo.
Di samping hal-hal tersebut di atas yang menjadikan tumbuhnya Cirebon sebagai sebuah kota metropolis adalah:
Pertama, dukungan sarana dan prasarana esensial pemerintahan dan ekonomi sebagai sebuah ibu kota Kerajaan Pesisir sepert:
  • Keraton sebagai tempat kediaman resmi raja (Kepala Negara / Susuhunan dan pusat pemerintahan terletak tidak jauh dari Pelabuhan Muara Djati.
  • Mesjid Agung sebagai tempat ibadah dan tempat merumuskan program pengembangan agama Islam.
  • Pelabuhan utama Muara Djati dapat diandalkan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat dan kerajaan.
  • Jalan raya utama yang menghubungkan ketaron sebagai pusat pemerintahan dengan pelabuhan sebagai pusat perekonomian, dan Mesjid sebagai pusat keagamaan.
  • Pasar sebagai pusat perdagangan di Psambangan.
Kedua, telah dikuasainya daerah- daerah belakang (hunterland)  yang diandalkan untuk mensuplay bahan pangan.
Ketiga, dibentuknya pasukan lasykar yang dipimpin para dipati (panglima) yang berwibawa dan loyal pada Kerajaan.
Keempat, adanya penasehat-penasehat raja di bidang pemerintahan maupun agama. Kemudian diangkatnya  penasehat yang merupakan  pembantu utama di tingkat pusat, kemudian  kepala wilayah yaitu Ki Gedeng yang loyal  pada raja dan berdedikasi tinggi dan berwibawa.
Kelima, terjalinnya hubungan antar  negeri yang erat antara Cirebon dan Demak.
Keenam, mendapat dukungan penuh dari para wali yang tergabung dalam Wali Sanga yang mempunyai kharisma dalam masyarakat terutama di pesisir pantai Utara Jawa.
Ketujuh, bebasnya Cirebon dari ancaman Kerajaan Sunda Pajajaran (Prabu Siliwangi) karena Cirebon dianggap masih ada pertalian darah dengan penguasa Pajajaran.
Kesultanan Islam Cirebon  secara  geopolitik  menampilkan strategi situasional  yang tepat. Hal itu disebabkan karena  pada saat muncul kekuatan Islam di Tatar Sunda di wilayah itu tengah terjadi rotasi lokalisasi pusat kekuasaan dari  pedalaman  yaitu pusat kekuasaan kerajaan Hindu  ke pesisir.  Jadi pada saat yang bersamaan di daerah pesisir tumbuh dengan mantap pusat kekuasaan Islam di daerah pesisir.  Disini sangat memungkinkan  bahwa pada masa kesultanan Islam Cirebon, terjadi percampuran  antara etnis Sunda dan Jawa yang kemudian melahirkan sub-etnik sunda yaitu Cirebon. Menurut Ayat Rohaedi (1995:308) mereka  adalah orang Cirebon, yang berbahasa Jawa Cirebon, dan mengembangkan  budaya Cirebon. Dengan demikian, Kesultanan Cirebon telah melahirkan  karakteristik masyarakat yang beragam budaya, dengan  ciri  kehidupan kota bandar dengan masyarakat religius dan egalitarian, sesuai dengan konsep ummah.
Cirebon sebagai sebuah  pusat kekuasaan politik dan dakwah berada diantara pusat-pusat kekuasaan lainnya. Untuk menjelaskan mengenai hal tersebut  perlu dijelaskan bagaimana geostrategi Cirebon pada abad ke 16 terutama aspek ekonomi dan politik. Hal ini perlu dijelaskan karena peran Cirebon  sebagai pusat kekuasaan dan dakwah Islam merupakan  bagian inheren dari sosialisasi Islam di Jawa Barat.
Secara ekonomis Kesultanan Islam Cirebon  yang dipimpin oleh Sunan Gunung Djati  berada didalam jalur internasional perdagangan jarak jauh yaitu pedagangan jalur sutra. Dengan letaknya yang strategis secara ekonomis, maka di kesultanan Cirebon  tumbuh dan berkembang pemukiman  bagi para pelaku ekonomi baik yang berasal dari dalam maupun luar Cirebon atau pendatang.  Hal inilah  yang mendorong  Cirebon muncul kota bandar dan merupakan salah satu bandar utama di  pantai Utara Jawa. Letak  Kesultanan Cirebon secara diametral  berada pada jalur antara Banten dan Jayakarta di bagian Barat dan  Demak, Jepara, Tuban, Gresik dan Giri di bagian Timur. Dengan demikian posisi bandar Cirebon berada  ditengah jaringan  ekonomi perdagangan dan penyiaran Islam baik ke Barat maupun ke Timur.
Jatuhnya Malaka ke  tangan Portugis telah merubah  peta geopolitik dan geoekonomi  Jawa dan telah menempatkan Cirebon dalam posisi strategis baik secara ekonomi maupun politik. Secara geopolitik, bersamaan dengan  munculnya kekuasaan kesultanan Islam Cirebon dibawah kekuasaan Sunan Gunung Djati, menurut De graf (2001:10) di wilayah kekuasaan raja-raja pesisir terjadi hegemoni kekuasaan Kesultanan Demak. Gerakan  transformasi agama dan politik dari Kesultanan Demak selain  ke wilayah timur yaitu Pajang dan Mataram juga ke arah Barat. Menurut Prodjokusumo (1991:68) berkat dukungan dari Sultan Demak, Sunan Gunung Djati  dapat melebarkan pengaruh dan kekuasaannya di Sunda Kelapa, kemudian ke Banten Girang dan Pakuan Pajajaran.
