Home
»
Indo
,
Jawa
,
Jejak Sejarah
,
SejarahRI
»
Pidato Presiden Sukarno Tekad Membebaskan Irian Barat
Pidato Presiden Sukarno Tekad Membebaskan Irian Barat
Posted by
IWANCIANJUR1
Posted on
6:33 PM
with
No comments
{[['']]}
Tekad Membebaskan Irian Barat
Saudara-saudara, lebih dahulu sebagai
biasa, salam Islam: Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.
Kemudian, pekik merdeka: Merdeka!
Saudara-saudara, sekalian, November 60
Bapak datang disini, dan sekarang syukur alhamdulillah datang lagi
disini. Sekarang bulan April 1962. Waktu Bapak dalam bulan Nopember 60
datang disini, Bapak berjanji kepada Rakyat, bahwa pembangunan jembatan
Musi segera akan dimulai, dan pada waktu itu Bapak berkata: jembatan
Musi ini harus selesai dalam waktu tiga tahun. Jadi sebenarnya jembatan
ini sudah harus dibuka, November 60 ditambah dengan tiga tahun, November
63. Tapi, yah Saudara-saudara, berhubung dengan beberapa kesulitan yang
harus diatasi lebih dahulu, pemancangan tiang pertama daripada jembatan
Musi itu Insya Allah S.W.T baru dapat dijalankan hari ini,10 April
1962. Jadi kalau saya hitung 3 tahun lagi, lama menjadi 10 April 1965.
Karena itu, ya, meskipun Bapak minta maaf kepada Saudara-saudara
sekalian, bahwa permulaan pekerjaan membuka atau membuat jembatan Musi
itu baru bisa berjalan hari ini, Bapak sekarang perintahkan supaya
jembatan Musi bisa dibuka tanggal 10 April 1964. Dan terutama sekali
kepada pihak Jepang yang akan menjadi aannemer. Duta besar …..saya minta
berdiri. Ini Saudara-saudara Duta besar Jepang. Saya minta agar pihak
Jepang yang menjadi aannemer daripada jembatan ini bekerja keras, supaya
pada 10 April 1964 jembatan Musi sudah bisa dibuka. Kepada rakyat saya
minta bantuan juga sekeras-kerasnya. Nanti permulaan bulan April 1964
itu, ya sedialah masing-masing kambing untuk dipotong, ayam untuk
dipotong.
Ya, kecuali daripada pihak Jepang saya
minta kerja keras, saya minta juga supaya Rakyat Palembang bekerja keras
pula membantu agar supaya jembatan itu selesai. Ya, sebagai kemarin
saya katakan, Saudara-saudara sekalian, kan kita ini didalam satu
revolusi yang saya namakan revolusi simultan. Coba tirukan: si-mul-tan,
si-mul-tan. Apa itu artinya? Artinya simultan yaitu
serentak-sekaligus-bersama-sama. Simultan serentak-sekaligus-
bersama-sama. Itu adalah arti perkataan simultan.
Memang revolusi kita ini adalah satu
revolusi yang serentak sekaligus-bersama-sama. Macam-macam revolusi kita
kerjakan bersama-sama. Dan sering sudah saya katakan bahwa revolusi
Indonesia itu adalah revolusi pancamuka. Panca artinya lima, muka
artinya muka. Muka lima. Rai, kata Pak Bastari. Rainya, mukanya revolusi
kita itu paling sedikit lima. Kataku berulang- ulang, revolusi kita
adalah revolusi nasional. Itu situ muka, untuk mendirikan satu negara
nasional yang besar. Revolusi kita adalah revolusi politik untuk
merombak cara pemerintahan yang kolot, yang kuno, yang feodal, yang
aristokratis, yang otokratis, yang diktator dan lain-lain dengan satu
cara pemerintahan demokratis yang sejati. Revolusi kita adalah pula
revolusi ekonomi, untuk merobah lama sekali ekonomi kolonial menjadi
satu ekonomi nasional. Revolusi kita adalah revolusi sosial, untuk
merobah satu masyarakat, susunan masyarakat yang kapitalis, yang membuat
gendut perutnya beberapa orang saja, menjadi satu susunan masyarakat
yang adil dan samarasa-samarata. Ha? (Hadirin: Makmur dulu pak!) Ha,
apa? (Hadirin: Makmur dulu pak!) Nanti dulu! Makmur dulu pak! Mau
makmur, tapi tidak adil? (Hadirin: Tidak!) Adil tetapi makmur, makmur
tetapi adil. Tempo hari saya katakan disini jangan cuma makmur tok,
makmurnya beberapa orang, tidak adil dikalangan Rakyat. Makmur beberapa
orang yang selalu berbuat demikian, kalau tempo hari. Makmur! Makmur!
