- 1. Kerajaan Kutai Kerajaan Kutai merupakan kerajaan Hindu tertua di Indonesi, kerajaan ini didirikan pada tahun 400 M, di tepi sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Raja-raja yang memerintah ialah : * Kudungga(raja pertartama). * Aswamarman. * Mulawarman.
- 2. Kerajaan Tarumanegara Kerajaan Tarumanegara merupakan kerajaan Hindu, didirikan pada tahun 450 M, di Jawa Barat. Raja yang memerintah ialah Pernawarman.
- 3. Kerajaan Kaling Kerajaan Kaling didirikan pada tahun 674 di Jepara, Jawa Tengah. Raja yang memerintah ialah Ratu Sima. Pendeta yang terkenal ialah lhanabhadra.
- 4. Kerajaan Sriwijaya Kerajaan Sriwijaya didirikan pada abad ke-7 di Sunmatra (kerajaan Buddha). Raja-raja yang memerintah ialah: * Sri Jayanaga. * Balaputradewa. * Sri Sangrawijayatunggawarman. Guru agama Buddha yang terkenal ialah Sakyakirti Sebab-sebab keruntuhan Kerajaan Sriwijaya antara lain : * Serangan raja Colamandaladari India. * Serangan Raja Kertanegara dari Singasari.
- 5. Kerajaan Melayu Kerajaan Melayu berdiri hampir bersamaan dengan Kerajaan Sriwijaya, tetapi pada tahun 692 kerajaan ini telah dikuasai Sriwijaya.
- 6. Kerajaan Mataram Hindu Kerajaan Mataram Hindu berdiri di Jawa Tengah dengan ibukota Medang Kamulan. Raja-raja yang memerintah ialah : * Sarna * Sanaya yang bergelar Raka Mataram Ratu Sanjaya. * Rakai Panangkara, yang bergelar Syailendra Sri Mahraja Dyah Pancapana Rakai Panangkarana Setelah memerintah Rakai Panagkaran, Mataram pecah menjadi dua. Sebagai pemeluk agama Buddha, sebagai pemeluk agama Hinsu. Syailendra Buddha berkuasa di Jawa Tengah Selatan, Syailendara Hindu berkuasa di sekitar pegunungan Dieng. Pada masa pemerintahan Rakai Pikatan, Mataram disatukan kembali Raja-raja yang selanjutnya ialah : * Belitung yang bergelar Rakai Watukara. * Daksa. * Tulodong * Wawa * Mpu Sendok.
- 7. Kerajaan Wangsa Isyana Mpu Sendok memindahkan pusat pemerintahan Syailendra Ke Jawa Timur pada tahun 929, kemudian membentuk wangsa baru, yaitu Wangsa Isyana. Raja-raja yang memerintah : * Mpu Sendok, bergelar Maharaj Rake Hino Sri Isyana Wikramadharmotunggadewa. * Sri Isyanatunggawijaya * Makutawangsawardhana. * Darmawangsa, bergelar Sri Darmawangsa Teguh Anantawikramatunggadewa. * Airlangga, bergelar Sri Maharaja Rake Halu Sri Lokeswara Dharmawangsa Airlangga Anantawikramatunggadewa. Tahun 1401 kerajaan kahuripan di bagi menjadi dua 2 (tugas pembagian di serahkan kepada Mpu Bharada), yaitu : * Janggala atau Singasari, dengan ibukota Kahuripan. * Panjalu atau Kediri, dengan ibukota di Daha.
- 8. Kerajaan Kediri Kerajaan Janggala di perintah oleh Raja Mapanji Garakasan. Kerajaan Kediri di perintah oleh raja Sri Samarawijaya. Perebut kekuasaan antara jenggala dan kediri berlangsung sampai tahun1520. Selanjutnya selama kurang lebih setengah abad ke dua kerajaan tersebut tidak disebut-sebut lagi dalam sejarah. Tahun 117 kerajaan ini tampil lagi dengan rajanya : * Sri Maharaja Rakai Sirikan Sri Kameswara. * Jaya baya, bergelar Sri Maharaja Sang Mapanji jaya Jayabaya Pada masa itu, kitab Baharata Yudha di gubah oleh Mpu sedihdan di lanjutkan Mpu Panuluh (Mpu Sedah meninggalkan sebelum kitabnya selesai) * Mpu Penuluh juga menulis buku Hariwangsa dan Gatutkacasraya. * Sri Aryeswara. * Kameswara, bergelar Sri Maharaja Sri Kameswara Triwikramawarata. Pujangga yang terkenal pada masa itu adalah : * Mpu Tanakung, karyanya Werasancaya dan Lubdaka. * Mpu Darmaja, karyanya Smaradhahana. Kerajaan Kediri runtuh pada tahun 1222, karena ditaklukkan oleh Ken Arok.
- 9. Kerajaan Bali A. Raja-raja Wangsa Warmadewa Salah satu wangsa terkenal yang memerintah di bali ialah wangsa Warmadewa. Raja yang terkenal ialah : * Tri Candrabhaysingka Warmadewa. * Udayana, bergelar Dhamodayana Warmadewa. Udayana, berputar tiga orang yaitu : * Airlangga, yang menjadi menantu Raja Dharmawangsa, dan kemudian menjadi raja Kahuripan (kerajaan wangsa Isyana). * Marataka, yang menggantikan Udayana (tetapi tidak terkenal). * Anak Wungsu, yang menggantikan tahta Marataka tahun 1049. * Dari pemerintahan Anak Wungsu di tinggalkan 28 buah prasasti Singkat, yang antara lain di temukan di goa Gajah, Gunung Kawi (Tampak Siring), Gunung Panulisan, dan Sangit. B. Raja-Raja Lain di Bali Sesudah pemerintahan wangsa Warmadewa, Pulau Bali di perintah oleh raja-raja lain yang berganti-ganti, dan yang terkenal di antaranya : * Jayasakti, mempunyai kitab undang-undang yaitu uttara Widhi Balawan dan Rajawacana (1133 – 1150). * Jayapangus, menggunakan kitab undang-undang Manawasasa nadharma (117 – 1181). * Tahu 1284 Kerajaan Bali di taklukan oleh Kertanegara dari Singa-sari.
- 10. Kerajaan Singasari Riwayat dan pemerintahan Ken Arok serta raja-raja Singasari terdapat dalam buku Pararaton dan negara kertagama. Raja-raja yang memerintah ialah : 1) Ken Arok. Ken Arok menjadi raja Singasari setelah membunuh Tumapel Tunggul Ametung dan menaklukkan Kerajaan Kediri tahun 1222 di Ganter. Ken Arok sebagai pendiri dan raja pertama di Singasari yang bergelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabhumi, kemudian keturunannya terkenal dengan sebutan wangsa Rajasa. 2) Anusapati (anak Tunggul Ametung - Ken Dedes). Anusapati menjadi raja Setelah membunuh Ken Arok (ayah tirinya), dengan menyuruh seorang pengalasan (budak). 3) Tohjaya (anak Ken Arok - Ken Umang). Tohjaya menjadi raja setelah membunuh Anusapati. Tahun 1248 timbul pemberontakan yang dilancarkan oleh : * Ranggawuni (anak Anusapati). * Mahisa Campaka (anak Mahisa Wongaleleng atau cucu Ken Arok dan Ken dedes) 4) Ranggawuni. Bergelar Sri Jaya Wisnuwardhana 1248 - 1268. Wisnuwardhana memerintah Singasari bersama-sama Mahisa Cempaka sebagai Ratu Anggabaya, yaitu pejabat tinggi yang bertugas menanggulangi bahaya yang mengancam kerajaan, gelarnya Narasinghamurti. 5) Kertanegara. Bergelar Srimaharajadhiraja Sri Kartanegara (1269 – I292), merupakan raja Singasari yang terbesar. Tahun 1275 dikirimnya ekspedisi Pamalayu. Daerah-daerah yang ditaklukkannya antara lain Bali, Pahang, Sunda, Bakulapura (Kalimantan Barat Daya) dan Gurun (Maluku) serta mengadakan hubungan persahabatan dengan Jaya Singawarman - Raja Campa. Tahun 1292 di taklukan oleh Jayakatwang dari Kediri.
