Oleh: Al-Humaira
Sesungguhnya Allah menguji
hamba-hamba-Nya dengan kesenangan dan kesusahan untuk mengetahui sejauh
mana syukur dan sabar yang kita miliki. Siapa yang bersabar ketika
mendapat bencana, senang ketika mendapat nikmat dan ketika musibah
terjadi merendahkan diri kepada Allah , mengadukan dosa-dosa dan
kelalaiannya lalu memohon rahmat dan ampunNya maka dialah orang yang
benar-benar beruntung. Allah berfirman,
وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Kami akan menguji kamu
dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya).
Dan hanya kepada kamilah kamu dikembalikan” (QS al Anbiya 21:35).
Yang dimaksud dengan fitnah dalam
ayat di atas adalah ujian sehingga diketahui siapakah yang jujur dan
siapakah pendusta, siapa yang sabar dan siapa yang syukur. Yang
dimaksud dengan kebaikan dalam hal ini adalah berbagai bentuk
nikmat semisal tanah yang subur, kesehatan, menang menghadapi musuh dll.
Sedangkan pengertian keburukan adalah berbagai musibah semisal penyakit, dikuasai musuh, gempa bumi, banjir, angin putting beliung, tanah longsor dll.
ظَهَرَ
الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ
لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah nampak kerusakan di darat dan
di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah
merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar
mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS ar Rum:41).
Maksudnya segala takdir yang Allah tetapkan baik berupa nikmat ataupun
musibah serta berbagai kerusakan yang nampak adalah dimaksudkan supaya
manusia mau kembali kepada pangkuan kebenaran dan segera bertaubat dari
hal-hal yang Allah haramkan serta segera melakukan ketaatan kepada
Allah dan RasulNya.
Sesungguhnya kekafiran dan
kemaksiatan adalah sebab segala bencana dan malapetaka di dunia dan
akhirat. Sebaliknya tauhid, iman, ketaatan kepada Allah dan RasulNya,
komitmen dengan syariat, mendakwahkan agama dan mengingkari orang-orang
yang menyelisihi agama adalah sebab segala kebaikan di dunia dan
akhirat. Tegar di atas itu semua dan tolong menolong untuk melaksanakannya adalah kemulian di dunia dan akhirat.
Dalam banyak ayat, Allah menjelaskan bahwa sebab terjadinya berbagai
adzab untuk umat terdahulu adalah kekafiran dan kemaksiatan
فَكُلًّا أَخَذْنَا بِذَنْبِهِ
“Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya” (QS al Ankabut 29:40).
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
“Dan apa saja musibah yang menimpa
kamu Maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah
memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)” (QS asy Syura 42:30).
Allah perintahkan kita untuk bertaubat dan merendahkan diri kepadaNya ketika berbagai musibah terjadi.
وَلَقَدْ
أَرْسَلْنَا إِلَى أُمَمٍ مِنْ قَبْلِكَ فَأَخَذْنَاهُمْ بِالْبَأْسَاءِ
وَالضَّرَّاءِ لَعَلَّهُمْ يَتَضَرَّعُونَ فَلَوْلا إِذْ جَاءَهُمْ
بَأْسُنَا تَضَرَّعُوا وَلَكِنْ قَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَزَيَّنَ لَهُمُ
الشَّيْطَانُ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Maka mengapa mereka tidak memohon
(kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang siksaan Kami
kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras, dan syaitanpun
Menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang selalu mereka kerjakan” (QS al An’am 6:43).
Dalam ayat ini Allah memotivasi para hambaNya agar merendahkan diri
kepada Allah serta memohon bantuanNya ketika berbagai musibah terjadi
semisal banjir, tanah longsor, angin puting beliung, berbagai kecelakaan
dll. Kemudian Allah jelaskan bahwa kerasnya hati dan tipuan setan
sehingga amal jelek dianggap baiklah yang menghalangi mereka untuk
bertaubat, merendahkan diri dan bertaubat kepadaNya.
Oleh karena itu, ketika terjadi gempa
bumi di masa Umar bin Abdul Aziz, beliau mengirimkan surat kepada para
gubernur bawahannya berisi perintah supaya kaum muslimin bertaubat,
merendahkan diri kepada Allah dan bertaubat dari berbagai dosa.
Berbagai musibah yang mengepung tanah air kita akhir-akhir ini dan
datang silih berganti, tidaklah diragukan lagi merupakan buah dari
kekafiran dan kemaksiatan, tidak mau mentaati aturanNya, perhatian
dengan dunia dan kesenangannya, berpaling dari akhirat dan tidak mau
menyiapkan bekal untuk akhirat melainkan orang-orang yang Dia sayangi.
Berbagai musibah ini mengharuskan kita untuk segera bertaubat kapadaNya
dari semua yang Dia haramkan, bersegera untuk mentaatiNya, menerapkan
aturanNya, saling menolong untuk berbuat baik dan bertakwa dan
mendakwahkan kebenaran. Jika ini semua dilaksanakan maka Allah akan
mencurahkan berbagai nikmatNya kepada kita.
Dalam berbagai ayat
Allah menegaskan bahwa kasih sayangNya dan berbagai nikmatNya yang
lain hanya akan didapatkan dengan sempurna dilanjutkan dengan kenikmatan
di akhirat untuk orang-orang yang bertakwa, beriman, mentaati rasulNya,
konsisten di atas syariat dan bertaubat dari berbagai dosa.
Sedangkan orang-orang yang tidak mau
taat, sombong untuk menunaikan hak Allah dan bertahan untuk tetap dalam
kekafiran dan kemaksiatan maka Allah ancam dengan berbagai hukuman di
dunia dan akhirat bahkan ada hukuman yang disegerakan di dunia sebagai
peringatan dan pelajaran bagi yang lain
فَلَمَّا
نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ
حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ
مُبْلِسُونَ فَقُطِعَ دَابِرُ الْقَوْمِ الَّذِينَ ظَلَمُوا وَالْحَمْدُ
لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Maka tatkala mereka melupakan
peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua
pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira
dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan
sekonyong-konyong, Maka ketika itu mereka terdiam berputus asa. Maka
orang-orang yang zalim itu dimusnahkan sampai ke akar-akarnya. segala
puji bagi Allah, Tuhan semesta alam” (QS al An’am 6:44-45).
Marilah semua dari kita merenungkan amal yang telah kita lakukan, lalu
segera bertaubat, secepat mungkin melakukan ketaatan dan meninggalkan
maksiat serta hendaknya kita mengambil pelajaran dari berbagai bencana
yang terjadi disebabkan dosa dan maksiat.
(Diolah dari Majmu Fatawa Ibnu Baz 2/127-133).