Makmur! Makmur! Ya makmur dan adil. Makmur tetapi adil, adil tetapi
makmur. Ini adalah revolusi sosial.
Revolusi kita adalah juga satu revolusi
kebudayaan, untuk merobah satu susunan kebudayaan kolot, feodal,
kolonial menjadi satu kebudayaan Indonesia yang baru.
Malahan lebih daripada lima ini! Revolusi
kita kataku, adalah juga satu revolusi untuk membuat satu macam manusia
Indonesia baru. Manusia Indonesia itu Saudara-saudara, bukan yang baru,
manusia Indonesia seperti yang sudah-sudah, hmm, badannya kecil-kecil,
kerempeng-kerempeng. Ngerti tidak, perkataan kerempeng? Bukan manusia
yang gagah, yang jiwanya tegap, tetapi manusia yang, kata orang Jawa:
“Nun inggih”, “sumuhun dawuh”, kata orang Sunda. Tidak, tetapi manusia
yang jiwanya tegap, badannyapun, potongannya bagus-bagus. Ya, membikin
satu jenis manusia Indonesia baru, dengan jiwa Indonesia yang baru pula.
Karena itu Bapak berkata, revolusi kita ini revolusi macam-macam
revolusi, dikumpulkan dalam satu revolusi yang mahabesar. Bahkan pernah
saya katakan, dengan mengejek Duta besar Sovyet Uni yang duduk disana
itu, saya berkata bahwa revolusi Indonesia malahan lebih besar dan lebih
luas daripada revolusinya Duta besar Sovyet Uni. Lebih besar daripada
revolusi Amerika. Amerika itu pernah berevolusi Saudara-saudara! Amerika
itu pernah dijajah oleh Inggris. Kemudian dalam tahun 1776 mengadakan
satu revolusi, melepaskan dirinya daripada penjajahan Inggris, sehingga
Amerika menjadi satu negara yang berdiri sendiri. Tapi revolusinya itu
cuma revolusi nasional saja. Hanya revolusi politik saja. Yaitu sekadar
mengenyahkan kolonialisme Inggris dari bumi Amerika. O, kita bukan,
bukan cuma politik atau nasional saja. Tidak! Revolusi kita adalah
revolusi yang luas, yang macam- macam. Dan hebatnya macam-macam revolusi
harus kita jalankan serentak sekaligus bersama-sama. Karena itu aku
katakan revolusi Indonesia, didalam pidato saya kemarin pada waktu
memperingati Hari Penerbangan Nasional: Revolusi kita adalah satu
revolusi simultan. Sekali lagi: Revolusi kita adalah satu revolusi
simultan. Harus serentak-sekaligus-bersama-sama, artinya sekarang ini
kita menjalankan, ya revolusi nasional, ya revolusi politik, ya revolusi
ekonomi, ya revolusi sosial, ya revolusi kulturil, kebudayaan, ya
revolusi membuat manusia baru, ya revolusi didalam segala hal. Dan coba
kita, misalnya saja sedang kita ini mengadakan perjuangan memasukkan
Irian Barat kedalam wilayah kekuasaan Republik. Dalam pada kita
menjalankan perjuangan itu, kita ya menambah produksi padi, kita ya
mengadakan revolusi dilapangan kebudayaan, kita ya mengadakan revolusi
dilapangan politik, kita ya mengadakan revolusi dilapangan sosial dan
lain-lain sebagainya. Simultan! Nah, maka membuat jembatan Musi pun
adalah satu unsur kecil daripada revolusi simultan itu tadi. Karena itu
harus kita tanggulangi, harus kita jalankan dengan semangat yang
revolusioner. Jangan ngulerkambang kita membuat jembatan musi itu.