- 11. Kerajaan Majapahit 1) Kertarajasa, Jayawardhana (1292-1309). Didirikan oleh Raden Wijaya (anak Lembu Tal atau cucu Mahisa Campaka) pada tahun 1292 setelah memperdayai bala tentara Kubilai Khan dan Cina yang bermaksud menghukum Raja Jawa yang tela menghina utusannya yaitu Meng Ki pada masa pemerintahan Kertanegara di Singasari. Karena Kertanegara telah dihancurkan oleh Jayakatwag dari Kediri, maka bala tentara Kubilai Khan menghancurkan Kediri, Yang selanjutnya atas siasat Raden Wijaya di bantu oleh Arya Wiraraja, bala tentara Cina dapat dihancurkan oleh Raden Wijaya. Akhirnya Raden wijaya menjadi Raja Majapahit pertama dengan gelar Kertarejasa Jayawardhana. Raden Wijaya memperistri 4 orang putri Kertanegara, yaitu : * Tribuana, sebagai permaisuri. * Gayatri. yang kemudian menurunkan raja-raja Majapahit. * Narendraduhita. * Prajnaparamita. Tahun 1309 Raja Kertarajasa wafat, meninggalkan tiga orang putra: * Jayanegara (dari permaisuri). * Sri Gitarya (dari Gayatri) kemudian menjadi Bhre Kahuripan * Dyah Wiyat (dari Gayatri) kemudian menjadi Bhre Daha. 2) Sri Jayanegara (1309 - 1329). Jayanegara menggantikan ayahandanya dengan gelar Sri Jayanegara. Pada masa pemerintahannya timbul pemberontakan, yaitu * Pemberontakan Ranggalawe dari Tuban. * Pemberontakan Sora, pada tahun 1311. * Pemberontakan Nambi, pada tahun 1316. * Pemberontakan Kuti, pada tahun 1319. lbukota Majapahit berhasil diduduki dan raja Jayanegara mengungsi ke desa Bedander dikawal oleh 15 orang pengawal setia (pasukan Bhayangkari) di bawah pimpinan Gajah Mada. Atas usaha Gajah Mada ibukota dapat direbut lagi, dan kembali Jayanegara bertahta, Atas jasanya Gajah Mada diangkat menjadi patih Kahuripan dan kemudian Kediri. Dalam pemerintahannya Raja Jayanegara menggunakan lambang Minadwaya (dua ekor ikan) 3) TribhuwanaTunggadewi (1328 -1350) Jayanegara wafat tidak meninggalkan putra, maka Gayatri atau Rajapatni berhak menjadi raja. Karena Gayatri telah menjadi bhiksuni (pendeta agama Buddha), maka diwakilkan kepada Sri Gitarya, Bhre Kahuripan yang bergelar Tribuwanatunggadewi Jayawisnuwardhana. Timbul pemberontakan Sadeng, yang dapat dipadamkan oleh Gajah Mada, karena jasanya pada tahun 1331 Gajah Mada diangkat menjadi perdana menteri, yang pada saat pelantikannya mengucapkan Sumpah Palapa. Tahun 1350 Gayatri atau Rajapatni wafat, Tribuwana yang mewakilinya menyerahkan kekuasaan itu pada anaknya bernama, Hayam Wuruk. 4) Rajasanegara (1350 -13891) Hayam Wuruk naik tahta pada usia 16 tahun, bergelar Rajasanegara, merupakan raja terbesar dalam sejarah Majapahit dengan Gajah Mada sebagai Mahapatih. Kekuasaannya meliputi seluruh Kepulauan Nusantara, bahkan masih ditambah dengan Tumasik (Singapura) dan Semenanjung Melayu. Karya sastra yang terkenal diantaranya : * Negarakertagama karya Mpu Prapanca. * Sutasoma atau Parusadashanta dan Arjunawijaya karya Mpu Tantular. Tahun 1364 Gajah Mada wafat, kedudukannya diganti oleh 4 orang menteri. Tahun 1389 Hayam Wuruk Wafat. 5) Wikramawardhana (1389 - 1429) Hayam Wuruk dengan permaisurinya hanya mempuyai seorang putri yaitu Kusumawardhani yang selanjutnya memerintah bersama suaminya Wikramawudhana yang masih saudara sepupunya. Bhre Wirabumi, anak dari selir diberi kekuasaan memerintah daerah Blambangan, merasa tidak puas, dan merasa lebih berhak atas tahta Majapahit. Tahun 1401 - 1406 timbul perang saudara antara Bhre Wirabumi dan Wikramawardhana. Bhre Wirabumi gugur (Perang Paregreg). Tahun 1429 Wikramawurdhana wafat, Majapahit telah menjadi kerajaan kecil akibat dari satu persatu daerahnya melepaskau diri. Tahun 1478 Bhatara Prabu Girindrawardhana raja Daha merebut Majapahit dari Raja Kertabumi (Raja Majapahit yang terakhir).
- 12. Kerajaan Samudra Pasai Samudra Pasai adalah kerajaan Islam Nusantara yang pertama. Letaknya di Aceh Utara (sekarang masuk Kabupaten Lhoksumawe) berdiri abad 13. Raja-rajanya ialah : * Sultan Malik al Saleh.tahun 635 Hijriah atau l297 Masehi * Sultan Muhammad bergelar Sulatan Malik al Tathir.
- 13. Kerajaan Demak 1) Raden Patah(±1500 -1518). Pada awal 1500 seorang Bupati Demak yang memeluk agama Islam yaitu Raden Patah melepaskan diri dari Majapahit. Dibantu para ulama Raden Patah mendirikan Kerajaan Demak. Selanjutnya Demak berkembang menjadi pusat pengembangan agama Islam. Tahun 1511 hubungan Demak dengan Malaka terputus karena Malaka dikuasai Portugis. Tahun 1513 armada Demak dibawah pimpinan Pati Unus menyerang malaka tetapi gagal. 2) Pati Unus (1518 - l 521) Pati Unus terkenal dengan sebutan pangeran sabrang Lor, hanya tiga tahun menjadi raja. 3) Sultan Trenggana (1521 - 1546) Sultan Trenggana adalah menantu Pati Unus. Tahun 1522 mempercayai seorang ulama dari Pasai (Faletehan) untuk memimpin armada Demak merebut Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon dari Pajajaran. Tahun 1546 Sultan Trenggana gugur dalam usahanya menaklukan Pasuruan. Setelah itu timbul perebutan kekuasaan antara Sunan Prawata (putra sulung Sultan Trenggana) dengan Pangeran Sekar (adik Sultan Trenggana). Sunan Prawata naik tahta setelah membunuh Pangeran Sekar, tak lama kemudian Sunan Prawata dibunuh oleh Arya Penangsang (anak Pangeran Sekar).
- 14. Kerajaan Pajang Jaka Tingkir (menantu Sultan Trenggana), berhasil membinasakan Arya Penangsang atas bantuan Kyai Ageng Pemanahan. Jaka tingkir naik tahta bergelar Adiwijaya dan memindahkan pusat Kerajaan Demak ke Pajang. Kerajaan Pajang tidak lama berdiri. Setelah Sultan Adiwijaya wafat terjadi perebutan kekuasaan. Arya Pangiri (anak Sunan Prawata) mencoba merebut di gagalkan Pangeran Benawa (anak Sultan Adiwijaya) dibantu Sutawijaya (anak Kyai Ageng Pemanahan). Pangeran Benawaa merasa tidak sanggup menggantikan ayah handanya, maka menyerahkan kekuasaan kepada Sutawijaya, yang kemudian memindahkan pusat pemerintahan ke Mataram.
- 15. Kerajaan Mataram Islam. Sutawijaya lebih dikenal dengan Panambahan Senapati. Panembahan Senapati wafat tahun 1601.
- 16. Kerajaan Banten Setelah Faletehan merebut Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon, maka dialah yang menguasainya. Karena di demak timbul perebutan kekuasaan maka pada tahun 1522 Faletehan menyerahkan Banten kepada putranya Hasanuddin sebagai raja Banten yang pertama dan Faletehan memusatkan perhatiannya pada agama Islam di Gunung Jati, Cirebon. Raja-raja yang lain ialah : * Pangeran Yusuf (1570) * Maulana Muhammad (baru berusia 9 tahun), tahun 1596 gugur dalam usahanya menyerang Palembang. * Abdulmufakir (baru berusia 5 tahun), pemerintahan dikendalikan oleh Mangkubumi Jayanegara.
- 17. Kerajaan Malaka Kerajaan Malaka tidak terletak di kawasan Nusantara. Raja-rajanya ialah : * Paramisora, pelarian dari Majapahit, yang telah masuk lslam, yang telah diganti nama Sultan Iskandar Syah. * Sultan Mansyur Syah. * Sultan Mahmud Syah. * Tahun 1511. Malaka jatuh ke tangan Portugis.
- 18. Kerajaan Aceh Pada awal abad 16 masih merupakan kerajaan kecil, di bawah kekuasaan Pedir. Raja-rajanya ialah : * Sultan Ibrahim. Aceh melepaskan diri dari Kerajaan Pedir. Aceh semakin maju karena Malaka di kuasai oleh Portugis, sehingga pedagang Islam dari Arab dan Gujarat mengalihkan perdagangannya ke Aceh. * Sultan Iskandar Muda (1607-1639).Pada pemerintahannya Aceh mencapai puncak ketayaannya.
- 19. Kerajaan Ternate Berdiri kira-kira Abad ke 13. Abad 14 Ternate Menjadi Kerajaan Islam. Masa Pemerintahan Sultan Baabullah Ternate Mencapai puncak kejayaannya. Tahun 1575 Sultan Baabullah Mengusir Portugis Dari Maluku. Baabullah bergelar yang di pertuan di 72 pulau, meluaskan wilayahnya sampai Filipina.
- 20. Kerajaan Tidore Merupakan kerajaan Islam di Maluku. Sempat diadu domba oleh Portugis dan Spanyol, untuk berselisih dengan Kerajaan Ternate, tetapi berbalik kembali bahkan bersama-sama mengusir bangsa Portugis dari Maluku. Rajanya yang terkenal adalah Sultan Nurku, yang gigih berjuang mengusir Belanda. Wilayahnya meliputi Halmahera. Seram, Kai, dan, sampai Papua.
- 21. Kerajaan Makasar Pada abad ke 16 di Sulawesi Selatan terdapat dua kerajaan, yaitu Goa dan Tailo. Kedua kerajaan itu bersatu dengan nama Goa-Tailo, atau Makasar dengan ibu kota sombaopu, sebagai kerajaan Islam pertama di Sulawesi. Raja-rajanya ialah : * Raja Goa Daeng Manribia dengan gelar Sultan Alaudin. Mangkubuninya adalah raja Tailo Karaeng Matoaya bergelar Sultan Abdullah. * Sultan Hasanuddin, masa pemerintahannya mencapai puncak kejayaan
- 22. Kerajaan Banjar Dengan bantuan Kerajaan Demak, abad ke-76 Kerajaan Banjar di Kalimantan Selatan menaklukan Daha (sebuah kerajaan di pedalaman Kalimantan) Banjar adalah kerajaan Islam, dengan rajanya Raden Samudra yang Telah masuk Islam Berganti Nama Sultan Suryanullah.
