Home
»
Jejak Sejarah
»
Lima Anak Haram Sang Pelacur
Lima Anak Haram Sang Pelacur
Posted by
IWANCIANJUR1
Posted on
2:39 AM
with
No comments
{[['']]}
Prinsip hidupnya: jangan bawa-bawa agama ke ruang publik.
Dia adalah anak brokenhome dari perselingkuhan kekuasaan negara dan kekuasaan agama.
(* andaikata negara/umara dan agama/ulama ini “nikah” baik-baik, tentu gak begini jadinya *).
Karena itu tak heran Sekulerisme kemudian memiliki lima anak haram.
Anak pertama bernama Liberalisme.
Prinsip hidupnya: biarkan semua bebas bicara, bebas berperilaku,
bebas berkeyakinan/beragama dan bebas dalam memilih cara memiliki
sesuatu, selama tidak mengganggu kebebasan orang lain. Karena itu,
Liberalisme tidak menghalangi orang untuk memeluk agama – apapun
agamanya, bahkan mereka yang membuat agama barupun harus dihormati.
Belakangan Liberalisme juga melahirkan anak haram: yaitu Permisivisme..
Anak kedua bernama Pluralisme.
Prinsip hidupnya: ruang publik jangan didominasi salah satu
kelompok / paham tertentu saja. biarkan semua terlibat. pembangunan
akan lebih cepat kalau energi kesalehan disinergikan dengan energi
setan. Karena itu, Pluralisme memandang, setiap kelompok harus
terwakili dan didengar suaranya dalam membuat kebijakan publik, termasuk
kelompok pekerja seks komersial, kelompok pengedar narkoba, ataupun
kelompok keluarga terpidana korupsi.
Belakangan Pluralisme juga melahirkan anak haram: yaitu Sinkretisme agama.
Anak ketiga bernama Demokrasi.
Prinsip hidupnya: dari, oleh dan untuk rakyat.
Kedaulatan hukum itu ada pada rakyat, sehingga penguasa wajib
menjalankan keinginan rakyat. Kekuasaan ditentukan dengan pemilu yang
bebas oleh rakyat, ini ditandai dengan kebebasan pers, kebebasan
berserikat (berpartai) dan kebebasan pemilu yang jujur dan adil.
Demokrasi memandang kalau mayoritas rakyat menginginkan
de-kriminalisasi narkoba, maka bisa dibuat Undang-Undang yang lebih
ramah terhadap narkoba. Demikian juga kalau mayoritas rakyat memandang
legalisasi profesi pekerja seks atau legalisasi profesi rentenir sebagai
hal yang lebih bermanfaat, maka akan keluar pula hukum yang
memayunginya. Satu-satunya yang dianggap benar adalah keinginan rakyat,
hari ini, di negeri ini. Karena itu Demokrasi kadang menelurkan
keputusan yang kontradiktif, yaitu secara langsung atau tak langsung
bisa menghancurkan masa depannya sendiri, atau rakyat / lingkungan
negeri lain. Tak heran belakangan Demokrasi melahirkan anak-anak haram:
yaitu “kepentingan nasional” (Nasionalisme) – dan Chauvinisme.
Anak keempat bernama Kapitalisme.
Prinsip hidupnya: biarkan tangan-tangan gaib kekuatan pasar
mengatur dirinya sendiri, bagaimana distribusi barang dan jasa yang
paling optimal untuk kebahagian semua orang. Hasilnya, semua bisa
didapatkan bagi yang punya uang. Anak keempat ini cukup dominan dalam
keluarga, karena dialah penopang utama kakak-kakaknya. Dia royal
memberi “uang jajan” atau “uang lelah” ke aktivis pro Liberalisme, juga
rajin pasang iklan ke media massa pro Pluralisme, dan tentu saja memberi
“modal” untuk membesarkan partai, membiayainya dalam kampanye, melobby
para politisi pesaing dan kaum intelektual, hingga “money politik”
untuk calon pemilihnya dalam pemilu. Semua tentu saja dipandang sebagai
investasi, tidak gratis. Kapitalisme ini akan meminta pengembalian
“plus bunga” dalam bentuk peraturan perundangan yang akan menjamin bahwa
mereka semakin kaya, misalnya sistem ribawi, sistem uang fiat, sistem
pasar saham sekunder, sistem hak konsesi atas sumber daya alam, sistem
monopoli kekayaan intelektual, dan sebagainya.
Kapitalisme memiliki anak-anak haram: Materialisme dan Hedonisme,
yang merasa bahwa tolok ukur kebahagian di dunia diukur dengan materi,
dan hidup harus dipuas-puaskan dengan kenikmatan dunia..
Anak kelima bernama Imperialisme.
Prinsip hidupnya: Gold, Gospel & Glory. Di manapun,
kekayaannya harus kita kuasai; referensi hidupnya harus referensi kita;
dan kita harus dihormati atau bahkan diagungkan. Karena prinsipnya ini,
maka Imperialisme mengekspor tak cuma produk maupun jasa, tetapi juga
falsafah hidup, hukum yang menjadi rujukan halal/haram, bahkan
nilai-nilai etika dan estetika (film, food, fun, fashion). Pada masa
dulu, imperialisme dilakukan secara militer, tetapi sekarang lebih kuat
karena dibentengi hutang dan aturan dagang, mata uang internasional,
hukum internasional, dsb. Imperialisme memiliki anak haram yaitu
Globalisasi.
Lima anak ini kini telah merantau. Terkadang dua atau tiga
bersaudara bertemu di suatu negeri, dan bahkan melakukan selingkuh
sedarah (incest). Hasilnya tentu berbeda dengan yang hanya di kandang
sendiri … Apalagi kalau terus ikut tobat dan ngaji nyantri …
Merasa kenal?
Label:
Jejak Sejarah