Jangan kita setengah-setengah, jangan kita Senen-Kemis menjalankan
jembatan Musi itu. Sebab harus kerja keras membanting tulang, memeras
kita punya tenaga agar supaya 10 April 1964 selesai. Boleh potong ayam,
boleh potong kambing, boleh makan ikan belida. Empek-empek boleh! Saya
tidak tahu ini, yang menjalin pidato itu menjalin perkataan empek-empek
itu dalam bahasa Inggrisnya apa. I think you cannot translate the word,
“empek-empek”. Tidak bisa disalin didalam bahasa Inggris. Disalin dalam
bahasa Indonesiapun tidak bisa, apa lagi dalam Bahasa Jawa, atau bahasa
Kalimantan, tidak bisa. Itu khas, khas bahasa Palembang, “empek-empek”.
Ah, Saudara-saudara, kita menjalankan
revolusi simultan dilapangan ekonomi, sosial dan lain-lain sebagainya,
juga dilapangan masional, politik masional. Maka oleh karena itu saya
amat bergembira sekali bahwa Saudara-saudara menyambut pidato Pak
Achmadi tadi dengan semangat yang gegap gempita. Kemarinpun sudah saya
katakan bahwa meskipun kita mau berunding, tetapi toh kita bertekad
bulat untuk memasukkan Irian Barat didalam wilayah kekuasaan Republik
dalam tahun ini juga. Sekarang ini sudah bulan April, tanggal 10. Kalau
aku hitung, April, Mei, Juni, Juli, Agustus, September, Oktober,
November, Desember, tinggal 9 bulan lagi, Saudara-saudara. Sebelum
sembilan bulan ini lalu, Irian Barat harus sudah masuk didalam kekuasaan
Republik. Ini perlu saya tegaskan sekali lagi. Kita sudah bersumpah,
engkau sudah bersumpah kepada batinmu sendiri, engkau sudah bersumpah,
engkau sudah bersumpah, engkau hai prajurit-prajurit sudah bersumpah,
kita sekalian sudah bersumpah memasukkan Irian Barat kedalam wilayah
kekuasaan Republik dalam tahun 62 ini juga.
Nah, tapi kita mau berunding. Begini
Saudara-saudara, tempo hari tanggal 19 Desember tahun yang lalu saya
memberikan Trikomando Rakyat atau Trikora. Pokok isi daripada Trikomando
itu apa? Ya, Saudara-saudara tahu, sudah tahu semuanya, saya beri
perintah kepada seluruh Angkatan Perang untuk siap sedia, setiap waktu
kalau mendapat perintah untuk membebaskan Irian Barat. Kepada Rakyat
juga. Satu: gagalkan Negara Papua. Dua: pancangkan Sang Merah Putih di
Irian Barat. Tiga: mobilisasi umum akan kita laksanakan. Pokok, pokok,
pokok arti daripada Trikomando ialah, bahwa kita harus membebaskan Irian
Barat, bahwa kita harus menduduki Irian Barat, bahwa kita harus
memancangkan Sang Merah Putih, Sang Dwiwarna di Irian Barat. Itu adalah
pokok arti daripada Trikomando Rakyat. Didalam Trikomando ini, coba
bacakan, tidak kuberitahu jalannya apa. Tidak kukatakan harus Trikomando
TNI, atau membebaskan Irian Barat ini, harus dengan perundingan. Tidak!