Showing posts with label Jawa. Show all posts
Showing posts with label Jawa. Show all posts
#Article # Sejarah Kerajaan - Kerajaan Di Indonesi
Posted by
IWANCIANJUR1
Posted on
1:37 AM
with
No comments
Kerajaan di Indonesia yang pertama berkembang di Indonesia yaitu kerajaan Hindu dan Buddha sedangkan sistem perekonomian yang di gunakan pada waktu itu adalah perdagangan, sehingga hubungan dengan negara-negara tetangga maupun yang lebih jauh seperti India, China dan wilayah Timur Tengah pun bisa terjalin. Pada zaman kerajaan berkembang Agama Hindu lah yang pertama masuk ke Indonesia dengn diperkirakan pada awal Tarikh Masehi dan terus berkembang sampai kerajaan-kerajaan Islam bermunculan. Berikut daftar kerajaan di Indonesia.
{[['']]}
Label:
Berkaitan dengan Dalem Cikundul
,
Indo
,
Jawa
,
Jawabarat
,
Jejak Sejarah
,
Kisah Islam
,
Kisah Misterius
=E-BOOK= Buku 6 Aktivitas Anak (serie complete) (1992)
Posted by
IWANCIANJUR1
Posted on
8:57 PM
with
No comments
"Christopher Clark: Buku Aktivitas Anak (serie completa) (1992)
5.570 KB | English | Author: Christopher Clark | Hitam dan Putih | PDF pemindaian | Buku ke 3 | Oxford University Press | 1992 Ketujuh Percetakan | 35 Halaman | Dicetak di Hong Kong | ISBN 9780194218306/9780194218313/9780194218320/9780194218337/9780194218344/9780194218351 | PDF | SUMBER : jamespoetrodriguez" Link : Download
Adventure
,
Anak
,
Belajar
,
E-BOOK
,
For Windows
,
Indo
,
Jawa
,
{[['']]}
=E-BOOK= Buku 5 Aktivitas Anak (serie complete) (1992)
Posted by
IWANCIANJUR1
Posted on
8:48 PM
with
No comments
"Christopher Clark: Buku Aktivitas Anak (serie completa) (1992)
10.859 KB | English | Author: Christopher Clark | Hitam dan Putih | PDF pemindaian | Buku ke 5 | Oxford University Press | 1992 Ketujuh Percetakan | 36 Halaman | Dicetak di Hong Kong | ISBN 9780194218306/9780194218313/9780194218320/9780194218337/9780194218344/9780194218351 | PDF | SUMBER : jamespoetrodriguez" Link : Download
Anak
,
Belajar
,
E-BOOK
,
For Windows
,
Indo
,
Jawa
,
{[['']]}
=E-BOOK= Buku 4 Aktivitas Anak (serie complete) (1992)
Posted by
IWANCIANJUR1
Posted on
8:38 PM
with
No comments
"Christopher Clark: Buku Aktivitas Anak (serie completa) (1992)
11.370 KB | English | Author: Christopher Clark | Hitam dan Putih | PDF pemindaian | Buku ke 4 | Oxford University Press | 1992 Ketujuh Percetakan | 35 Halaman | Dicetak di Hong Kong | ISBN 9780194218306/9780194218313/9780194218320/9780194218337/9780194218344/9780194218351 | PDF | SUMBER : jamespoetrodriguez" Link : Download
Anak
,
Barat
,
Belajar
,
Dunia
,
E-BOOK
,
For Windows
,
Jawa
,
{[['']]}
=E-BOOK= Buku 3 Aktivitas Anak (serie complete) (1992)
Posted by
IWANCIANJUR1
Posted on
8:29 PM
with
No comments
"Christopher Clark: Buku Aktivitas Anak (serie completa) (1992)
10.880 KB | English | Author: Christopher Clark | Hitam dan Putih | PDF pemindaian | Buku ke 3 | Oxford University Press | 1992 Ketujuh Percetakan | 36 Halaman | Dicetak di Hong Kong | ISBN 9780194218306/9780194218313/9780194218320/9780194218337/9780194218344/9780194218351 | PDF | SUMBER : jamespoetrodriguez" Link : Download
Anak
,
Barat
,
Belajar
,
E-BOOK
,
Indo
,
Jawa
,
{[['']]}
Wayang Golek Bobodoran Cepot Cawokah
Posted by
IWANCIANJUR1
Posted on
1:05 AM
with
No comments
Wayang Golek Bobodoran Cepot Cawokah
Cerita: Cepot Cawokah
Diterbitkan tanggal 5 Jan 2014
Wayang Golek Bobodoran Ki Dalang Asep Sunandar Sunarya, dina lalakon "Cepot Cawokah"
Kesenian sunda ini harus dirawat dailestarikan dan diabadikan sebelum tergerus modernisasi
Video Hosted By : Diterbitkan tanggal 5 Jan 2014
Wayang Golek Bobodoran Ki Dalang Asep Sunandar Sunarya, dina lalakon "Cepot Cawokah"
Kesenian sunda ini harus dirawat dailestarikan dan diabadikan sebelum tergerus modernisasi
Download Video via Youtube Tanpa IDM {internet download manager}
Atraksi Wisata Seni
,
Indo
,
Jawa
,
Video Kesenian
,
{[['']]}
Label:
Atraksi Wisata Seni
,
Indo
,
Jawa
,
Video Kesenian
Sukma Dewa Kusuma Asep Sunandar Sunarya
Posted by
IWANCIANJUR1
Posted on
3:13 PM
with
No comments
Diterbitkan tanggal 7 Jan 2015
Pagelaran Wayang Golek Giri Harja 3 Bandung - Dalang Asep Sunandar SunaryaVideo Hosted By :
Download Video via Youtube Tanpa IDM {internet download manager}
Indo
,
Jawa
,
Jawabarat
,
Video Kesenian
,
{[['']]}
Label:
Indo
,
Jawa
,
Jawabarat
,
Video Kesenian
=Article=Kongres Besar GMNI
Posted by
IWANCIANJUR1
Posted on
6:16 PM
with
No comments
Lenyapkan Sterilitiet Dalam Gerakan Mahasiswa
PIDATO TERTULIS PYM PRESIDEN SUKARNO PADA KONFERENSI BESAR GMNI DI KALIURANG JOGJAKARTA, 17 FEBRUARI 1959.
Terlebih dahulu saya mengucapkan selamat dengan Konferensi Besar GMNI ini.
Dengan gembira saya membaca, bahwa asas tujuan GMNI adalah Marhaenisme. Apa sebab saya gembira?
Tidak lain dan tidak bukan, karena lebih
dari 30 tahun yang lalu saya juga pernah memimpin suatu gerakan rakyat
-suatu partai politik- yang asasnya pun adalah Marhaenisme.
Bagi saya asas Marhaenisme adalah suatu
asas yang paling cocok untuk gerakan rakyat di Indonesia. Rumusannya
adalah sebagai berikut: Marhaenisme adalah asas, yang menghendaki
susunan masyarakat dan Negara yang didalam segala halnya menyelamatkan
kaum Marhaen. Marhaenisme adalah cara perjuangan yang revolusioner
sesuai dengan watak kaum Marhaen pada umumnya. Marhaenisme adalah dus asas dan cara perjuangan “tegelijk“,
menuju kepada hilangnya kapitalisme, imprealisme dan kolonialisme.
Secara positif, maka Marhaenisme saya namakan juga sosio-nasionalisme
dan sosio-demokrasi; karena nasionalismenya kaum Marhaen adalah
nasionalisme yang social bewust dan karena demokrasinya kaum Marhaen adalah demokrasi yang social bewust pula.
Dan siapakah yang saya namakan kaum
Marhaen itu? Yang saya namakan Marhaen adalah setiap rakyat Indonesia
yang melarat atau lebih tepat: yang telah dimelaratkan oleh setiap
kapitalisme, imprealisme dan kolonialisme.
Kaum Marhaen ini terdiri dari tiga unsur:
Pertama : Unsur kaum proletar Indonesia (buruh) Kedua : Unsur kaum tani
melarat Indonesia, dan Ketiga : kaum melarat Indonesia yang lain-lain.
Dan siapakah yang saya maksud dengan kaum
Marhaenis? Kaum Marhaenis adalah setiap pejuang dan setiap patriot
Bangsa. Yang mengorganisir berjuta-juta kaum Marhaen itu, dan Yang
bersama-sama dengan tenaga massa Marhaen itu hendak menumbangkan sistem
kapitalisme, imprealisme, kolonialisme, dan Yang bersama-sama dengan
massa Marhaen itu membanting tulang untuk membangun Negara dan
masyarakat, yang kuat, bahagia sentosa, adil dan makmur.
Pokoknya ialah, bahwa Marhaenis adalah
setiap orang yang menjalankan Marhaenisme seperti yang saya jelaskan di
atas tadi. Camkan benar-benar: setiap kaum Marhaenis berjuang untuk
kepentingan kaum Marhaen dan bersama-sama kaum Marhaen!
Apa sebab pengertian tentang Marhaenisme, Marhaen dan Marhaenis itu saya kemukakan kepada Konferensi Besar GMNI dewasa ini?
Karena saya tahu, bahwa dewasa ini ada
banyak kesimpangsiuran tentang tafsir pengertian kata-kata Marhaenisme,
Marhaen dan Marhaenis itu.
Saya harapkan mudah-mudahan kata sambutan
saya ini saudara camkan dengan sungguh-sungguh, dan saudara praktikkan
sebaik-baiknya, tidak hanya dalam lingkungan dunia kecil mahasiswa,
tetapi juga di dunia besar daripada massa Marhaen.
Sebab tanpa massa Marhaen, maka gerakanmu akan menjadi steril! Karena itu:
Lenyapkan sterilitiet dalam Gerakan
Mahasiswa! Nyalakan terus obor kesetiaan terhadap kaum Marhaen! Agar
semangat Marhaenisme bernyala-nyala murni! Dan agar yang tidak murni
terbakar mati!
Sekian dulu, dan sekali lagi saya ucapkan
selamat kepada Konferensi Besar GMNI, dan mudah-mudahan berhasillah
Konferensi Besar ini.
