SEJARAH KERAJAAN/KESULTANAN JAMBI
Sejarah
Jambi merupakan wilayah yang
terkenal dalam literatur kuno. Nama
negeri ini sering disebut dalam prasasti-prasasti dan juga berita-berita China.
Ini merupakan bukti bahwa, orang Cina telah lama memiliki hubungan dengan
Jambi, yang mereka sebut dengan nama Chan-pei. Diperkirakan, telah berdiri tiga
kerajaan Melayu Kuno di Jambi, yaitu Koying (abad ke-3 M), Tupo (abad ke-3 M)
dan Kantoli (abad ke-5). Seiring perkembangan sejarah, kerajaan-kerajan ini
lenyap tanpa banyak meninggalkan jejak sejarah.
Dalam
sejarahnya, negeri ini pernah dikuasai oleh beberapa kekuatan besar, mulai dari
Sriwijaya, Singosari, Majapahit, Malaka hingga Johor-Riau. Terkenal dan selalu menjadi
rebutan merupakan tanda bahwa Jambi sangat penting pada masa dulu. Bahkan,
berdasarkan temuan beberapa benda purbakala, Jambi pernah menjadi pusat
Kerajaan Sriwijaya.
Setelah
Koying, Tupo dan Kantoli runtuh, kemudian berdiri Kerajaan Melayu Jambi. Berita
tertua mengenai kerajaan ini berasal dari T’ang-hui-yao yang disusun oleh
Wang-p’u pada tahun 961 M, di masa pemerintahan dinasti T’ang dan Hsin T’ang
Shu yang disusun pada awal abad ke-7, M di masa pemerintahan dinasti Sung.
Diperkirakan, Kerajaan Melayu Jambi telah berdiri sekitar tahun 644/645 M,
lebih awal sekitar 25 tahun dari Sriwijaya yang berdiri tahun 670. Harus
diakui bahwa, sejarah tentang Melayu kuno ini masih gelap. Sampai sekarang,
data utamanya masih didasarkan pada berita-berita dari negeri Cina, yang
terkadang sulit sekali ditafsirkan. Namun, dibandingkan daerah lainnya di
Sumatera, data arkeologis yang ditemukan di Jambi merupakan yang terlengkap.
Data-data arkeologis tersebut terutama berasal dari abad ke-9 hingga 14 M.
Untuk keluar dari kegelapan sejarah tersebut, maka, sejarah mengenai Kerajaan
Melayu Jambi berikut ini akan lebih terfokus pada fase pasca abad ke-9,
terutama ketika Aditywarman mendirikan Kerajaan Swarnabhumi di daerah ini pada
pertengahan abad ke-14 M.
Sebelum bercerita lebih banyak
mengenai Aditywarman, ada baiknya tulisan ini diawali dengan pemaparan sejarah
leluhur Adityawarman di tanah Melayu ini. Ketika Sriwijaya berdiri, Kerajaan
Melayu Jambi menjadi daerah taklukannya. Kemudian, ketika Sriwijaya runtuh
akibat serangan Kerajaan Cola dari India pada tahun 1025 M, para bangsawan
Sriwijaya banyak yang melarikan diri ke hulu Sungai Batang Hari, dan bergabung
dengan Kerajaan Melayu yang memang sudah lebih dulu berdiri, tapi saat itu
menjadi daerah taklukannya. Lebih kurang setengah abad kemudian, sekitar tahun
1088 M, keadaan berbalik, Kerajaan Melayu Jambi menaklukkan Sriwijaya yang
memang sudah di ambang kehancuran.
Kerajaan Melayu Jambi mulai
berkembang lagi, saat itu, namanya adalah Dharmasraya. Sayang sekali, hanya
sedikit catatan sejarah mengenai Dharmasraya ini. Rajanya yang bernama Shri
Tribhuana Raja Mauliwarmadhewa (1270-1297) menikah dengan Puti Reno Mandi. Dari pernikahan ini, kemudian lahir dua orang putri: Dara
Jingga dan Dara Petak
Menjelang akhir abad ke-13,
Kartanegara mengirim dua kali ekspedisi, yang kemudian dikenal dengan nama
Ekspedisi Pamalayu I dan II. Dalam ekspedisi pertama, Kartanegara berhasil
menaklukkan Kerajaan Melayu dan Sriwijaya yang memang sudah lemah. Berdasarkan
Babad Jawa versi Mangkunegaran disebutkan bahwa, Kartanegara menaklukkan Jambi
pada tahun 1275 M.