Atau tidak pula tertulis disitu harus kita gempur dengan Angkatan
Bersenjata. Tidak. Tidak. Cuma sekadar aku perintahkan: gagalkan “Negara
Papua”, kibarkan bendera Sang Merah Putih di Irian Barat. Pokoknya dua
ini, tiga yaitu dengan mobilisasi umum dan lain-lain sebagainya, asal
Irian Barat dalam tahun ini juga menjadi satu bagian kekuasaan defacto
daripada Republik Indonesia. Jalannya macam-macam. Oleh karena itu Bapak
berkata, kita memasukkan Irian Barat kedalam wilayah kekuasaan Republik
tahun ini juga dengan segala jalan. Segala jalan itu apa? Ya segala.
Seperti itu tadi, tulisan tadi bagaimana bunyinya? “Dengan damai atau
dengan kekerasan”. Itu segala, Saudara-saudara. Kalau bisa dengan jalan
damai, ya dengan jalan damai, kalau harus dengan kekerasan, ya harus
dengan kekerasan pula. Segala jalan, kataku, harus kita jalankan. Kalau
misalnya mesti, umpamanya saya ketawa-ketawa, dengan misalnya saya de
Quay atau Luns, – tahu tidak nama de Quay? Tahu tidak nama Luns?-kalau
umpamanya bisa saya masukkan Irian Barat kedalam wilayah kekuasaan.
Republik dengan, hmmm, ketawa-ketawa dengan de Quay, dengan Luns, akan
saya jalankan itu Saudara-saudara. Kalau kita memasukkan Irian Barat
dengan jalan perundingan, insya Allah itupun harus kita jalankan. Asal
tahun’62 Irian Barat masuk kedalam wilayah kekuasaan Republik. Tetapi
sebaliknyapun kalau harus dengan hantaman senjata, kita tidak dengan
tedeng aling-aling kita berkata: hayo kita gempur pihak Belanda di Irian
Barat. Segala hal harus kita jalankan. Ha, memang sebagai dikatakan
oleh Pak Achmadi itu, imperialisme itu kita tidak beri ampun,
Saudara-saudara. Kita malahan sudah terlalu lama memberi ampun kepada
imperialisme di Irian Barat. Terlalu lama. Sekarang datanglah saat yang
kita dalam tahun ini pula, tidak memberi ampun kepada imperialisme di
Irian Barat. Nah, ini pegang teguh ya! Bung Karno, katakanlah Bung Karno
itu apa, entah Presidenkah, entah Panglima Tinggikah, entah Panglima
Besar Komando Tertinggi Pembebasan Irian Baratkah, entah Pemimpin Besar
Revolusikah, entah paling akhir ini dijadikan Panglima Besar Komando
Tertinggi Ekonomi seluruh Indonesiakah, atau ya, sekadar Bung Karno,
sebetulnya itu yang saya paling senang. Titel Bung Karno, penyambung
lidah rakyat itu yang paling kucintai, katakanlah Saudara-saudara, asal
masuk Irian Barat didalam tahun 62 ini, dengan politik dan dengan
bantuan rakyat, dengan lidah, dengan kekuatan senjata, asal Irian Barat
masuk kedalam wilayah kekuasaan Republik dalam tahun ini juga, itu kita
menjalani di satu jalan yang benar. Sebab Saudara-saudara, Saudara tahu
bahwa sejak beberapa hari ini ada pihak ketiga yang mengusulkan satu
cara memasukkan Irian Barat kedalam wilayah kekuasaan Republik. Satu
cara. Yaitu yang sudah diusulkan oleh pihak ketiga yang kemarin didalam
pidato saya dimuka hadirin dan hadirat pada perayaan hari Penerbangan
Nasional sudah saya jelaskan, bahwa kita pada prinsipnya setuju dengan
apa yang diusulkan oleh pihak ketiga ini. Caranya? Caranya, caranya itu
bagaimana didalam usul pihak ketiga itu? Begini: Belanda, ya, barangkali
Belanda itu malu memberikan Irian Barat ini kembali kepada Indonesia,
seperti saya memberi saputangan kepada Pak Harum Sohar ini. Barangkali
malu. Saya tidak perduli, asal pada akhir tahun ini Irian Barat kembali
kedalam wilayah kekuasaan Republik.