Jakarta, 17 Februari 1959
PRESIDEN/PANGLIMA TERTINGGI/ PEMIMPIN BESAR REVOLUSI
SUKARNO BAPAK MARHAENISME
Sumber : http://penasoekarno.wordpress.com/2009/11/08/kongres-besar-gmni/
Indo
,
Jawa
,
Jejak Sejarah
,
SejarahRI
,
{[['']]}
Label:
Indo
,
Jawa
,
Jejak Sejarah
,
SejarahRI
PIDATO PRESIDEN SUKARNO “NAWAKSARA”
Posted by
IWANCIANJUR1
Posted on
6:40 PM
with
No comments
PIDATO PRESIDEN SUKARNO “NAWAKSARA”
Di depan Sidang Umum ke-IV MPRS pada tanggal 22 Juni 1966
Saudara-saudara sekalian,
I. RETROSPEKSI
Dengan mengucap Syukur Alhamdulillah, maka pagi ini saya berada di muka Sidang Umum MPRS yang ke-lV. Sesuai dengan Ketetapan MPRS No.I/1960 yang memberikan kepada diri saya, Bung Karno, gelar Pemimpin Besar Revolusi dan kekuasaan penuh untuk melaksanakan Ketetapan-ketetapan tersebut, maka dalam Amanat saya hari ini saya ingin mengulangi lebih dulu apa yang pernah saya kemukakan dalam Amanat saya di muka Sidang Umum ke-ll MPRS pada tanggal 15 Mei 1963, berjudul “Ambeg Parama-Arta” tentang hal ini:
1. Pengertian Pemimpin Besar Revolusi.
Dalam pidato saya “Ambeg Parama-Arta” itu, saya berkata: “MPRS telah memberikan KEKUASAAN PENUH kepada saya untuk melaksanakannya, dan dalam memberi kekuasaan penuh kepada saya itu, MPRS menamakan saya bukan saja Presiden, bukan saja Panglima Tertinggi Angkatan Perang, tetapi mengangkat saya juga menjadi: “PEMIMPIN BESAR REVOLUSI INDONESIA”.
Saya menerima pengangkatan itu dengan sungguh rasa terharu, karena MPRS sebagai Perwakilan Rakyat yang tertinggi di dalam Republik Indonesia, menyatakan dengan tegas dan jelas bahwa saya adalah “Pemimpin Besar Revolusi Indonesia”, yaitu: “PEMIMPIN BESAR REPUBLIK RAKYAT INDONESIA”!
Dalam pada itu, saya sadar, bahwa hal ini bagi saya membawa konsekuensi yang amat besar! Oleh karena seperti Saudara-saudara juga mengetahui, PEMIMPIN membawa pertanggungan-jawab yang amat berat sekali!!
“Memimpin” adalah lebih berat daripada sekedar “Melaksanakan”. “Memimpin” adalah lebih berat daripada sekedar menyuruh melaksanakan”!
Saya sadar, lebih daripada yang sudah-sudah, setelah MPRS mengangkat saya menjadi “Pemimpin Besar Revolusi”, bahwa kewajiban saya adalah amat berat sekali, tetapi Insya Allah S.W.T. saya terima
pengangkatan sebagai “Pemimpin Besar Revolusi” itu dengan rasa tanggung jawab yang setinggi-tingginya!
Saya Insya Allah, akan beri pimpinan kepada Indonesia, kepada Rakyat Indonesia, kepada Saudara-saudara sekalian, secara maksimal di bidang pertanggungan-jawab dan kemampuan saya. Moga-moga Tuhan Yang Maha Kuasa, Yang Maha Murah, dan Maha Asih, selalu memberikan bantuan kepada saya secukup-cukupnya!
Sebaliknya, kepada MPRS dan kepada Rakyat Indonesia sendiri, hal ini pun membawa konsekuensi! Tempohari saya berkata: “Jikalau benar dan jikalau demikianlah Keputusan MPRS, yang saya diangkat menjadi Pemimpin Revolusi Besar Indonesia, Revolusi Rakyat Indonesia, maka saya mengharap seluruh Rakyat, termasuk juga segenap Anggota MPRS, untuk selalu mengikuti, melaksanakan, menfi’ilkan segala apa yang saya berikan dalam pimpinan itu! Pertanggungan-jawab yang MPRS, sebagai Lembaga Tertinggi Republik Indonesia letakkan di atas pundak saya, adalah suatu pertanggungan-jawab yang berat sekali, tetapi denganridha Allah S.W.T. dan dengan bantuan seluruh Rak yat Indonesia, termasuk di dalanlnya juga Saudara-saudara para Anggota MPRS sendiri, saya percaya, bahwa Insya Allah, apa yang digariskan oleh Pola Pembangunan itu dalam 8 tahun akan terlaksana!
Demikianlah Saudara-saudara sekalian beberapa kutipan daripada Amanat “Ambeg Parama-Arta”.
Saudara-saudara sekalian,
Dari Amanat “Ambeg Parama-Arta” tersebut, dapatlah Saudara ketahui, bagaimana visi serta interpretasi saya tentang predikat Pemimpin Besar Revolusi yang Saudara-saudara berikan kepada saya.
Saya menginsyafi, bahwa predikat itu adalah sekedar gelar, tetapi saya pun – dan dengan saya semua ketentuan-ketentuan progresif revolusioner di dalam masyarakat kita yang tak pernah absen dalam kancahnya Revolusi kita – saya pun yakin seyakin-yakinnya, bahwa tiap Revolusi mensyarat-mutlakkan adanya Pimpinan Nasional. Lebih-lebih lagi Revolusi Nasional kita yang multi-kompleks sekarang ini, dan yang berhari depan Sosialisme Panca-Sila. Revolusi demikian ta’ mungkin tanpa adanya pimpinan. Dan pimpinan itu jelas tercermin dalam tri-kesatuannya Re-So-Pim, yaitu Revolusi, Sosialisme, dan Pimpinan Nasional.
2. Pengertian Mandataris MPRS.
Karena itulah, maka pimpinan yang saya berikan itu adalah pimpinan di segala bidang. Dan sesuai dengan pertanggungan-jawab saya terhadap MPRS, pimpinan itu terutarna menyangkut garis-garis besarnya. Ini pun adalah sesuai dan sejalan dengan kemurnian bunyi aksara dan jiwa Undang-Undang Dasar ‘45, yang menugaskan kepada MPRS untuk menetapkan garis-garis besar haluan Negara. Saya tekankan garis-garis besarnya saja dari haluan Negara. Adalah tidak sesuai dengan jiwa dan aksara kemurnian Undang-Undang Dasar ‘45, apabila MPRS jatuh terpelanting kembali ke dalam alam Liberale democratie, dengan beradu
debat dengan bertele-tele tentang garis-garis kecil, di mana masing-masing golongan beradu untuk memenangkan kepentingan-kepentingan golongan dan mengalahkan kepentingan nasional, kepentingan Rakyat banyak, kepentingan Revolusi kita!
Pimpinan itu pun saya dasarkan kepada jiwa Panca-Sila, yang telah kita pancarkan bersama dalam Manipol-Usdek sebagai garis-garis besar haluan Negara. Dan lebih-lebih mendalam lagi, maka saya telah mendasarkan pimpinan itu kepada Sabda Rasulullah S.A.W.: “Kamu sekalian adalah Pemimpin, dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungan-jawabnya tentang kepemimpinan itu di hari kemudian.”
Saudara-saudara sekalian,
Itulah jiwa daripada pimpinan saya, seperti yang telah saya nyatakan dalam Amanat “Ambeg Parama-Arta” tersebut tadi. Dan Saudarasaudara telah membenarkan amanat itu, terbukti dengan Ketetapan MPRS No.IV/1963, yang menjadikan Resopim dan Ambeg Parama-Arta masing-masing sebagai pedoman pelaksanaan garis-garis besar haluan Negara, dan sebagai landasan kerja dalam melaksanakan Konsepsi Pembangunan seperti terkandung dalam Ketetapan MPRS No.l dan 11 tahun 1960.
3. Pengertian Presiden seumur hidup
Malahan dalam Sidang Umum MPRS ke-ll pada bulan Mei tahun 1963 itu Saudara-saudara sekalian telah menetapkan saya menjadi Presiden se-umur-hidup. Dan pada waktu itu pun saya telah menjawab keputusan Saudara-saudara itu dengan kata-kata: “Alangkah baiknya jikalau nanti MPR, yaitu MPR hasil pemilihan-umum, masih meninjau soal ini kembali.” Dan sekarang ini pun saya masih tetap berpendapat demikian!
II. LANDASAN-KERJA MELANJUTKAN PEMBANGUNAN.
Kembali sekarang sebentar kepada Amanat “Ambeg Parama-Arta” tersebut tadi itu. Amanat itu kemudian disusul dengan amanat saya “Berdikari” pada pembukaan Sidang Umum MPRS ke-lll pada tanggal 11 April 1965, di mana dengan tegas saya tekankan tiga hal:
1. Trisakti.
Pertama :
bahwa Revolusi kita mengejar suatu Idee Besar, yakni melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat; Amanat Penderitaan Rakyat seluruhnya, seluruh rakyat sebulat-bulatnya.
Kedua :
bahwa Revolusi kita berjoang mengemban Amanat Penderitaan Rakyat itu dalam persatuan dan kesatuan yang bulat-menyeluruh dan
hendaknya jangan sampai watak Agung Revolusi kita, diselewengkan sehingga mengalami dekadensi yang hanya mementingkan golongann-ya sendiri saja, atau hanya sebagian dari Ampera saja!
Ketiga :
bahwa kita dalam melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat itu tetap dan tegap berpijak dengan kokoh-kuat atas landasan Trisakti, yaitu berdaulat dan bebas dalam politik, berkepribadian dalam kebudayaan dan berdikari dalam ekonomi; sekali lagi berdikari dalam ekonomi!