Kesultanan Islam Cirebon yang dipimpin oleh Sunan Gunung Djati  terus menjalin hubungan dengan sentra-sentra politik di antaranya dengan Demak yang pada saat itu dianggap eksfansif dan hegemonis. Dalam menjalin hubungan  dengan kekuatan politik lainnya  di wilayah Barat Kesultanan Islam Cirebon memantapkan  strategi penyiaran Islam sekaligus kepentingan politiknya untuk  menghadapi  Portugis dan Belanda dengan menempatkan Pangeran Maulana Hasanudin putra Sunan Gunung jati dari Isterinya kawung Anten menjadi  penguasa di Banten. Kemudian Sunan Gunung Djati mematahkan  pengaruh Portugis di Sunda Kelapa. Selain itu dengan aliansi antara Cirebon dan demak maka selain menaklukan dan  merebut Sunda Kelapa juga menaklukan Pakuan Pajajaran  yang Hinduistis. Sementara untuk ke arah Timur Sultan Cirebon Syarif Hidayatullah  memantapkan hubungan dengan sentra-sentra kekuasaan raja-raja Muslim di pesisir yang merupakan jaringan dari Wali Songo seperti hubungannya dengan Sunan Kali Jaga.
Menurut Carita Purwaka Caruban Nagari, Selain mengendalikan kekuasaan politik sebagai penguasa kesultanan Islam Cirebon, Sunan Gunung Djati terus menyebarkan agama Islam ke seluruh pelosok tatar Sunda dengan dtemani oleh para pembantunya. Menurut  Nina Lubis ( 2000 ) daerah-daerah yang dijelajahi oleh Sunan Gunung  Djati  adalah Ukur Cibaliung (Kabupaten Bandung ), Timbanganten (Kabupaten Garut ), Pasir Luhur, Batu layang, dan pengadingan (wilayah Barat dan Selatan Sumedang Larang). Daerah-daerah lain yang berhasil diIslamkan sebagaiman diceritakan dalam sumber-sumber tradisional adalah nagari Talaga, Raja Galuh, Dermayu, Trusni, Cangkuang dan Kuningan. Jika diperkirakan, maka gerakan Islamisasi Sunan Gunung Djati saat itu telah mencapai  2/3 wilayah Jawa Barat.
Setelah meninggalnya Sunan Gunung Djati tahun  1568 Masehi, menurut F. de Haan dalam bukunya Priangan  kekuasaannya di Cirebon  diteruskan oleh puranya yaitu Panembahan Ratu. Hal ini disebabkan karena  Pangeran Paseran menjadi Raja Cirebon  tidak lama karena beliau meninggal. Saat itu Sunan Gunung Djati masih hidup. Pada tahun 1570 yang berkuasa di Cirebon adalah Penembahan Ratu yang memerintah sampai dengan 1649.
Menurut Hasan Muarif Ambari (1998) kemantapan posisi geopolitik Cirebon seringkali diuji oleh tekanan Mataram terutama pada saat kekuasaan Mataram semakin kuat dan meluas.  Cirebon sering ditempatkan pada posisi sulit, seperti pada saat terjadi  konflik antara Mataram-VOC.  Hubungan Cirebon-Mataram bagaikan api dalam sekam. Selain itu posisi Cirebon sering dimanfaatkan oleh Mataram menjadi penghubung antara Mataram-Banten, dimana jika terjadi konflik akan mempersulit posisi Cirebon.  Untuk hal itu  akhirnya Cirebon memilih proteksi Belanda  pada 1681.
Posisi Cirebon secara politik sangat penting dan strategis bagi Mataram. Hal ini disebabkan karena Cirebon  dapat menjadi penghubung  bagi Mataram untuk menetralisir Kesultanan Banten untuk bertkembang lebih jauh. Sementara untuk menghadapi VOC, mataram menggunakan Cirebon sebagai “buffer-fower” untuk  menahan laju VOC yang berpusat di Batavia. Selain itu Cirebon bagi Mataram dianggap mampu  mengamankan dan menyediakan logistik militer bagi operasi Mataram ke Barat khususnya Batavia.
Hubungan Cirebon dengan Mataram tidak saja disebabkan karena beberapa kepentingan politik maupun ekonomi, tetapi juga karena hubungan keluarga melalui perkawinan meskipun perkawinanya itu lebih kental dengan nuansa politik. Hal ini terjadi pada saat Sultan Agung dari Mataram sedang giat-giatnya melakukan invasi ke Barat maupun ke Timur dan saat itu Cirebon merupakan satu-satunya wilayah yang tidak diinvasi Mataram.  Pada saat itu  Kesultanan Cirebon berada di bawah kekuasaan Panembahan Ratu. Di mana dalam menjalankan pemerintahannya ia lebih  diarahkan pada penguatan kehidupan keagamaan. Sultan Cirebon saat itu lebih banyak bertindak sebagai ulama dari pada sebagai umaro. Sultan Panembahan Ratu lebih mementingkan kepentingan agama daripada ekonomi dan politik.  Hal inilah yang membuat segan Sultan Agung dari Mataram untuk menginvasi Cirebon. Disamping itu Sultan Cirebon Panembahan Ratu  usianya lebih tua daripada Sultan Agung  dan menganggap sebagai guru.  Pada saat Mataram gagal menyerang batavia, VOC mendekati Panembahan Ratu Sultan Cirebon, tetapi tidak berhasil. Untuk  membendung pengaruh VOC maka diadakan perkawinan politis antara keluarga Kesultanan Cirebon dengan Kesultanan Mataram. Perkawinan pertama terjadi antara  Saudara kakak perempuan Panembahan Ratu yaitu Puteri Ratu Sakluh dengan Sultan Agung yang kemudian melahirkan Susuhunan Amangkurat I. Perkawinan berikutnya adalah antara  puteri Amangkurat I  dari Mataram dengan Panembahan Girilaya dari Cirebon. Hal inilah yang menempatkan posisi Cirebon dalam perkembangan sejarahnya  pada akhir abad ke 16 lebih codong ke Mataram dan bahkan menjadi vassal dari Mataram. Menurut  F. de Haan dalam Priangan pada awalnya hubungan antara Cirebon dan Mataram adalah hubungan persahabatan sejak masa perjanjian antara  Senapati dari Mataram dengan Panembahan Ratu dari Cirebon. Tetapi lambat laun dengan tanpa kekerasan  kedudukan persamaan antara keduanyan berubah. Cirebon yang tadinya sebuah kerajaan  sahabat Mataram menjadi  sebuah kerajaan taklukan Mataram.