Pada tahun 1286 M, Kartanegara
mengirimkan sebuah arca Amogapacha ke Kerajaan Dharmasraya. Raja dan rakyat Dharmasraya sangat gembira menerima
persembahan dari Kartanegara ini. Sebagai tanda terimakasih Raja Dharmasraya
pada Prabu Kartanegara, ia kemudian mengirimkan dua orang putrinya, Dara Jingga
dan Dara Petak untuk dibawa ke Singosari. Dara Jingga kemudian menikah dengan
Mahesa Anabrang dan melahirkan Aditywarman. Ketika utusan Kartanegara ini
kembali ke tanah Jawa, mereka mendapatkan Kerajaan Singosari telah hancur
akibat serangan Jayakatwang dan pasukan Kubilai Khan. Sebagai penerus
Singosari, muncul Kerajaan Majapahit dengan raja pertama Raden Wijaya. Dara
Petak kemudian dipersembahkan kepada Raden Wijaya untuk diperistri. Dari
perkawinan ini, kemudian lahir Raden Kalagemet. Ketika Kalagemet menjadi Raja
Majapahit menggantikan ayahnya, ia memakai gelar Sri Jayanegara.
Demikianlah,
keturunan Dara Petak menjadi Raja, sementara keturunan Dara Jingga, yaitu
Aditywarman, menjadi salah seorang pejabat di istana Majapahit. Hingga suatu
ketika, tahun 1340 M, Adityawarman dikirim kembali ke Sumatera, negeri
leluhurnya, untuk mengurus daerah taklukan Majapahit, Dharmasraya. Namun, sesampainya
di Sumatera, ia bukannya menjaga keutuhan wilayah taklukan Majapahit, malah
kemudian berusaha untuk melepaskan diri dan mendirikan Kerajaan Swarnabhumi.
Wilayahnya adalah daerah warisan Dharmasraya, meliputi wilayah Kerajaan Melayu
Kuno dan Sriwijaya. Dengan ini, berarti eksistensi Dharmasraya telah diteruskan
oleh kerajaan baru: Swarnabhumi. Pusat kerajaan diperkirakan berada di wilayah
Jambi saat ini. Dalam perkembangannya, pusat kerajaan yang dipimpin Aditywarman
ini kemudian berpindah ke Pagaruyung, hingga nama kerajaannya kemudian berubah
menjadi Kerajaan Pagaruyung, atau dikenal juga dengan Kerajaan Minangkabau.
Akibat perpindahan pusat kerajaan ini, Jambi kemudian menjadi bagian dari
wilayah kekuasaan Kerajaan Pagaruyung (Minangkabau). Kejadian ini terjadi
sekitar pertengahan abad ke-14.
Ketika
Kerajaan Malaka muncul sebagai kekuatan baru di perairan Malaka pada awal abad
ke-15, Jambi menjadi bagian wilayah kerajaan ini. Saat
itu, Jambi merupakan salah satu bandar dagang yang ramai. Hingga keruntuhan Malaka pada tahun 1511 M di tangan
Portugis, Jambi masih menjadi bagian dari Malaka. Tak lama kemudian, muncul
Kerajaan Johor-Riau di perairan Malaka sebagai ahli waris Kerajaan Malaka.
Lagi-lagi, Jambi menjadi bagian dari kerajaan yang baru berdiri ini.
Jambi
memainkan peranan yang sangat penting dalam membantu Johor berperang melawan
Portugis di Malaka. Kemudian, memanfaatkan situasi yang sedang tidak stabil di
Johor akibat berperang dengan Portugis, Jambi mencoba untuk melepaskan diri.
Dalam usaha untuk melepaskan diri ini, sejak tahun 1666 hingga 1673 M, telah
terjadi beberapa kali peperangan antara Jambi melawan Johor. Dalam beberapa
kali pertempuran tersebut, angkatan perang Jambi selalu mendapat kemenangan.
Bahkan, Jambi berhasil menghancurkan ibukota Johor, Batu Sawar. Jambi terbebas
dari kekuasaan Johor. Namun, ini ternyata tidak berlangsung lama. Johor
kemudian meminta bantuan orang-orang Bugis untuk mengalahkan Jambi. Akhirnya,
atas bantuan orang-orang Bugis, Jambi berhasil dikalahkan Johor.
Sejarah kerajaan melayu jambi oleh pengaruh islam.
Pada permulaan abad ke-8 salah seorang raja Melayu Jambi (Sri Maharaja
Srindrawarman) menganut agama Islam. Namun, antara permulaan abad ke-8 dan
permulaan abad ke-12 terjadi masa vacum dakwah Islam di Jambi. Agama Islam
mazhab Syafi’i baru mulai berkembang di Jambi, setelah daerah ini takluk di
bawah kekuasaan Samudra Pasai (1285—1522). Yang memberi corak khusus dan yang
menentukan jalannya perkembangan serta yang nyata-nyata mengubah kebudayaan Melayu
Jambi adalah pengaruh-pengaruh dari agama Islam. Pengaruh ini menghasilkan
ciptaan-ciptaan yang memberi ciri tertentu kepada kebudayaan Melayu Jambi.