Saya sangat gembira sekali, bahwa Amanat-amanat saya itu dulu, baik “Ambeg Parama-Arta”, maupun “Berdikari” telaK Saudara-saudara tetapkan sebagai landasan-kerja dan pedoman pelaksanaan Pembangunan Nasional Semesta Berencana untukmasa 3 tahun yang akan datang, yaitu sisa jangka-waktu tahapan pertama mulai tahun 1966 s/d 1968 dengan landasan “Berdikari di atas Kaki Sendiri” dalam ekonomi. Ini berarti, bahwa Lembaga Tertinggi dalam Negara kita, Lembaga Tertinggi dari Revolusi kita, Lembaga Negara Tertinggi yang menurut kemurnian jiwa dan aksaranya UUD-Proklamasi kita adalah penjelmaan kedaulatan Rakyat, membenarkan Amanat-amanat saya itu. Dan tidak hanya membenarkan saja, melainkan juga menjadikannya sebagai landasan-kerja serta pedoman bagi kita-semua, ya bagi Presiden/Mandataris MPRS/Perdana Menteri ya, bagi MPRS sendiri, ya bagi DPA, ya bagi DPR, ya bagi Kabinet, ya bagi parpol-parpol dan ormas-ormas, ya bagi ABRI, dan bagi seluruh Rakyat kita dari Sabang sampai Merauke, dalam mengemban bersama Amanat Penderitaan Rakyat.
Memang, di dalam situasi nasional dan internasional dewasa ini, maka Trisakti kita, yaitu berdaulat dan bebas dalam politik, berkepribadian dalam kebudayaan, berdikari di bidang ekonomi, adalah senjata yang paling ampuh di tangan seluruh rakyat kita, di tangan prajuritprajurit Revolusi kita, untuk menyelesaikan Revolusi Nasional kita yang maha dahsyat sekarang ini.
2. Rencana Ekonomi Perjoangan.
Terutama prinsip Berdikari di bidang ekonomi! Sebab dalam keadaan perekonomian bagaimanapun sulitnya, saya minta jangan dilepaskan jiwa “self-reliance” ini, jiwa percaya kepada kekuatan-diri-sendiri, jiwa self-help atau jiwa berdikari. Karenanya, maka dalam melaksanakan Ketetapan-ketetapan MPRS No.V dan Vl tahun 1965 yang lalu, saya telah meminta Bappenas dengan bantuan dan kerja sama dengan Muppenas, untuk menyusun garis-garis lebih lanjut daripada Pola Ekonomi Perjoar gan seperti yang telah saya canangkan dalam Amanat Berdikari tahun yang lalu.
Garis-garis Ekonomi Perjoangan tersebut telah selesai, dan saya lampirkan bersama ini Ikhtisar Tahunan tentang pelaksanaan Ketetapan MPRS No.II/MPRS/1960. Di dalamnya Saudara-saudara akan memperoleh gambaran tentang Strategi Umum Pembangunan 2 tahun 1966-1968, yaitu Pra-syarat Pembangunan, dan pola Pembiayaan tahun 1966 s/d 1968 melalui Rencana Anggaran 3 tahun.
3. Pengertian Berdikari.
Khusus mengenai Prinsip Berdikari ingin saya tekankan apa yang” telah saya nyatakan dalam pidato Proklamasi 17 Agustus 1965, yaitu pidato Takari, bahwa berdikari tidak berarti mengurangi, melainkan memperluas kerjasama internasional, terutama antara semua negara yang baru merdeka.
Yang ditolak oleh Berdikari adalah ketergantungan kepada imperialis, bukan kerja sama yang sama-derajat dan saling me nguntungkan.
Dan di dalam Rencana Ekonomi Perjoangan yang saya sampaikan bersama ini, maka Saudara-saudara dapat membaca bahwa: “Berdikari bukan saja tujuan, tetapi yang tidak kurang pentingnya harus merupakan prinsip dari cara kita mencapai tujuan itu, prinsip untuk melaksanakan Pembangunan dengan tidak menyandarkan diri kepada bantuan negara atau bangsa lain. Adalah jelas, bahwa tidak menyandarkan diri tidak berarti bahwa kita tidak mau kerja sama berdasarkan sama-derajat dan saling menguntungkan.”
Dalam rangka pengertian politik Berdikari demikian inilah, kita harus menanggulangi kesulitan-kesulitan di bidang Ekubang kita dewasa ini, baik yang hubungan dengan inflasi maupun yang hubungan dengan pembayaran hutang-hutang luar negeri kita.
III. HUBUNGAN POLITIK DAN EKONOMI
Masalah Ekubang tidak dapat dilepaskan dari masalah politik, malahan harus didasarkan atas Manifesto Politik kita.
Dekon kita pun adalah Manipohdi bidang ekonomi, atau dengan lain perkataan “political-economy”-nya pembangunan kita. Dekon merupakan strategi-umum, dan strategi-umum di bidang pembangunan 3 tahun di depan kita, yaitu tahun 1966–1968, didasarkan atas pemeliharaan hubungan yang tepat antara keperluan untuk melaksanakan tugas politik dan tugas ekonomi. Demikianlah tugas politik-keamanan kita, politik-pertahanan kita, politik dalam-negeri kita, politik luar-negeri kita dan sebagainya.
IV. DETAIL KE-DPR
Detail dari tugas-tugas ini kiranya tidak perlu diperbincangkana dalam Sidang Umum MPRS, karena tugas MPRS ialah menyangkut garisgaris besarnya saja. Detailnya seyogyanya ditentukan oleh Pemerintah bersama-sama dengan DPR, dalam rangka pemurnian pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945.
V. TETAP DEMOKRASI TERPIMPIN
Sekalipun demikian perlu saya peringatkan di sini, bahwa UndangUndang Dasar 1945 memungkinkan Mandataris MPRS bertindak lekas dan tepat dalam keadaan darurat demi keselamatan Negara, Rakyat dan Revolusi kita.
Dan sejak Dekrit 5 Juli 1959 dulu itu, Revolusi kita terus meningkat dan bergerak cepat, yang mau-tidak-mau mengharuskan semua Lembaga-lembaga Demokrasi kita untuk bergerak cepat pula tanpa menyelewengkan Demokrasi Terpimpin kita ke arah Demokrasi Liberal.
VI. MERINTIS JALAN KE ARAH PEMURNIAN PELAKSANAAN UUD 1945
Dalam rangka merintis jalan ke arah kemurnian pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 itulah, saya dengan surat saya tertanggal 4 Mei 1966 kepada Pimpinan DPRGR memajukan:
a. RUU Penyusunan MPR, DPR dan DPRD.
b. RUU Pemilihan Umum.
c. Penetapan Presiden No.3 tahun 1959 jo. Penetapan Presiden No.3 tahun 1966 untuk diubah menjadi Undang-Undang supaya DPA dapat ditetapkan menurut pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.
VII. WEWENANG MPR DAN MPRS
Tidak lain harapan saya ialah hendaknya MPRS dalam rangka pemurnian pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 itu menyadari apa tugas dan fungsinya, juga dalam hubungan-persamaan dan perbedaannya dengan MPR hasil pemilihan-umum nanti.
Wewenang MPR selaku pelaksanaan kedaulatan Rakyat adalah menetapkan Undang-Undang Dasar dan garis-garis besar daripada haluan Negara (pasal 3 UUD), serta memilih Presiden dan Wakil Presiden (pasal 6 UUD ayat 2).
Undang-Undang Dasar serta garis-garis besar haluan Negara telah kita tentukan bersama, yaitu Undang-Undang Dasar Proklamasi 1945 dan Manipol/Usdek.
VIII. KEDUDUKAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
Undang-Undang Dasar 1945 itu menyebut pemilihan jabatan Presiden dan Wakil Presiden, masa jabatannya serta isi-sumpahnya dalam satu nafas, yang tegas bertujuan agar terjamin kesatuan-pandangan, kesatuan-pendapat, kesatuan-pikiran dan kesatuan-tindak antara Presiden dan Wakil Presiden, yang membantu Presiden (pasal 4 ayat 2 UUD).
Dalam pada itu, Presiden memegang dan menjalankan tugas, wewenang dan kekuasaan Negara serta Pemerintahan. (pasal 4, 5, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, ayat 2).
Jiwa kesatuan antara kedua pejabat Negara ini, serta pembagian tugas dan wewenang seperti yang ditentukan dalam Undang-Undang Dasar 1945 hendaknya kita sadari sepenuhnya.
IX. PENUTUP
Demikian pula hendaknya kita semua, di luar dan di dalam MPRS menyadari sepenuhnya perbedaan dan persamaannya antara MPRS sekarang, dengan MPR-hasil-pemilihan-umum yang akan datang, agar supaya benar-benar kemurnian pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 dapat kita rintis bersama, sambil membuka lembaran baru dalam sejarah kelanjutan Revolusi Panca-Sila kita.
Demikianlah Saudara-saudara, teks laporan progress saya kepadaMPRS. lzinkanlah saya sekarang mengucapkan beberapa patah kata pribadi kepada Saudara-saudara, terutama sekali mengenai pribadi saya.
Lebih dahulu tentang hal laporan progress ini.
Laporan progress itu saya simpulkan dalam sembilan pasal, sembilan golongan, sembilan punt. Maka oleh karena itu saya ingin memberi judul kepada amanat saya tadi itu. Sebagaimana biasa saya memberi judul kepada pidato-pidato saya, ada yang bernama Resopim, ada yang bernama Gesuri dan lain-lain sebagainya. Amanat saya ini, saya beri judul apa? Sembilan perkara, pokok, pokok, pokok, pokok, saya tuliskan di dalam Amanat ini. Karena itu saya ingin memberi nama kepada Amanat ini, kepada pidato ini “Pidato Sembilan Pokok”. Sembilan, ya sembilan apa? Kita itu biasa memakai bahasa Sanskrit kalau memberi nama kepada amanat-amanat, bahkan kita sering memakai perkataan Dwi, Tri, Tri Sakti, dua-duanya perkataan Sanskrit. Catur Pra Setia, catur-empat setia, kesetiaan, Panca Azimat, Panca adalah lima. Ini sembilan pokok; ini saya namakan apa?