Perkawinan politik antara Cirebon dengan Mataram telah mengakibatkan  jatuhnya kekuasaan Cirebon secara tidak langsung kedalam kekuasaan Mataram. Hal ini terjadi setelah Panembahan Ratu wafat pada tahun 1649. Kedudukannya  digantikan oleh cucunya yaitu Panembahan Grilaya, karena puteranya Pangeran Seda Ing Gayam telah wafat terlebih dahulu.  Saat itu terjadi perubahan sikap dari  Amangkurat I terhadap Cirebon.  Perubahan itu diperlihatkan ketika ia mengharuskan Panembahan Girilaya bersama  puteranya  Martawijaya dan Kertawijaya tinggal di Mataram sampai akhirnya meninggal di Mataram.  Menurut  Ekajati (1978)  sikap Amangkurat tersebut  karena menganggap Girilaya bersalah telah membiarkan  pasukan Banten masuk Cirebon, sementara Banten  konflik dengan Mataram.
Banten
SEJARAH Banten tidak dapat dilepaskan dari sejarah Cirebon. Hal ini disebabkan karena menurut beberapa sumber bahwa ada hubungan yang erat secara historis antara Banten dan Cirebon. Masalah ini berhubungan dengan  peran seorang tokoh penyebar agama Islam yaitu Sunan Gunung Djati yang telah dianggap sebagai peletak  dasar bagi lahirnya dua kesultanan Islam di Jawa Barat sekaligus yaitu Kesultanan Islam Cirebon dan Banten.
Sejarah Islam di Banten dimulai pada fase akhir dari Kerajaan Hindu Pajajaran  yang saat itu sudah mulai menampakan tanda-tanda kemundurannya. Pada saat kekuasaan Hindu Pajajaran sudah mulai melemah, muncul gerakan dakwah Islam yang dipelopori oleh Wali Sango.
Menurut sebuah sumber, pada saat Kerajaan Pajajran menuju pada titik kehancuran, di Banten telah banyak penduduk yang memeluk agama Islam berkat gerakan dakwah yang dilakukan oleh Sunan Ampel. Banten pada saat itu telah menjadi  pelabuhan yang ramai dikunjungi oleh para pedagang  baik lokal maupun internasional. Seiring dengan meningkatnya  perdagangan antara wilayah Timur dan Barat  maka saat itu Banten menjadi tempat persinggahan para pedagang dari Arab, Cina, India dan Perlak serta para mubaligh . Menurut Halwani Michrob (1990:50), penyebaran Islam di Banten telah dimulai sejak abad ke 7 dan 8 Masehi. 
Sebelum kedatangan Syarif Hidayatullah ke Banten untuk mengajarkan agama Islam, didaerah itu sudah ada komunitas masyarakat Muslim yang telah mempelajari agama Islam dibawah bimbingan Sunan Ampel.  Selain itu  menurut  Afif Amrullah (1990:44)di sana sudah ada mesjid jami tempat beribadah  orang-orang yang telah memeluk agama Islam di Banten yaitu  mesjid di daerah Pacinan.
Menurut Carita Purwaka Carauban Nagari,  kedatangan Sunan Gunung Djati ke Banten terjadi pada saat dia sedang menuju ke Jawa untuk tujuan menyebarkan agama Islam  setelah terlebih dahulu singgah di Pasai. Banten pada saat itu merupakan vassal kerajaan Demak. Kedatangan Sunan Gunung Djati yang pada saat itu masih bernama  Syarif Hidayatullah atau Sayid Kamil diiringi oleh Dipati Keling dan para pengawalnya berjumlah  98 orang. Ketika tiba di Banten,  Syarif Hidayatullah bertemu dengan Ali Rakhmatullah atau dikenal dengan Sunan Ampel yang sedang mengajarkan agama Islam pada penduduk Banten.  Syarif Hidayatullah kemudian berguru kepada Sunan Ampel.
Setelah  cukup lama tinggal di Banten, Syarif Hidayatullah pergi ke Demak bersama dengan Sunan Ampel. Dari Demak  dia pergi ke Cirebon setelah mendapat tugas dari para wali untuk menyebarkan agama Islam di wilayah Jawa bagian Barat.  Di Cirebon Syarif Hidayatullah berhasil menyebarkan agama Islam dan  menjadi penguasa kerajaan Islam Cirebon menggantikan  uwaknya Pangeran Cakra Buana.
Sunan Gunung Djati terus membina teritorial wilayah kekuasaannya sambil berdakwah mengajarakan agama Islam ke wilayah pedalaman seperti ke Ukur Cibaliung, Timbanganten,  Pasir Luhur, Batu Layang dan Pegadingan.  Gerakan penyebaran agama Islam terus ke wilayah Banten yang saat itu bagian dari Kerajaan Sunda Pajajaran.
Menurut sebuah sumber tradisional,  kedatangan Sunan Gunung Djati ke Banten atas permintaan utusan Banten yang datang ke Cirebon untk mengajarkan agama Islam di Banten.  Menurut Sunarjo (1983) dengan persetujuan Sri Mangana Pangeran Cakrabuana Haji Abdullah Iman Al Jawi yang saat itu menjadi Raja di Kerajaan Islam Cirebon, maka Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Djati pergi ke Banten untuk mengajarkan agama Islam.