Nah, Belanda misalnya mau lebih dahulu
minta tolong. Misalnya memberikan saputangan ini kepada Pak Harun Sohar.
Saya tidak keberatan. Boleh. Malahan tadi pagi saya berkata kepada Pak
Adam Malik: tidak perduli, mau dengan jalan PBB supaya tangan PBB
dipinjam oleh Belanda, diberikan kepada Indonesia Irian Barat itu. Tidak
perduli PBB bahkan meskipun meminjam tangannya setan, aku tidak
perduli. Ya, meskipun tangannya setan. I do not care. I do not mind,
asal Irian Barat pada tahun’62 ini juga kembali kepada kita, kepada
Indonesia.
Jadi yang saya terima pada prinsipnya
yaitu bahwa, ini usul pihak ketiga, Irian Barat oleh Belanda harus
dikembalikan kepada Indonesia. Caranya dengan via PBB, OK. all right;
meskipun via apapun, saya all right.
Lha ini Saudara-saudara, harus dimengerti
oleh Saudara- saudara bahwa kita tetap memegang teguh pada jangka
waktu, yaitu ’62, dengan via tangan siapapun tidak perduli, asal pada
akhir tahun ’62 ini Irian Barat telah kembali kepada pangkuan Republik
Indonesia.
Jelas tidak? Ada dari pihak kita itu yang
berkata: O, tidak setuju 2 tahun. Siapa bilang saya mau terima dua
tahun itu’? Ya, catat wartawan-wartawan! Siapa yang bilang saya akan mau
terima dua tahun itu? Tidak, April, Mei, Juni, Juli, Agustus,
September, Oktober, November, Desember. Sembilan bulan kurang sepuluh
hari, Saudara-saudara! Jangan kata saya terima dua tahun! Tidak! Saya
sebagai penyambung lidah Rakyat Indonesia berkata dalam waktu: dalam
waktu sembilan bulan kurang sepuluh hari, Irian Barat sudah harus
kembali kedalam wilayah kekuasaan Republik. Tetapi prinsipnya, caranya
ini, saya terima. Dan ini saya minta dicatat oleh semua Duta besar-duta
besar yang ada disini, bahwa saya menerima prinsip cara penyerahan
sebagai diusulkan oleh ketiga pihak itu. Prinsipnya yaitu dengan cara
itu tadi. Seperti itu tadi, seperti kita kasih saputangan via ini, via
itu, dengan melalui jalan Pak Bastari ke Pak Harun Sohar. Nah ini, tetap
saya berharap agar supaya Belanda sadar, bahwa tuntutan kita memasukkan
Irian Barat kedalam wilayah kekuasaan Republik dalam tahun ini,
bukanlah sedekar tuntutan Sukarno. Ah tidak! Apakah benar cuma tuntutan
Bung Karno saja? Ini tadi, aku sudah berkata kepada Duta Besar Amerika
begini: Look, look for yourself! look for yourself! Maksudnya itu
lihatlah sendiri, rakyat yang menghendaki agar supaya Irian Barat itu
masuk kedalam wilayah kekuasaan Republik, dalam tahun 1962. Bukan
Sukarno, bukan Achmadi, bukan Chaerul Saleh, bukan Zainul Arifin, bukan
Suprayogi, bukan Kadarusman, bukan Pak Yamin yang termenung duduk
disana. Buka Pak Bastari, bukan Pak Harun Sohar, tetapi seluruh rakyat
Indonesia dari Sabang sampai Merauke, 96 juta rakyat menuntut,
menghendaki, bertekad, bersumpah, agar supaya Irian Barat masuk kedalam
wilayah kekuasaan Republik dalam tahun ini juga. Saya berkata, rakyat
dari Sabang sampai Merauke, Rakyat Indonesia yang berdiam di Irian Barat
pula. Tidakkah benar, Rakyat Irian Barat ingin masuk kedalam wilayah
kekuasaan Republik? Tidakkah benar sudah ada pertempuran di Kotabaru,
Ibukota Irian Barat? Tidakkah benar sudah ada pertempuran di Waigo?