Sembilan di dalam bahasa Sanskrit adalah “Nawa”. Eka, Dwi, Tri, Catur, Panca, enam-yam, tujuh-sapta, delapan-hasta, sembilan-nawa, sepuluh-dasa. Jadi saya mau beri nama dengan perkataan “Nawa”. “Nawa” apa? Ya, karena saya tulis, saya mau beri nama “NAWA AKSARA”, dus “NAWA iAKSARA” atau kalau mau disingkatkan “NAWAKSARA”. Tadinya ada orang yang mengusulkan diberi nama “Sembilan Ucapan Presiden”. “NAWA SABDA”. Nanti kalau saya kasih nama Nawa Sabda, ada saja yang salah-salah berkata: “Uh, uh, Presiden bersabda”. Sabda itu seperti raja bersabda. Tidak, saya tidak mau memakai perkataan “sabda” itu, saya mau memakai perkataan “Aksara”; bukan dalam arti tulisan, jadi ada aksara latin, ada aksara Belanda dan sebagainya. NAWA AKSARA atau NAWAKSARA, itu judul yang saya berikan kepada pidato ini. Saya minta wartawan-wartawan mengumumkan hal ini, bahwa pidato Presiden dinamakan oleh Presiden NAWAKSARA . ,
Kemudian saya mau menyampaikan beberapa patah kata mengenai diri saya sendiri. Saudara-saudara semua mengetahui, bahwa tatkala saya masih muda, masih amat muda sekali, bahwa saya miskin dan oleh karena saya miskin, maka demikianlah saya sering ucapkan: “Saya tinggalkan this material world. Dunia jasmani sekarang ini laksana saya tinggalkan, karena dunia jasmani ini tidak memberi hiburan dan kepuasan kepada saya, oleh karena saya miskin.” Maka
saya meninggalkan dunia jasmani ini dan saya masuk katagori dalam pidato dan keterangan-keterangan yang sering masuk ke dalam world of the mind. Saya meninggalkan dunia yang material ini, saya masuk di dalam world of the mind. Dunianya alam cipta, dunia khayal, dunia pikiran. Dan telah sering saya katakan, bahwa di dalam wolrd of the mind itu, di situ saya berjumpa dengan orang-orang besar dari segala bangsa dan segala negara. Di dalam world of the mind itu saya berjumpa dengan nabi-nabi besar; di dalam world of the mind itusaya berjumpa dengan ahli falsafah, ahli falsafah besar. Di dalam world of the mind itu saya berjumpa dengan pemimpin-pemimpin bangsa yang besar, dan di dalam world of the mind itu saya berjumpa dengan pejuang-pejuang kemerdekaan yang berkaliber besar.
Saya berjumpa denganorang-orang besar ini, tegasnya, jelasnya dari membaca buku-buku. Salah satu pemimpin besar daripada sesuatu bangsa yang berjuang untuk kemerdekaan, ia mengucapkan kalimat sebagai berikut: “The cause of freedom is a deathless cause. The cause of freedom is a deathless cause. Perjuangan untuk kemerdekaan adalah satu perjuangan yang tidak mengenal mati. The cause of freedom is a deathless cause.
Sesudah saya baca kalimat itu dan renungkan kalimat itu, bukan saja saya tertarik kepada cause of freedom daripada bangsa saya sendiri dan bukan saja saya tertarik pada cause of freedom daripada seluruh umat manusia di dunia ini, tetapi saya, karena tertarik kepada cause of freedom ini saya menyumbangkan diriku kepada deathless cause ini, deathless cause of my own people, deathless cause of all people on this. Dan lantas saya mendapat keyakinan, bukan saja the cause of freedom is a deathless cause, tetapi juga the service of freedom is a deathless service. Pengabdian kepada perjuangan kemerdekaan, pengabdian kepada kemerdekaan itupun tidak mengenal maut, tidak mengenal habis. Pengabdian yang sungguh-sungguh pengabdian, bukan service yang hanya lip-service, tetapi service yang betul-betul masuk di dalam jiwa, service yang betul-betul pengabdian, service yang demikian itu adalah satu deathless service.
Dan saya tertarik oeh saya punya pendapat sendiri, pendapat pemimpin besar daripada bangsa yang saya sitir itu tadi, yang berkata “the cause of freedom is deathless cause”. Saya berkata “not only the cause of freedom is deathless cause, but also the service of freedom is a deatheless service”.
Dan saya, Saudara-saudara, telah memberikan, menyumbangkan atau menawarkan diri saya sendiri, dengan segala apa yang ada pada saya ini, kepada service of freedom, dan saya sadar sampai sekarang: the service of freedom is deathless service, yang tidak mengenal akhir, yang tidak mengenal mati. Itu adalah tulisan isi hati. Badan manusia bisa hancur, badan manusia bisa dimasukkan di dalam kerangkeng, badan manusia bisa dimasukkan di dalam penjara, badan manusia bisa ditembak mati, badan manusia bisa dibuang ke tanah pengasingan yang jauh dari tempat kelahirannya, tetapi ia punya service of freedom tidak bisa ditembak mati, tidak bisa dikerangkeng, tidak bisa dibuang di tempat pengasingan, tidak bisa ditembak mati.
Dan saya beritahu kepada Saudara-saudara, menurut perasaanku sendiri, saya, Saudara-saudara, telah lebih daripada tiga puluh lima tahun, hampir empat tahun dedicate myself to this service of freedom. Yang saya menghendaki supaya seluruh, seluruh, seluruh rakyat Indonesia masing-masing juga dedicate jiwa raganya kepada service of freedom ini, oleh karena memang service of freedom ini is a deathless service. Tetapi akhirnya segala sesuatu adalah di tangannya
Tuhan. Apakah Tuhan memberi saya dedicate myself, my all to this service of freedom, itu adalah Tuhan punya urusan.
Karena itu maka saya terus, terus, terus selalu memohon kepada Allah S.W.T., agar saya diberi kesempatan untuk ikut menjalankan aku punya service of freedom ini. Tuhan yang menentukan. De mens wikt, God beslist; manusia bisa berkehendak ,macam-macam Tuhan yang menentukan. Demikianpun saya selalu bersandarkan kepada keputusan Tuhan itu. Cuma saya juga di hadapan Tuhan berkata: Ya Allah, ya Rabbi, berilah saya kesempatan, kekuatan, taufik, hidayat untuk dedicate my self to this great cause of freedom and to this great service.
Inilah Saudara-saudara yang saya hendak katakan kepadamu;dalam saya pada hari sekarang ini memberi laporan kepadamu. Moga-moga Tuhan selalu memimpin saya, moga-moga Tuhan selalu memimpin Saudara-saudara sekalian. Sekianlah.
Ket: Foto merupakan tambahan dari penuli
Sumber : http://penasoekarno.wordpress.com/2009/11/20/nawaksara/
Indo
,
Jawa
,
Jejak Sejarah
,
SejarahRI
,
Soekarno
,
Tokoh-tokoh Sejarah
,
{[['']]}
Label:
Indo
,
Jawa
,
Jejak Sejarah
,
SejarahRI
,
Soekarno
,
Tokoh-tokoh Sejarah
Pidato Pres. Soekarno di SU PBB
Posted by
IWANCIANJUR1
Posted on
7:50 PM
with
No comments
MEMBANGUN DUNIA KEMBALI
Pidato Presiden Republik Indonesia Dimuka Sidang Umum P.B.B. ke – XV tanggal 30 September 1960
Tuan Ketua, Para Yang Mulia, Para Utusan dan Wakil yang terhormat,
Hari ini, dalam mengucapkan
pidato kepada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, saya
merasa tertekan oleh suatu rasa tanggung-jawab yang besar. Saya merasa
rendah hati berbicara dihadapan rapat agung daripada negarawan-negarawan
yang bijaksana dan berpengalaman dari timur dan barat, dari utara dan
dari selatan, dari bangsa-bangsa tua dan dari bangsa-bangsa muda dan
dari bangsa-bangsa yang baru bangkit kembali dari tidur yang lama.
Saya telah memanjatkan do’a kepada Tuhan
Yang Maha Kuasa agar lidah saya dapat menemukan kata-kata yang tepat
untuk menyatakan perasaan hati saya, dan saya juga telah berdo’a agar
kata-kata ini akan bergema dalam hati sanubari mereka yang mendengarnya.
Saya merasa gembira sekali dapat
mengucapkan selamat kepada Tuan Ketua atas pengangkatannya dalam
jabatannya yang tinggi dan konstruktif. Saya juga merasa gembira sekali
untuk menyampaikan atas nama bangsa saya ucapkan selamat datang yang
sangat mesra kepada keenambelas Anggauta baru dari Perserikata
Bangsa-Bangsa.
Kitab Suci Islam mengamanatkan sesuatu
kepada kita pada saat ini. Qur’an berkata: “Hai, sekalian manusia,
sesungguhnya Aku telah menjadikan kamu sekalian dari seorang lelaki dan
seorang perempuan, sehingga kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar
kamu sekalian kenal-mengenal satu sama lain. Bahwasanya yang lebih mulia
diantara kamu sekalian, ialah yang lebih taqwa kepadaKu”.
Dan juga Kitab Injil agama Nasrani
beramanat pada kita. “Segala kemuliaan bagi Allah ditempat yang
Mahatinggi, dan sejahtera diatas bumi diantara orang yang
diperkenanNya”.
Saya sungguh-sungguh merasa sangat
terharu melepaskan pandangan saya atas Majelis ini. Disinilah buktinya
akan kebenaran perjuangan yang berjalan bergenerasi. Disinilah buktinya,
bahwa pengorbanan dan penderitaan telah mencapai tujuannya. Disinilah
buktinya, bahwa keadilan mulai berlaku, dan bahwa beberapa kejahatan
besar sudah dapat disingkirkan.
