Home
                            
                            »
                            
Jejak Sejarah
                            » 
                            Menara Masjid: Adopsi dari Tradisi Byzantium
Menara Masjid: Adopsi dari Tradisi Byzantium
                            Posted by 
                            IWANCIANJUR1
                            Posted on 
                            6:01 PM
                              with 
                              
                                  No comments
                                
                              {[['
']]}
                            
by: sofwan{kalipaksi}
Sebuah
 masjid sepertinya hambar jika tanpa menara. Masjid-masjid jami' di 
Indonesia hampir selalu mempunyai menara. Padahal, asal tahu saja, 
menara bukan unsur arsitektur asli bangunan masjid. Masjid Quba sebagai 
masjid pertama yang dibangun Nabi pun pada awalnya tak mempunyai menara.
Begitu pula ketika masa Islam dipimpin 
oleh empat serangkai khalifah al-rasyidin, mulai Abu Bakar hingga Ali 
bin Abu Thalib: masjid-masjid yang dibangun tak bermenara. Hanya saja 
ada semacam ruang kecil di puncak teras masjid sebagai tempat muazzin 
mengumandangkan adzan.
Dalam sejarah arsitektur masjid-masjid 
pertama, bisa dikatakan Khalifah Al-Walid (705-715) dari Bani Umayyah 
merupakan khalifah yang pertama kali memasukkan unsur menara dalam 
arsitektur masjid. Khalifah yang punya selera dan kepedulian tinggi 
dalam rancang bangun arsitektur inilah yang memulakan tradisi menara 
sebagai salah satu unsur khas pada masjid.
Tradisi membangun menara diawali oleh 
Khalifah Al-Walid ketika memugar bekas basilika Santo John (Yahya) 
menjadi sebuah masjid besar, yang kemudian menjadi Masjid Agung 
Damaskus. Pada bekas basilika tersebut tadinya terdapat dua buah menara 
yang berfungsi sebagai penunjuk waktu: lonceng pada siang hari dan 
kerlipan lampu pada malam hari.
Menara itu sendiri merupakan salah satu 
ciri khas bangunan Byzantium. Rupanya, Khalifah Al-Walid tertarik untuk 
mempertahankan kedua menara tersebut. Bahkan, kemudian ia membangun 
sebuah menara lagi di sisi utara pelataran masjid (tepat di atas Gerbang
 al-Firdaus). Menara ini disebut Menara Utara Masjid Damaskus. Satu 
tahun kemudian (706 M), Khalifah Al-Walid memugar Masjid Nabawi di 
Madinah. Masjid ini tadinya tak mempunyai satu pun menara. Al-Walid lalu
 memerintahkan para arsiteknya untuk membangunkan menara masjid sebagai 
tempat muadzin untuk mengumandangkan azan.
Bentuk-bentuk Menara
Pada masa awal perkembangan arsitektur 
masjid, setidaknya ada beberapa bentuk dasar menara masjid. Tapi yang 
paling awal, seperti pada menara Masjid Nabawi dan Masjid Damaskus, 
menara itu tidak berdiri sendiri melainkan menyatu dengan struktur 
bangunan masjid. Pola seperti ini menyebar ke berbagai penjuru 
negeri-negeri muslim melintasi dataran Arab hingga ke Andalusia. Namun 
ada juga menara yang dibangun terpisah dari bangunan utama masjid, 
seperti menara Masjid Agung Samarra dan menara Masjid Abu Dulaf di 
wilayah Iraq. 
Ada beberapa bentuk dasar menara masjid:
 menara klasik, menara variasi, menara segi empat, menara spiral dan 
menara silinder. Pada menara klasik (classic minaret): lantai dasarnya 
berbentuk segi empat, naik ke atas menjadi oktagonal (segi delapan) dan 
kemudian diakhiri dengan tower silinder yang dipuncaki dengan sebuah 
kubah kecil. Termasuk jenis ini misalnya menara Masjid Mad Chalif di 
Kairo, yang dibangun pada abad ke-11 masehi semasa pemerintahan Khalifah
 Al-Hakim dari Dinasti Fatimiyah.
Sementara itu, jenis menara variasi 
diawali dengan segi empat di bagian bawah, lalu bertransformasi menjadi 
segi enam yang dihiasi dengan balkon segi delapan. Menara Masjid 
Al-Azhar termasuk dalam jenis ini.
Sedangkan menara-menara masjid di Iran 
sebagian besar merupakan menara jenis menara silinder dengan diameter 
silinder yang semakin mengecil di puncak menara, misalnya menara Masjid 
Natanz di Iran.
Masih ada beberapa lagi menara segi 
empat yang terdapat di wilayah Mediterrania, seperti menara Masjid Agung
 Sevilla (yang disebut Menara Giralda). Menara ini pernah berfungsi 
sebagai menara lonceng katederal seiring dengan lahirnya kekuasaan 
Kristen di Spanyol. Menara segi empat lain terdapat di Masjid Kutubiyyah
 (dibangun 1125-1130) di Marrakesh, Maroko. Keberadaan menara segi empat
 pada masjid-masjid tersebut sangat dipengaruhi oleh menara Masjid 
Qayrawan (35 meter) yang mempunyai tiga undakan segi empat. Hanya saja, 
ada pengamat arsitektur yang menyebutkan bahwa bentuk menara masjid segi
 empat ini mengadopsi bentuk mercusuar kuno di Iskandarsyah, Mesir.
Ada sebuah bentuk menara yang jarang 
diadopsi oleh menara-menara masjid di dunia, yaitu menara spiral. Bentuk
 khas menara pada masjid-masjid di Samarra ini merupakan tradisi dalam 
bangunan menara Mesopotamia. Menara Masjid Samarra dan Masjid Dullaf, 
bahkan hingga sekarang masih tegak berdiri walaupun sudah berusia 1.200 
tahun. Padahal, bangunan masjidnya hanya tinggal reruntuhan saja. Bisa 
dikatakan kedua menara ini sebagai peninggalan arsitektur yang 
memberikan kesan bahwa perhitungan geometri para arsitek pada masa itu 
sudah sangat akurat. Masjid lain yang juga memiliki menara spiral adalah
 Masjid Ibnu Tulun di Fustat, Mesir.
Fungsi Menara
Menara berbentuk silinder ini dibuat 
dengan gaya yang teramat kokoh untuk sebuah menara yang biasanya 
berbentuk ramping. Ribbat Shushah, sebagai kota pelabuhan, memanfaatkan 
menara masjid sebagai sarana untuk melakukan pengamatan lepas pantai 
dari balkon menara.
Dalam sejarah menara-menara masjid 
legendaris, masjid-masjid yang dibangun oleh Dinasti Turki Utsmaniyah 
tercatat memiliki menara yang paling tinggi. Wajar saja, sebab dinasti 
terakhir dalam kekhilafahan Islam ini sudah mengembangkan teknik 
konstruksi yang lebih moderen. Menara-menara itu pada umumnya dibangun 
dengan menerapkan pondasi pasak bumi generasi pertama.
Hasilnya, mereka bisa membangun menara 
masjid dengan ketinggian lebih dari 70 meter. Sebuah prestasi pada 
zamannya. Memang, tinggi menara-menara masjid itu masih lebih rendah 
dibandingkan menara Masjid Nabawi yang 105 meter. Namun, menara masjid 
Nabawi tersebut sudah merupakan hasil renovasi pemerintah Arab Saudi, 
yang notabene teknologinya sudah jauh lebih canggih.
Sumberr: http://kalipaksi.com/
Label:
Jejak Sejarah