Tidakkah benar, sudah ada pertempuran dipulau Gag? Tidakkah benar, sudah
ada pertempuran di dekat Sorong? Tidakkah benar sudah ada pertempuran
di dekat Fak-Fak? Tidakkah benar, sudah ada pertempuran di dekat
Kaimana? Benar! Dan saya berkata: Kalau “naga-naga”-nya begini
Saudara-saudara “naga-naga”-nya begini, pihak Belanda mengulur-ulur
waktu, pihak Belanda tidak lekas-lekas memberi kembali Irian Barat
kepada kita, supaya dalam tahun ini juga Irian Barat masuk kedalam
wilayah kekuasaan Republik, kalau terus “naga-naga”-nya begini, seluruh
rakyat Indonesia akan berontak di Irian Barat terhadap imperialisme
Belanda.
Yah, oleh karena itu Saudara-saudara,
kita berbesar hati, Insya Allah S.W.T, Irian Barat masuk kedalam wilayah
kekuasaan kita dalam tahun ini juga. Bukan saja kita, sebagai sudah
kukatakan pada waktu saya berpidato pada Hari Idul Fitri, kita mendapat
berkah, Insya Allah S.W.T dari pada Allah Ta’ala, tapi juga sebagai tadi
dikatakan oleh Pak Achmadi, hmm, simpatinya, bantuan rakyat-rakyat
diseluruh dunia ditemplokan kepada kita. Coba, Belanda itu apa tidak
malu! Coba sampai sekarang masih kirim bala bantuan ke Irian Barat
dengan kapal udara. Sampai, dari Negara Belanda kapal udaranya ke Peru
lebih dahulu, ke Latin Amerika dulu, Amerika Selatan, baru ke Irian
Barat. Kok tidak malu! Sebab apa? Ditolak oleh negara-negara lain:
Engkau tidak boleh membawa bala-bantuan ke Irian Barat melalui lapangan
terbang kami. Negara-negara lain juga menolak: Tidak boleh, tidak boleh;
Belanda, Engkau tidak boleh mendarat dilapangan terbang kami membawa
serdadu-serdadu untuk menggempur Republik Indonesia di Irian Barat.
Sampai Luns mencari-cari jalan, sampai nelusup-nelusup ke Peru, Saudara-
saudara, Lho kok tidak malu. Kata orang Jawa: “pancen rai gedek”! Kata
Palembang juga “rai gedek”. Kalau aku menjadi pihak Belanda, aku melihat
keadaan dunia simpati kepada Republik Indonesia ini, ya, sadar, memang
sejarah menghendaki demikian, sadar, memang kami fikak Belanda salah,
sadar, memang Republik Indonesia adalah dijalan yang benar, berdiri
diatas tuntutan yang halal, yang benar. Tetapi entah, entah, entah,
Saudara-saudara.
Tetapi sebaliknya pun kita kepada pihak
Belanda itu Saudara-saudara, atau kita kenal kepada
imperialis-imperialis Belanda, yang dulupun sudah berpuluh-puluh tahun
menjalankan politik semacam ini terhadap kita. Tetapi ingat
Saudara-saudara, meskipun kita pada waktu itu tidak mempunyai jetbomber
seperti sekarang, meskipun kita pada waktu itu tidak mempunya MIG 19
seperti kemarin Saudara-saudara, – kemarin rakyat di Jakarta, dan orang
asing di Jakarta terperanjat melihat MIG kita diudara seperti kilat,
memecahkan sound barrier, Sound barrier itu batas kecepatan suara.