Di Banten, Syekh Maulana Djati atau Syarif Hidayatullah atau Sunan  Gunung Djati mengajarkan agama Islam sehingga banyak penduduk Banten yang masuk agama Islam meninggalkan agama lama yaitu Hindu.  Salah satu keberhasilan dakwah Sunan Gunung Djati saat itu adalah  dapat mengIslamkan penguasa Banten yaitu Bupati Kawung Anten. Mereka bersama keluarga dan para pengikutnya memeluk agama Islam dan berguru pada Syarif Hidayatullah. Selain mengIslamkan Bupati Kawung Anten, Sunan Gunung Djati atas restu dari Bupati Kawung Anten menikah dengan Nyai Kawung Anten adik  bupati tersebut. Dari perkawinannya itu, Sunan Gunung Djati  mempunyai dua orang anak yaitu Ratu Winaon dan Pangeran Sebakingkin. Menurut Sajarah Banten Sunan Gunung Djati tinggal di Banten sampai dengan tahun 1552.
Pada saat Islam sudah menyebar di Banten, dan mempunyai tonggak serta landasan  yang cukup kuat  dengan adanya legitimasi dari Bupati Kawung Anten, Syarif Hidayatullah pulang ke Cirebon. Kepulangannya ke Cirebon, karena  Raja Kerajaan Islam Cirebon sangat membutuhkan  tenaga Sunan Gunung Djati. Sepulangnya di Cirebon Sunan Gunung Djati diserahi tugas untuk memimpin Kerajaan Islam Cirebon oleh Raja Sri Mangana Pangeran Cakra Buana Haji Abdullah Iman al-Jawi karena usianya sudah tua. Naiknya  Sunan Gunung Djati sebagai  Raja di Kerajaan Islam Cirebon telah mengukuhkan kekuasaannya  atas dua wilayah Islam yaitu Cirebon dan Banten.
Setelah Sunan Gunung Djati diangkat menjadi Sultan di  Kerajaan Islam Cirebon,  yang dihadapi olehnya pada saat itu baik di  Banten maupun Cirebon adalah Kerajaan Sunda  Pajajaran yang berkoalisi dengan Portugis untuk menghadapi  kekuasaan Islam.  Pada saat itu Kerajaan Sunda Pajajaran  dan Portugis mempunyai dan menguasai  bandar-bandar yang cukup strategis seperti Bandar Banten, Sunda Kelapa, Pontang, Cikande, Tanggerang dan Cimanuk.
Setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis tahun 1511, dan Pasai tahun 1512, maka  pusat perdagangan pindah dari kedua tempat itu ke Bandar Banten.  Hal ini disebabkan karena  para saudagar Islam  yang terdiri dari orang Arab, Cina dan Persia memindahkan jalur perdagangannya dari Malaka ke Jawa Barat yaitu Banten. Menurut Hamka (1981) rute perdagangan dari pelabuhan Banten ke arah Timur  rutenya Banten-Maluku dan rute Barat meliputi Banten-Salida-Padang Pariaman-Singkel-Barus-kemudian ke Aceh Barat.
Pada waktu Tome Pires mengunjungi  kota-kota pelabuhan di wilayah Kerajaan Sunda Pajajaran tahun  1413, mengatakan bahwa Raja Sunda  merasa khawatir terhadap desakan dan perkembangan Islam di wilayah Timur. Kemudian dia berusaha membendung pengaruh agama Islam dengan cara mengurangi kedatangan saudagar-saudagar muslim  masuk ke bandar-bandar yang berada di wilayahnya. Usaha Raja Sunda Pajajaran itu tidak berhasil, karena kekuatan dan pengaruh agama Islam yang sebenarnya berasal dari Kerajaan Islam Demak yang saat itu sedang terus menerus mengembangkan  kekuasaannya untuk merebut hegemoni  di wilayah Timur setelah runtuhnya Kerajaan Hindu Majapahit sambil mengembangkan agama Islam. Menurut Hoesen Djajadiningrat (1913) guna menghadapi kekuatan dan pengaruh Islam dari Kerajaan Demak, maka Raja Sunda Pajajaran  mengadakan perjanjian  dengan Portugis tahun  1522 untuk melindunginya dari Kerajaan Islam Demak.  Kompensasi dari  perjanjian itu adalah  pemberian izin kepada  Henrique Leme pemimpin Portugis  untuk  mendirikan sebuah benteng di Sunda Kelapa serta  dizinkannya orang Portugis untuk  mengadakan tukar menukar lada dengan barang-barang yang diperlukan oleh penduduk setempat. Setelah ada kompensasi itu, maka Portugis  mendirikan  sebuah loji dan benteng kecil di Sunda Kelapa.
Menurut Sejarah Banten, pada tahun 1522 Jorge d’ Alboquerque Gubernur Malaka mengutus  Henrique Leme menemui Raja Sunda yang bernama Samiam untuk menjalin hubungan dagang dengannya. Tawaran itu disambut baik oleh raja Pajajaran, karena diapun punya kepentingan  dengan Portugis untuk membatu Pajajaran  menghadapi bangsa Mor (Islam). Perjanjian antara Porugis dan Pajajaran  dilakukan pada tanggal 21 Agustus 1522. Saat itu menurut Hoesen Djajadiningrat (1913),  yang menjadi saksi perjanjian tersebut adalah Mandari Ta’da, Tamingo Sangue de Pate, dan Bengar seorang syahbandar  Sunda Kelapa. Adapun isi perjanjian Portugis dan Pajajaran adalah:
  • 1. Portugis akan mendirikan benteng di Banten dan Sunda Kelapa.
  • 2. Untuk kapal Portugis yang datang, akan diberi muatan lada kemudian harus ditukar oleh pihak Portugis dengan barang-barang yang dibutuhkan oleh Pajajaran.
  • 3. Pada saat benteng mulai di bangun, pihak Pajajaran akan menyerahkan 1000 Karung lada tiap tahun, dan harus ditukar dengan keperluan Pajajaran sebanyak 351 Kwintal.
Dengan adanya  perjanjian tersebut, maka peranan Malaka  telah dikuasai sepenuhnya oleh Portugis, dan dengan dikuasainya Banten dan Sunda Kelapa, maka jalur perdagangan internasional  yang menghubungkan Cirebon dan Demak menjadi terputus.