Selanjutnya, sambil melepaskan pandangan
saya kepada Majelis ini, hati saya diliputi dengan suatu kegirangan yang
besar dan hebat. Dengan jelas tampak dimata saya menyingsingnya suatu
hari yang baru, dan bahwa matahari kemerdekaan dan emansipasi, matahari
yang sudah lama kita impikan, sudah terbit di Asia dan Afrika.
Sekarang, hari ini, saja berbicara
dihadapan para pemimpin bangsa-bangsa dan para pembangun bangsa-bangsa.
Namun, secara tidak langsung, saya juga berbicara kepada mereka yang
Tuan-tuan wakili, kepada mereka yang telah mengutus Tuan-tuan kemari,
kepada mereka yang telah mempercayakan hari depan mereka ditangan
Tuan-tuan. Saya sangat menginginkan agar kata-kata saya akan bergema
juga didalam hati mereka itu, didalam hati nurani ummat manusia, didalam
hati besar yang telah mencetuskan demikian banyak teriakan kegembiraan,
demikian banyák jeritan penderitaan dan putus-harapan, dan demikian
banyak cinta-kasih dan tawa.
Hari ini presiden Soekarno-lah yang
berbicara dihadapan tuan-tuan. Namun lebih dari itu, ia adalah seorang
manusia, Soekarno, seorang Indonesia, seorang suami, seorang Bapak,
seorang anggauta keluarga ummat manusia. Saya berbicara kepada Tuan-tuan
atas nama rakyat saya, mereka yang 92 juta banyaknya disuatu nusantara
yang jauh dan luas, 92 juta jiwa yang telah mengalami hidup penuh dengan
perjuangan dan pengorbanan, 92 juta jiwa yang telah membangun suatu
Negara diatas reruntuhan suatu Imperium.
Mereka itu, dan rakyat Asia dan Afrika,
rakyat-rakyat benua Amerika dan benua Eropa serta rakyat benua
Australia, sedang memperhatikan dan mendengarkan serta mengharap-harap.
Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa ini bagi mereka merupakan suatu
harapan akan masa-depan dan suatu kemungkinan-baik bagi zaman sekarang
ini.
Keputusan untuk menghadiri Sidang Majelis
Umum ini bukanlah merupakan suatu keputusan yang mudah bagi saya.
Bangsa saya sendiri menghadapi banyak masalah, sedangkan waktu untuk
memecahkan masalah-masalah itu selalu sangat terbatas. Akan tetapi
sidang ini mungkin merupakan sidang Majelis yang terpenting yang pernah
dilangsungkan dan kita semuanya mempunyai suatu tanggung-jawab kepada
dunia seluruhnya disamping kepada bangsa-bangsa kita masing-masing.
Tak seorangpun diantara kita dapat
menghindari tanggungjawab itu, dan pasti tak seorangpun ingin
menghindarinya. Saya sangat yakin bahwa pemimpin-pemimpin dari
negara-negara yang lebih muda dan negara-negara yang lahir kembali dapat
memberikan sumbangannya yang sangat positif untuk memecahkan demikian
banyak masalah-masalah yang dihadapi Organisasi ini dan dunia pada
umumnya. Memang, saya percaya bahwa orang akan mengatakan sekali lagi
bahwa: “Dunia yang baru itu diminta untu memperbaiki keseimbangan dunia
yang lama”.
Jelaslah bahwa pada dewasa ini segala
masalah dunia kita saling berhubungan. Kolonialisme mempunyai hubungan
dengan keamanan; keamanan mempunyai hubungan dengan persoalan perdamaian
dan perlucutan senjata; perlucutan senjata berhubungan dengan
perkembangan secara damai dari negara-negara yang belum maju. Yah,
segala itu saling bersangkut-paut. Jika kita pada akhirnya berhasil
memecahkan satu masalah, maka terbukalah jalan untuk penyelesaian
masalah-masalah lainnya. Jika kita berhasil memecahkan misalnya masalah
perlucutan senjata, maka akan tersedialah dana-dana yang diperlukan
untuk membantu bangsa-bangsa yang sangat memerlukan bantuan itu.
Akan tetapi, yang sangat diperlukan ialah
bahwa masalah-masalah semuanya itu harus dipecahkan dengan penggunaan
prinsip-prinsip yang telah disetujui. Setiap usaha untuk memecahkannya
dengan mempergunakan kekerasan, atau dengan ancaman kekerasan, atau
dengan pemilikan kekuasaan, tentu akan gagal bahkan akan mengakibatkan
masalah-masalah yang lebih buruk lagi. Dengan singkat, prinsip yang
harus diikuti ialah prinsip persamaan kedaulatan bagi semua bangsa, hal
mana tentunya tidak lain dan tidak bukan, merupakan penggunaan hak-hak
azasi manusia. dan hak-hak azasi nasional. Bagi semua bangsa-bangsa
harus ada: satu dasar, dan semua bangsa harus menerima dasar itu, demi
perlindungan dirinya dan demi keselamatan ummat manusia.
Bila saya boleh mengatakannya,
kami dari Indonesia menaruh perhatian yang khusus sekali atas
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kami mempunyai keinginan yang sangat khusus
agar Organisasi ini berkembang dan berhasil baik. Karena tindakan-
tindakannya, perjuangan untuk kemerdekaan dan kehidupan nasional kami
sendiri telah dipersingkat. Dengan berkepercayaan penuh saya mengatakan,
bahwa perjuangan kami, bagaimanapun juga, akan berhasil baik, namun
tindakan-tindakan Perserikatan Bangsa-Bangsa itu telah mempersingkat
perjuangan dan telah mencegah banyak pengorbanan dan penderitaan serta
kehancuran, baik dipihak kami maupun dipihak lawan-lawan kami.
Apakah sebabnya saya percaya, bahwa
perjuangan kami akan berhasil baik, dengan atau tanpa kegiatan
Perserikatan Bangsa-Bangsa? Saya yakin akan hal itu kerena dua sebab.
Pertama, saya mengenal rakyat saya; saya mengetahui kehausan mereka yang
tiada terhingga akan kemerdekaan nasional, dan saya mengetahui akan
tekadnya. Kedua, saya yakin akan hal itu karena jalannya sejarah.
Kita semua, dimanapun didunia ini, hidup
di zaman pembangunan bangsa-bangsa dan runtuhnya imperium-imperium,
Inilah zaman bangkitnya bangsa-bangsa dan bergejolaknya nasionalisme.
Menutup mata akan kenyataan ini adalah membuta terhadap sejarah, tidak
mengindahkan takdir dan menolak kenyataan. Sekali lagi saya katakan,
kita hidup dizaman pembangunan bangsa-bangsa.
Proses ini tidak dapat dielakkan dan
merupakan sesuatu yang pasti; kadang-kadang lambat dan tidak dapat
dielakkan, bagaikan lahar menurun lereng sebuah guning-api di Indonesia;
kadang-kadang cepat dan tidak terelakkan, bagikan dobrakan airbah dari
balik sebuah bendungan yang dibangun tidak sempurna. Lambat dan tak
terelakkan, atau cepat dan tak terelakkan, kemenangan perjuangan
nasional adalah suatu kepastian.
Bila perjalanan menuju kebebasan itu
sudah selesai diseluruh dunia, maka dunia kita akan menjadi suatu tempat
yang lebih baik; akan merupakan suatu tempat yang lebih bersih dan jauh
lebih sehat. Kita tidak boleh berhenti berjuang pada saat ini, manakala
kemenangan telah menampakkan diri, sebaliknya kita harus
melipat-gandakan usaha kita. Kita telah berjanji kepada masa-depan dan
itu harus dipenuhi. Dalam hal ini kita tidak hanya berjuang untuk
kepentingan kita sendiri, melainkan kita berjuang untuk kepentingan
ummat menusia seluruhnya, ya, perjuangan kita bahkan untuk kepentingan
mereka yang kita tentang.
Lima tahun yang lalu, dua puluh sembilan
bangsa-bangsa Asia dan Afrika telah mengirimkan utusannya kekota Bandung
Indonesia. Dua puluh sembilan bangsa Asia dan Afrika. Kini, berapakah
jumlah bangsa yang merdeka disana? Saya tidak akan menghitungnya, tetapi
silahkan melihat disekeliling Majelis ini sekarang! Dan katakanlah
apakah saya benar, bila saya berkata bahwa kinilah saatnya pembangunan
bangsa, dan saat bangkitnya bangsa-bangsa. Kemarin Asia, dan itu
merupakan suatu proses yang belum selesai. Kini Afrika, itupun merupakan
suatu proses ya, belum selesai.
Lagi pula, belum semua bangsa-bangsa Asia
dan Afrika diwakili disini. Organisasi bangsa-bangsa ini telah
dilemahkan selama masih menolak perwakilan satu bangsa, dan teristimewa
suatu bangsa yang tua dan bijaksana serta kuat.
Saya maksudkan Tiongkok. Saya maksudkan
yang sering disebut Tiongkok Komunis, yang bagi kami adalah satu-satunya
Tiongkok yang sebenarnya. Organisasi bangsa-bangsa ini sangat
dilemahkan justru karena ia menolak keanggautaan bangsa yan terbesar
didunia.
Setiap tahun kami menyokong diterimanya
Tiongkok kedalam Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai anggauta. Kami akan
terus melakukannya. Kami tidak memberikan sokongan itu semata mata
karena kami mempunyai hubungan baik dengan negara tersebut. Dan pasti
sokongan itu tidak kami berikan karena sesuatu alasan partisan. Tidak,
pendirian kami mengenai persoalan ini di bimbing oleh realisme politik.
Dengan secara picik mengecualikan suatu bangsa yang besar, bangsa agung
dan kuat dalam arti kwantitet, kebudayaan, ciri-ciri suatu peradaban
kuno, suatu bangsa yang penuh dengan kekuatan dan daya ekonomi, dengan
mengecualikan bangsa itu kita lebih melemahkan Organisasi internasional
ini, dan dengan demikian, lebih menjauhkannya dari kebutuhan dan
cita-cita kita.