Saking cepatnya kita punya MIG 19 itu. MIG 19 ini pesawat udara kita,
lebih cepat daripada cepatnya suara, maka pada saat ia memecah ini,
Saudara-saudara, suaranya lebih hebat daripada guntur. Nah semua orang
terperanjat, sampai ada Ibu-ibu yang kaget nyusup kebelakang, dibawah kolong.-Nah,
meskipun kita dulu tidak mempunyai MIG 19, meskipun dulu kita tidak
mempunyai Ilyushin bomber, meskipun dulu kita tidak mempunyai TU
Shobulov bomber, meskipun dulu kita tidak mempunyai bedil, meskipun
tidak mempunyai senapan meskipun dulu kita tidak mempunyai bom, tidak
mempunyai dinamit, tidak mempunyai segala alat peperangan seperti kita
punya sekarang, meskipun dulu kita tidak mempunyai kapal perusak dari
ALRI, meskipun dulu kita tidak mempunyai MTB-MTB, meskipun dulu kita
tidak mempunyai persenjataan lengkap seperti sekarang ini, toh
Saudara-saudara, didalam revolusi fisik yang 5 tahun, kita bisa
mempertahankan Republik Indonesia sehingga pada tanggal 27 Desember
1949, Republik diakui oleh pihak Belanda dan oleh dunia internasional.
Meskipun kita bisa membuat Republik kita ini makin lama makin besar,
makin kuat, meskipun ada pemberontakan, ada gerombolan-gerombolan, toh
kita makin lama makin kuat, makin lama makin kuat. Tanyakan Duta
besar-duta besar yang hadir disini Saudara-saudara, tidakkah benar,
bahwa Republik Indonesia ini adalah satu negara yang sekarang ini
bertumbuh kearah kekuatan dan kesentausaan? En toh, Saudara-saudara,
dulu kita ini mempunyai apa, Saudara- saudara? Tidak mempunyai senapan
tidak mempunyai boomer, tidak mempunyai jet-fighters, tidak mempunyai
kapal-kapal perang, tidak mempunyai alat-alat senjata seperti sekarang
ini.Tetapi sebagai kekuatan, berulang-ulang, sejak dari mulanya kita
mempunyai semangat yang menyala-nyala cinta kepada kemerdekaan: Sekali
merdeka tetap merdeka! Dan semenjak proklamasi berkobar-kobar,
bernyala-nyala, berapi-api didalam dada kita sampai kepada saat sekarang
ini. Dan Insya Allah SWT sampai seterusnya, Saudara-saudara, saya minta
seluruh dunia melihat semangat Indonesia ini, semangat daripada manusia
Indonesia baru sebagai yang saya maksudkan didalam permulaan pidato
saya ini tadi, bahwa kita membangun satu jenis manusia baru yang fisik
dadanya tegap, dan jiwapun tegap, semangatnya tegap, tekadnya tegap,
rakyatnya tegap, tiap tetes darah didalam badan kita itu tegap. Tegak
berdiri diatas kebenaran, tegak untuk mendirikan satu masyarakat yang
adil dan makmur, tegak untuk mempertahankan dan menyempurnakan
kemerdekaan kita ini. Hendaknya Sang Merah-Putih ini benar-benar,
Saudara-saudara, menjadi lambang daripada kejayaan manusia didunia ini.
Lambang daripada kejayaan insanul kamil didunia ini. Lambang daripada
tekad sesuatu bangsa yang sekali telah bersumpah: Sekali merdeka, tetap
merdeka! Dan menjalankan sumpahnya itu dengan segala konsekwensinya!
Saudara-saudara, saya sekarang hendak
pergi ke jembatan Musi untuk mulai pekerjaan membangun jembatan Musi
itu. Sekali lagi saya minta, agar supaya jembatan Musi ini dengan kerja
keras daripada aannemer, dengan bantuan kerja keras daripada seluruh
masyarakat Indonesia, pada tanggal 10 April 1964 bisa dibuka, dan Insya
Allah S.W.T, jikalau diberi oleh Tuhan hendaknya, saya ingin menjadi
manusia yang pertama yang melewati jembatan Musi pada tanggal 10 April
1964.
Sekian Saudara-saudara, Assalamu’alaikum ww.
Merdeka!
Salam Revolusi
Sumber : http://penasoekarno.wordpress.com/2010/09/28/tekad-membebaskan-irian-barat/
Label:
Indo
,
Jawa
,
Jejak Sejarah
,
SejarahRI