Untuk menghadapi Raja Sunda Pajajaran dan Portugis, menurut salah satu sumber sejarah, Sunan Gunung Djati mengirimkan  tim penyelidik  untuk mengetahui situasi terakhir di Banten dan Sunda Kelapa. Setelah menerima laporan dari utusannya, maka Sunan Gunung Djati atas persetujuan  Pangeran Cakrabuana dan Dipati Keling memutuskan untuk menyerang Banten dan Sunda Kelapa. Keputusan itu semakin diperkuat setelah menerima Fatahillah. Kedatangan Fatahillah atau Faletehan adalah menyampaikan pesan dan dukungan Sultan Demak untuk menyerang  Kerajaan Sunda Pajajaran dan Portugis di Banten dan Sunda Kelapa. Dukungan Raja Demak diikuti dengan pengiriman bantuan armada yang dipimpin oleh Fatahillah sebagai panglimanya.
Menurut Fruin-Mees (1925) dengan dibantu oleh kekuatan dari Demak yang dipimpin oleh   Fatahillah bersama pemimpin pasukan lainnya, pasukan dari Cirebon dipimpin oleh Pangeran Cirebon, Dipati Keling, dan Dipati Cangkuang  menyerang Banten, yang akhirnya Banten dapat direbut pada tahun 1525. Menurut Sajarah Banten, setelah Banten dapat direbut, maka  diangkat Hasanudin  jadi Dipati Banten dengan pusat pemerintahan Banten Girang.
Menurut beberapa sumber sejarah, setelah Banten  berhasil direbut oleh pasukan gabungan  Cirebon dan Demak, daerah itu menjadi bagian  dari Cirebon di bawah penguasaan Sunan Gunung Djati. Kemudian untuk menjalankan pemerintahan di Banten ia menyerahkannya kepada puteranya Hasanudin untuk menjadi Dipati Banten. Oleh karena itu menurut Hoesen Djajadiningrat    (1913)    yang meletakan dasar – dasar kekuasaan Islam di Banten adalah  Sunan Gunung Djati. Hal ini didasarkan bahwa meskipun Hasanudin  sebagai penguasa Banten, tetapi keputusan-keputusannya harus atas persetujuan Sunan Gunung Djati ayahnya.
Pada tanggal 8 Oktober 1526 Syarif Hidayatullah memindahkan pusat pemerintahan Banten dari Banten Girang ke Banten dekat Pelabuhan  yang kemudian dikenal dengan “Surosowan“. Menurut Halwani Michrob (1993) pemindahan pusat kekuasaan itu berhubungan dengan  situasi politik dan ekonomi Asia Tenggara saat itu dimana  Malaka telah  jatuh dibawah kekuasaan Portugis sehingga para pedagang segan melakukan hubungan dagang dengan Portugis dan memindahkan jalur perdagangannya dari Malaka ke Selat Sunda yaitu Banten.
Setelah menaklukan Banten, maka dilakukan penyerangan terhadap Batavia dengan kekuatan tambahan bantuan dari Banten dibawah pimpinan Hasanudin. Penyerangan ke Sunda Kelapa dipimpin oleh Fatahillah. Setelah lewat pertempuran sengit, maka Kerajaan Sunda dan Portugis dapat dipukul mundur dari Sunda Kelapa dan akhirnya pada tanggal 22 Juni 1527 dapat dikuasai dan diganti namanya menjadi Jayakarta. Setelah  dapat merebut Sunda Kelapa, maka atas persetujuan Sultan Demak Fatahillah diangkat menjadi Dipati Jayakarta.
Pemimpin pasukan yang memimpin penyerang terhadap Sunda Kelapa adalah Fatahillah. Berdasarkan sumber tradisional  Fatahillah mempunyai  gelar Maulana  Fadhilah Khan  al-Pasey Ibnu Maulana Mahdar Ibrahim Al Gujarat. Dia dilahirkan di Pasai  pada tahun 1490 Masehi. Ayahnya bernama Maulana Mahdar Ibrahim dari Gujarat India yang tinggal di Basem Pasai. Ayahnya mempunyai keturunan yang sama dengan Syarif Hidayatullah  yakni Nurul Amin. Selain itu Fatahillah juga merupakan menantu dari Sunan Gunung Djati.
Menurut salah satu sumber,  sebelum    penyerangan ke Sunda Kelapa, Fatahillah  tinggal di Demak.  Di sini dia mempunyai  dua orang isteri. Pertama  adalah Nyai Ratu Ayu puteri Sunan Gunung Djati janda dari Pangeran Sabrang Lor  Sultan Demak. Isteri kedua adalah Nyai Ratu Pembayun, puteri Sultan Demak Raden Patah  janda Pangeran Jaya Kelana putera Sunan Gunung Djati. Dengan demikian hubungan antara Fatahilah dengan Sunan Gunung Djati adalah menantu dari perkawinan dengan puterinya dan  suami dari menantunya.
Setelah  berhasil merebut Banten, Sunda Kelapa dan menggantinya menjadi Jayakarta, maka Sunan Gunung Djati  yang saat itu sudah tua menyerahkan  kekuasaan Kesultanan Islam Cirebon kepada Pageran Pasarean, kemudian Banten kepada Maulana Hasanudin, dan Jayakarta  kepada Fatahillah.
Setelah Sultan Hasanudin menjadi penguasa Kesultanan Islam Banten, maka terus dilakukan pengembangan-pengembangan baik itu agama, wilayah, politik maupun ekonomi.  Langkah  Sultan Hasanudin untuk  membangun dan mengembangkan Banten lebih menitikberatkan  pada pengembangan sektor  perdagangan.  Sarana dan prasarana terus dibangun untuk melengkapi dan menunjang kekuasaannya. Diantara  sarana- sarana yang dibangun oleh Sultan Banten adalah Keraton Surosowan sebagai pusat kekuasaan, Mesjig Agung yang letaknya disebelah Barat, Alun-alun sebagai pusat peristirahatan masyarakat dalam melakukan aktivitasnya di pusat kota Banten,  Pasar Pabean. Selain itu ditata pula pemukiman-pemukiman penduduk  untuk menghindari konflik seperti pemukiman  orang-orang Cina maka Sultan Hasanudin membuat  pecinan.