Agama Hindu/Budha, yang dalam zaman purba telah menentukan corak dan disebut
kebudayaan Melayu Jambi didesak oleh agama Islam. Dalam pembentukan kebudayaan
baru, yang tumbuh dan berkembang adalah kebudayaan pengaruh Islam. Pengaruh
Islam itu pulalah yang memberikan dan menentukan arah baru serta corak khusus
kebudayaan material dan spiritual Melayu Jambi.
Dalam kurun Islam pada abad ke-15 dan 16, pemerintahan kesultaan muncul di
Jambi. Di Kesultanan Jambi pada abad ke-20 dan awal abad ke-21, struktur
pemerintahannya terdiri atas:
(1) Kuasa Sultan,
(2) Kuasa Patih Dalam,
(3) Kuasa Patih Luar,
(4) Kuasa Batin (Jenang),
(5) Kuasa Tengganai,
(6) Kuasa Dusun (Penghulu).
Sesudah proklamasi 17 Agustus 1945, daerah Jambi merupakan daerah keresidenan,
bagian dari Provinsi Sumatera. Ketika Provinsi Sumatera pecah menjadi Provinsi
Sunmatera Utara, Sumatera Tengah, dan Sumatera Selatan, Keresidenan Jambi yang
terdiri dari Kabupaten Merangin, Kabupaten Batanghari, dan Kotapraja Jambi
masuk Provinsi Sumatera Tengah.
Para penyebar Islam banyak menduduki berbagai Jabatan di kerajaan dan di
antaranya ada yang kawin dengan penduduk setempat. Banyak mesjid yang di bangun
para penyebar agama Islam. Beberapa elemen kebudayaan lokal bernuansa Islami
semakin menyebar. ada Raja dan keluarganya yang di Islamkan, banyak rakyat yang
tertarik karena sosialisasi yang menyentuh hati tanpa pembongkaran akar budaya
setempat. Fase ini berlangsung pada akhir abad ke 16,17 dan abad ke-18 M, dan
awal abad ke 19 M. Ketiga fase ini menurut penulis terjadi dan di alami oleh
Jambi.
Salah satu ranah kebudayaan Melayu Jambi yang tak lapuk karena hujan dan tak
lekang karena panas adalah adat. Adat, baik adat istiadat, adat yang teradat,
adat yang diadatkan, dan adat yang sebenarnya adat merupakan pedoman perilaku
keseharian masyarakat Melayu Jambi. Untuk menentukan salah atau benar sesuatu
perbuatan diteliti (disimak) dari ungkapan-ungkapan dalam pepatah dan petitih
serta seloko adat yang ada kaitannya dengan perbuatan atau kejadian tersebut.
Contoh ungkapan tersebut, antara lain:
(1) Terpijak benang arang, hitam tapak. Tersuruk di gunung kapur, putih tengkuk.
(2) Sia-sia negeri alah Tateko hutang tumbuh.
(3) Pinjam memulangkan Sumbing menitik Hilang mengganti
Bagi masyarakat Melayu Jambi, adat merupakan elemen perekat dalam sendi
kemasyarakatannya yang memungkinkan masyarakat tumbuh dan berkembang secara serasi
dalam suasana kekeluargaan yang harmonis dan dinamis. Hal ini dimungkinkan
karena dalam sistem adat memuat komponen hukum yang bersifat duniawi dan
ukhrawi, seperti tertuang dalam ungkapan: ”Adat bersendi syarak, syarak
bersendi kitabullah”.
Kehidupan Sosial Budaya
Beberapa benda arkeologis yang
ditemukan di daerah Jambi menunjukkan bahwa, di daerah ini telah berlangsung
suatu aktifitas ekonomi yang berpusat di daerah Sungai Batang Hari. Temuan
benda-benda keramik juga membuktikan bahwa, di daerah ini, penduduknya telah
hidup dengan tingkat budaya yang tinggi. Temuan arca-arca Budha dan candi juga
menunjukkan bahwa, orang-orang Jambi merupakan masyarakat yang religius. Ini
hanyalah sedikit gambaran mengenai kehidupan di Jambi. Bagaimana sisi sosial budaya
masyarakat secara keseluruhan? Sangat sulit untuk menggambarkan secara detil,
bagaimana kehidupan sosial budaya ini berlangsung, mengingat data arkeologis
yang sangat minim.
Sumber : http://melayuonline.com/ind/history/dig/288/kerajaan-melayu-jambi
http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Jambi