Banyaknya para pedagang muslim yang datang ke Banten selain aktif berdagang juga berdakwah,  maka selain pusat kekuasaan kota Banten itu penjadi pusat dakwah atau penyiaran agama Islam.  Dengan demikian, Banten selain sebagai pusat penyebaran agama Islam di Jawa bagian Barat juga Sumatera bagian Selatan terutama Lampung.
Pada waktu Cirebon dan Banten  dibawah kekuasaan Sunan Gunung Djati,  perbatasan antara kedua wilayah tersebut  tidak menjadi masalah. Tetapi ketika  Banten diserahkan kepada Maulana Hasanudin dan Cirebon  kepada   Pangeran Pasarean yang kemudian kepada Panembahan Ratu, maka batas-batas wilayah menjadi masalah  yang menimbulkan ketegangan hubungan antara Banten dan Cirebon.  Persoalan batas wilayah muncul setelah Kerajaan Sunda Pajajaran  dapat ditaklukan Banten dan eksistensinya telah sirna.
Dari beberapa sumber dikatakan bahwa setelah Kerajaan Sunda Pajajaran ditaklukan Banten, maka seluruh wilayah kekuasaan Pajajaran berada dibawah kontrol dan kendali Banten. Seluruh wilayah bekas Pajajaran harus tunduk pada peraturan-peraturan Sultan Banten. Diantara yang menjadi persoalan adalah wilayah Priangan dan Sumedang Larang.  Kedua wilayah itu awalnya merupakan bagian dari wilayah kekuasaan Pajajaran, sehingga setelah Pajajaran takluk kepada Banten, maka secara operasional pemerintahan berada dibawah kontrol Kesultanan Banten.  Tetapi menurut Sajarah Banten, dan Carita Purwaka Caruban Nagari, meskipun kedua daerah harus berada dibawah  kendali kekuasaan Banten pada kenyataannya dikedua daerah tersebut pengaruh Cirebon masih kuat. Masalah perbatasan  antara Cirebon dan Banten tidak dapat diselesaikan  secara resmi, sehingga persoalan tersebut membuat hubungan Banten dan Cirebon seperti bara api dalam sekam.
Pada awal kekuasaannya, Sultan Hasanudin memproklamirkan  bahwa Kerajaan Islam  Banten berada dibawah kekuasaan Kerajaan Islam Demak atau merupakan vassal dari Demak, Hal ini didasarkan karena  Banten dapat direbut dari Kerajaan Sunda Pajajaran dan dapat diIslamkan  dengan bantuan Raja Demak. Tetapi perkembangan berikutnya Sultan Hasanudin pada tahun  1568 memaklumkan bahwa Kerajaan Islam Banten  membebaskan diri dari Kerajaan Demak.
Menurut Hoesen Djajadiningrat (1983) Tindakan Hasanudin  melepaskan Kerajaan Islam Banten dari pengawasan  Demak merupakan  tindakan yang dianggap penting. Hal ini disebabkan selain untuk kemajuan pengembangan Banten, juga untuk menghindarkan diri dari kericuhan yang selalu terjadi pada keluarga kesultanan Demak yang masih merupakan keluarganya. Menurut De Graff (1989:151)  Hubungan keluarga antara  Banten dan Demak disebabkan oleh perkawinan antara Sultan Hasanudin dengan salah seorang puteri Kesultanan Demak yang dikaruniai beberapa orang anak. Sultan Hasanudin bertahta di Kerajaan Islam Banten selama  18 tahun.
 Sultan Hasanudin mempunyai anak tiga orang yaitu Puteri Pembayun, Pangeran Yusuf dan Pangeran  Arya yang tinggal di Jepara dengan bibinya Ratu Kalinyamat  yang nantinya menjadi Pangeran Jepara. Setelah Hasanudin meninggal dunia, maka Kesultanan Banten diserahkan kepada Pangeran Yusuf. Menurut Hamka   (1976:181) Pemerintahan Maulana Yusuf sebagaimana ayahnya merupakan sultan yang memimpin pemerintahan sekaligus pemimpin agama.
Kalau pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanudin pembangunan lebih dipusatkan pada bidang keamanan kota, perluasan wilayah  disamping menyebarkan agama Islam, maka pada masa kekuasaan Sultan Maulana Yusuf strategi pembangunan lebih dititik beratkan  pada pengembangan kota, keamanan wilayah,  perdagangan serta pertanian. Menurut  Husen Djajadiningrat (1983:153)  pasukan kerajaan Islam Banten dapat menaklukan  dan merebut Pakuan Pajajaran yang merupakan ibu kota Kerajaan Pajajaran pada tanggal 13 Desember 1579. Maka sejak peristiwa itulah Kerajaan Sunda Pajajaran habis riwayatnya. Gerakan perluasan wilayah oleh Sultan Maulana Yusuf diteruskan sampai ke pedalamam yaitu ke daerah-daerah yang masih dikuasai oleh Pajajaran. Menurut Nina Lubis (2000:56) sejak dikuasainya Ibukota Pakuan Pajajaran oleh Banten, maka di Jawa Bagian Barat tinggal beberapa kekuasaan yang lebih kecil dari kerajaan Sunda yaitu Banten, Cirebon, Sumedanglarang, dan Galuh.
Sebagaiman Cirebon,  Kesultanan Islam Bantenpun ditopang oleh  letaknya yang strategis sebagai Kota Bandar. Pada abad ke-16, Bandar Banten merupakan bandar yang bertarap internasaional. Letak Bandar Banten sangat strategis yaitu terletak  antara Malaka dan Gresik. Banyak kapal-kapal yang berlabuh disana seperti dari Cina, India, Arab, dan Eropa. Kedatangan kapal-kapal ke Bandar Banten tidak semata-mata  membawa barang dagangan dari negerinya, tetapi juga membeli komoditi dari Kerajaan Banten dan sekitarnya. Dengan demikian, maka Banten dapat menjalin hubungan bukan saja dengan daerah dipedalaman tetapi juga dengan dunia internasional. Selain itu di bandar Banten terjadi pula kontak sosial  yang memperlancar kontak budaya yang berasal dari kegiatan ekonomi ke bidang lainnya. Menurut Tome Pires dalam Suma Oriental, Pelabuhan Banten merupakan pelabuhan terpenting di Jawa.
Struktur masyarakat dan kota Banten, banyak dijelaskan oleh beberapa sumber baik itu sumber lokal maupun asing. Informasi tertua mengenai struktur masyarakat Banten  diperoleh dari  Yans Kaerel seorang  anggota armada Belanda yang berlabuh di Banten pada  bulan Nopember 1596 di bawah pimpinan Cornelis de Hautman.  Menurut Rouffaer dan Ijzerman (1915)  berdasarkan catatan Cornelis de Haoutman setiap kapal asing yang akan berlabuh dan berlayar di pelabuhan Banten  harus minta ijin dulu kepada Syah Bandar. Kemudian untuk memasuki kota Banten harus melalui  tempat pemungut pajak.
Gambaran mengenai Istana Raja Banten digambarkan oleh  Chijs (1881) dan Wertheim (1956)  bahwa Istana raja menghadap  ke Utara dikelilingi oleh parit dan rumah-rumah kecil, di sebelah gerbang utama terdapat rumah jaga, dan setelah  melalui pintu masuk  istana terdapat tempat terbuka dengan tiang  dan permadani. Sedangkan mengenai Iuas kota Surosowan  menurut catatan Valentijn kalau dijelajahi dengan jalan kaki akan selesai selama dua jam.
Dari beberapa catatan orang asing yang mengunjungi Banten pada masa kesultanan menggambarkan struktur masyarakat Banten  digolongkan pada empat golongan yaitu :
  • 1. Golongan raja dan keluarga, menduduki status sosial yang paling tinggi, hal ini disebabkan karena fungsi dan jabatannya merupakan pemegang kekuasaan politik dan ekonomi.
  • 2. Golongan elit, yaitu kelompok yang memiliki status sosial tinggi karena jabatannya seperti bangsawan Mangkubumi, Menteri, Laksamana, Senopati, Ulama, Tumenggung dan Syah Bandar.
  • 3. Golongan bukan elit, seperti para pedagang, nelayan, tentara, petani, seniman, dan pejabat rendahan.
  • 4. Golongan budak yaitu yang tidak mampu membayar utang
Selain masalah  stratifikasi sosial dalam masyarakat, menurut Hasan Muarif Ambari (1998)  di Banten dapat dilihat pula pengelompokan pemukiman menjadi empat kelompok yaitu :
  • 1. Pengelompokan atas dasar ras dan suku yang terdiri dari kebalen (pemukiman orang Bali), karoya (pemukiman orang Koga dari India), dan karangantu (pemukiman orang asing lainnya).
  • 2. Pengelompokan atas dasar keagamaan yang terdiri dari kapakihan (pemukiman kaum ulama), dan kasunyatan (pemukiman orang suci).
  • 3. Pengelompokan atas dasar sosial ekonomi yaitu pamarican (tempat penyimpanan lada ), pabean (tempat manrik pajak), pajaringan (tempat pemukinan nelayan ), pasulaman ( tempat pengrajin sulam), kagongan (tempat membuat gong), pamaranggen (tempat membuat keris), pawilahan (tempat kerajinan bambu), pakawatan (tempat membuat jala), pratok (tempat pembuat obat), kepandean (tempat pembuatan alat-alat senjata ).
  • 4. Pengelompokan atas dasar status dalam pemerintahan dan masyarakat yang terdiri dari kawangsan (tempat pemukiman Pangeran Wangsa), kaloran (tempat pemukiman Pangeran Lor), kawiragunan (tempat pemukiman Pangeran Wiraguna), kapurban (pemukiman Pangeran Purba), kabantenan (pemukiman pejabat pemerintah), kamandalikan (pemukiman Pangeran Mandalika), Keraton (pemukiman sultan dan keluarganya) dan kesatrian (pemukiman tentara).
Penutup
PROSES Islamisasi Jawa Barat, tidak dapat dilepaskan dari gerakan Islamisasi Jawa yang dilakukan oleh Wali Sanga secara integral. Penyebaran agama Islam di Jawa Barat tidak terlepas dari perannan  tokoh Sunan Gunung Djati seorang wali yang juga seorang raja. Selain menyebarkan agama Islam, Sunan Gunung Djati telah menjadi peletak dasar bagi kekuasaan politik Islam di Jawa Barat yang meliputi Banten dan Cirebon.   Sebelum Sunan Gunung Djati  menyebarkan Islam di tatar Sunda, di Cirebon sudah ada gerakan penyebararan agama Islam yang dipelopori oleh Haji Purwa di Cirebon, Syekh Quro di Karawang dan Syekh Datuk Kahfi di Cirebon.
Gerakan Islamisasi yang dilakukan oleh Sunan Gunung Djati  dilakukan dengan pendekatan agama, ekonomi, politik dan kultural. Dengan pendekatan tersebut maka dalam waktu yang relatif singkat Islam dapat menyebar hampir keseluruh wilayah Jawa Barat.
Sumber-sumber mengenai  gerakan penyebaran agama Islam dengan tokohnya Sunan Gunung Djati lebih banyak terdapat dalam  sumber-sumber tradisional berupa babad dan wawacan serta cerita rakyat. Sumber-sumber tersebut masih perlu penelitian lebih jauh untuk mempertegas posisi Sunan Gunung Djati dalam gerakan penyebaran agama Islam di Jawa Barat. Dengan dilakukan penelitian ulang  yang lebih komprehensip mengenai sumber-sumber Sejarah Islam di Jawa Barat akan memperjelas sosok  Sunan Gunung Djati ada diantara mitos dan realitas sejarah.
Penelitian mengenai penyebaran agama Islam di Jawa Barat masih memerlukan penelian lanjutan terutama sentra-sentra dan pusat pusat penyebaran agama Islam di pedalaman tatar Sunda seperti Simedang Larang, dan Pamijahan dengan tokohnya Syekh Abdul Muhyi.
Daftar Pustaka
  • Atja, Tjarita parahijangan, Yayasan Kebudayaan Nusalarang, Bandung, 1968.
  • Atja, Carita Purwaka Caruban Nagari, Ikatan Karyawan Museum, Jakarta, 1972.
  • Atja & Saleh Danasasmita, Sanghiyang Siksakandang Karesian, Proyek Pengembangan Permuseuman, Bandung, 1981.
  • Atja & Edi S. Ekadjati, Carita Parahyangan, Yayasan Pembangunan Jawa Barat, Bandung, 1989.
  • Ayat Rohaedi, dkk, Pustaka Pararatwan I Bhumi Jawadwipa, Yayasan Pembangunan Jawa Barat, 1989.
  • Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah Wacana Pergerakan Islam di Indonesia, Mizan, Bandung, 1995.
  • Denis Lombard, Nusa Jawa Silang Budaya Jilid 2, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2000.
  • De Graaf, H. J. & T. H. Pigeaud, Kerajaan – Kerajaan Islam Pertama di Jawa, Pustaka Utama Grafity & KITLV, Jakarta, 1985.
  • Edi S. Ekajati, Babad Cirebon Edisi Brandes Tinjauan Sastra dan Sejarah, Unpad, Bandung, 1978
  • Fruin Mees, W, Geshiedenis van Java II, Uitgave van de commarsie voor de vilkslectuur, Welterenden, 1920.
  • Haan, F, de., PrianganDe Preanger -Regenschappen Onder het Nederlandsch Bestuur tot 1811, Eerste Deel,. Batavia: G.Kolff & Co, 1910.
  • Haan, F, de., Priangan De Preanger -Regenschappen Onder het Nederlandsch Bestuur tot 1811, Tweede Deel,. Batavia: G.Kolff & Co, 1911.
  • Haan, F, de., Priangan ; De Preanger -Regenschappen Onder het Nederlandsch Bestuur tot 1811, Deerde Deel,. Batavia: G.Kolff & Co, 1912.
  • Hoesen Djajadiningrat, Critische beschouwing van de Sadjarah Banten. Bijdrage ter kenschetsing van de Javaansche Geschiedschrijving, Nederland, 1913. Diterjemahkan Tinjauan Kritis Tentang Sajarah Banten, Sumbangan Bagi Pengenalan Sifat – Sifat Penulisan Sejarah Jawa, Djambatan, Jakarta, 1983.
  • Halwany Michrob, Sejarah Perkembangan Arsitektur Kota Islam Banten, Yayasan Baluwarti, Jakarta, 1993.
  • Hageman, J.C.J. Gescheidenis der Soenda – Landen , TBG deel 16, Batavia : Lange & Co’s Hage M. Nijhoff, 1869.
  • Henri Chambert-Loir & Hasan Muarif Ambari ( Editor ) , Panggung Sejarah, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1999.
  • Hasan Muarif Ambari, Menemukan Peradaban Jejak Arkeologi dan Historis Islam Indonesia, Logos, Jakarta, 1998.
  • Kong Yuanzhi, Muslim Tionghoa Cheng Ho, Pustaka Populer Obor, Jakarta, 2000.
  • Leur, J.C.V., Indonesian Trade and Society, Sumur Bandung, Bandung, 1960
  • Muhammad Syamsu AS, Ulama Pembawa Islam di Indonesia, Lentera, Jakarta, 1996.
  • M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1991.
  • Marwati Djoened Poeponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia Jilid III, Balai Pustaka, Jakarta, 1990.
  • Nina Herlina Lubis, dkk, Sejarah Kota – Kota Lama di Jawa Barat, Alqa Print, Bandung, 2000.
  • P. S. Sulendraningrat, Sejarah Cirebon, Depdikbud, Jakarta, 1978.
  • Pires, Tome, The Suma Oriental, terjemahan Armando Cortecao, London, 1944.
  • Ridin Sofwan, Islamisasi di Jawa, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000.
  • R. Z. Leirissa ( penyunting ), Sunda Kelapa Sebagai Bandar Jalur Sutra, Depdikbud RI, Jakarta, 1997.
  • Sharon Siddique, Islam di Asia Tenggara Perspektif Sejarah, LP3ES, Jakarta, 1989.
  • Susanto Zuhdi ( penyunting ), Cirebon Sebagai Bandar Jalur Sutra, Depdikbud RiI, Jakarta, 1997.
  • Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru : 1500-1900 Jilid I, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992.
  • Uka Tjadrasasmita, Pertumbuhan dan Perkembangan Kota – Kota Muslim di Indonesia, Menara Kudus, Kudus, 2000.
  • Unang Sunarjo, Kerajaan Cirebon 1479 – 1809, Transito, Bandung, 1983.
  • Yoseph Iskandar, Negara Gheng Islam Pakungwati Cirebon, Padepokan Sapta Rengga, Bandung, 200
  • Sumber : http://sundaislam.wordpress.com/
{[['']]}
Lihat PETA WISATA ZI'ARAH CIKUNDUL di peta yang lebih besar
Lisensi Creative Commons
WISATACIKUNDUL oleh BUDAKSHARETM disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.
Berdasarkan ciptaan pada http://wisataziarahcikundul.blogspot.com/.
Izin di luar dari ruang lingkup lisensi ini dapat tersedia pada @WISATACIKUNDUL.

 
Support : MOVIE LIVE | LIVE DOWNLOAD
Profile Google + : PUTRA SUNDA | BUDAKSHARE-TM
Copyright © 2014. WISATA CIKUNDUL - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Follow on FACEBOOK : (1) Wisata Cikundul
Follow on TWITER : (2) Wisata Cikundul
Loading the player...