Kita bertekad untuk menjadikan
Perserikatan Bangsa-Bangsa kuat dan universil serta mampu untuk memenuhi
fungsinya yang layak. Itulah sebabnya mengapa kami senantiasa
memberikan sokongann atas ikut-sertanya Tiongkok dalam lingkungan kita.
Lagi pula, perlucutan senjata merupakan suatu keperluan yang mendesak
dalam dunia ini. Persoalan yang terpenting ini dari semua masalah harus
dirundingkan dan dipecahkan dalam rangka Organisasi ini. Namun bagaimana
dapat tercapai suatu perlucutan realistis mengenai perlucutan senjata,
bila Tiongkok yang merupakan salah satu negara terkuat dalam dunia ini,
tidak diturut sertakan dalam musyawarah-musyawarah itu?
Diwakilinya Tiongkok dalam Perserikatan
Bangsa-Bangsa akan mengikut sertakan negara itu dalam masalah dunia yang
konstruktif dan dengan demikian akan betul-betul memperkuat lembaga
ini.
Ditahun sembilan belas enam puluh ini,
Majelis Umum kembali berkumpul dalam sidang tahunannya. Namum Majelis
Umum ini janganlah hanya dianggap sebagi suatu sidang routine lainnya,
dan bila dianggap demikian, bila dianggap sebagai suatu sidang routine,
maka kemungkinan besar Organisasi intemasional seluruhnya iri akan
terancam dengan kehancuran.
Camkanlah kata-kata saya, itulah
permohonan saya! Janganlah memperlakukan masalah-masalah yang akan
Tuan-tuan perbincangkan sebagai masalah routine. Bila diperlakukan
demikian, Organisasi ini yang telah memberikan kita suatu harapan untuk
‘masa-depan, suatu kemungkinan-baik akan adanya persesuaian
internasional, mungkin akan pecah. Ia mungkin akan lenyap perlahan-lahan
dibawah gelombang pertikaian, sebagimana dialami oleh organisasi yang
digantikannya. Bila hal ini terjadi, maka ummat manusia sebagai
keseluruhan akan menderita, dan suatu impian yang agung, suatu cita-cita
yang agung, akan hancur. Ingatlat bukanlah hanya kata-kata yang
Tuan-tuan hadapi. bukanlah pion-pion diatas papan catur yang Tuan-tuan
hadapi. Yang Tuan-tuan hadapi adalah manusia, impian-impian manusia,
cita-cita manusia dan hari-depan semua manusia.
Dengan segala kesungguhan, saya katakan:
kami bangsa bangsa yang baru merdeka bermaksud berjuang untuk
kepentingan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kami bermaksud memperjuangkan
suksesnya dan menjadikannya effektif. Badan itu dapat dijadikan
effektif, dan akan dijadikan effektif, hanya bila anggauta-anggauta
seluruhnya mengakui tiada terelakkannya jalan sejarah. Badan itu hanya
dapat menjadi effektif, bila badan tersebut mengikuti jalannya sejarah,
dan tidak mencoba untuk membendung atau mengalihkan ataupun menghambat
jalannya itu.
Telah saya katakan, bahwa inilah saat
pembangunan bangsa-bangsa dan runtuhnya imperium-imperium. Itulah
kebenaran yang sesungguhnya. Berapa banyaknya bangsa-bangsa yang telah
memperoleh kemerdekaannya sejak terciptanya Piagam Perserikatan
Bangsa-Bangsa? Berapa banyak bangsa-bangsa telah melemparkan rantai
penindasan yang membelenggunya? Berapa banyaknya imperium-imperium yang
dibangun atas penindasan manusia telah hacur-lebur? Kami yang tadinya
tiada bersuara, tidak membisu lagi. Kami yang tadinya membisu dialam
kesengsaraan imperalisme tidak membisu lagi. Kami yang perjuangan
hidupnya tertutup dibawah selubung kolonialisme, tidak tersembunyikan
lagi.
Sejak hari bersejarah ditahun
Sembilanbelas Empatpulut Lima dunia telah berobah, dan dia telah berobah
kearah perbaikan. Dari zaman pembangunan bangsa-bangsa ini telah muncul
kemungkinan – ya, keharusan – akan suatu dunia yang bebas dari
ketakutan, bebas dari kekurangan, bebas dari penindasan-penindasan
nasional. Kini, saat ini juga, di Majelis Umum ini, kita dapat
mempersiapkan diri untuk menempatkan diri kita didunia masa-depan itu,
dunia yang telah kita pikirkan dan impikan serta bayangkan.
Hal itu dapat kita lakukan, tetapi hanya
bila kita tidak memperlakukan sidang ini sebagai suatu sidang routine.
Kita harus mengakui, bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa menghadapai suatu
penimbunan masalah-masalah, masing-masing mendesak, masing-masing
mengandung kemungkinan ancaman terhadap perdamaian dan kamajuan secara
damai.
Kita bertekad, bahwa nasib
dunia, dunia kita, tidak akan ditentukan tanpa kita. Nasib itu akan
ditentukan dengan keikut-serta dan kerjasama kita. Keputusan-keputusan
yang penting bagi perdamaian dan masa-depan dunia dapat ditentukan
disini den sekarang ini juga. Disini berkumpul Kepala-Kepala Negara den
Kepala-Kepala Pemerintah. Itulah rangka Organisasi kita. Saya sangat
mengharapkan agar soal-soal protokol yang kaku serta perasaan sakit hati
yang picik, – perasaaan-perasaan perorangan maupun nasional, – tidak
akan menghalangi dipergunakannya kesempatan itu sebaik-baiknya.
Kesempatan seperti ini tak akan sering ada. Hal itu harus dipergunakan
sebaik-baiknya. Kita pada saat ini mempunyai kesempatan unik untuk
menggabungkan diplomasi perseorangan dengan diplomasi umum. Marilah kita
pergunakan kesempatan itu. Kesempatan tak akan kembali lagi!
Saya menyadari sedalam-dalamnya bahwa
hadirnya demikian banyak Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, memenuhi
harapan berjuta-juta orang. Mereka itu dapat mengambil
keputusan-keputusan yang vital untuk menentukan wajah baru bagi dunia
kita ini dan dengan sendirinya juga wajah baru bagi Perserikatan
Bangsa-Bangsa.
Layaklah pada saat ini untuk
mempertimbangkan kedudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam hubungan
dengan zaman pembangunan dan bangkitnya bangsa-bangsa hari ini.
Ini saya kemukakan: bagi suatu bangsa
yang baru lahir atau suatu bangsa yang baru lahir-kembali milik yang
paling berharga adalah kemerdekaan dan kedaulatan.
Mungkin – saya tidak tahu, tapi mungkin –
bahwa rasa untuk memegang teguh permata kedaulatan dan kemerdekaan yang
berharga ini, hanya terdapat dilingkungan bangsa-bangsa yang baru
bangkit kembali. Mungkin setelah berlalunya beberapa generasi perasaan
kebanggaan dan tercapainya cita-cita itu menjadi pudar. Mungkin
demikian, tetapi saya rasa tidak.
Bahkan sekarang ini, duaratus tahun
kemudian, adalah seorang Arnerika yang tidak tergetar jiwanya
mendengarkan kata-kata Declaration of Independence? Adalah seorang
Italia yang kini tidak menyambut penggilan Mazzini? Adalah seorang warga
Amerika Latin yang tidak lagi mendengar gemahnya suara San Martin?
Benar, adakah seorang warga dunia yang
tidak menyambut panggilan dan suara-suarai tu? Kita semua tergetar, kita
semua menyambut, karena suara-suara itu adalah universil, baik
mengengenai waktu maupun tempatnya. Suara-suara itu adalah suara ummat
manusia yang menderita, suara masa depan, dan kita masih mendengarnya
sepanjang zaman.
Tidak, saya yakin, seyakin-yakinnya bahwa
didalam kedaulatan dan kemerdekaan nasional ada sesuatu yang kekal,
sesuatu yang sekeras dan secerlang permata, dan jauh lebih berharga.
Banyak bangsa-bangsa didunia ini telah
lama memiliki permata ini. Mereka telah biasa memilikinya, tetapi saya
yakin, bahwa mereka masih tetap menganggapnya yang paling dicintai
diantara milik-miliknya, dan mereka akan lebih baik mati daripada
melepaskannya.
Bukankah begitu? Apakah bangsa saudara
sendiri akan pernah bersedia melepaskan kemerdekaannya? Setiap bangsa
yang patut dinamakan bangsa akan memilih mati! Setiap pemimpinya yang
patut disebut pemimpin dari bangsa manapun, juga akan memilih mati!
Betapa lebih berharga hal itu bagi kami,
yang pernah suatu waktu memiliki permata kemerdekaan dan kedaulatan
nasional itu, dan kemudian merasakan dirampasnya dari tangan kami oleh
bandit-bandit yang bersenjata lengkap, dan yang kini telah kami rebut
kembali!
Perserikatan Bangsa-bangsa ini
adalah suatu organisasi dari Negara-Negara Bangsa yang masing-masing
menggenggam permata itu kuat-kuat sebagai sesuatu yang berharga. Kita
semuanya telah berhimpun dengan sukarela, sebagai saudara dan sederajat
dalam Organisasi ini. Sebagai suadara dan sederajat, karena
kita semua memiliki kedaulatan yang sederajat dan kita semua menganggap
kedaulatan yang sederajat itu sama-sama berharga.
Ini adalah suatu badan international.
Badan ini belumlah super-nasional ataupun supra-nasional. Badan ini
merupakan suatu organisasi Negara-Negara Bangsa, dan hanya dapat bekerja
sepanjang Negara-Negara Bangsa menghendakinya.
Apakah kita semuanya dengan suara bulat
telah menyetujui untuk menyerahkan suatu bagian dari kedaulatan kita
kepada badan ini? Tidak, tidak pernah. Kita telah menerima baik Piagam
dan Piagam itu telah ditandatangani oleh Negara-Negara Bangsa yang
berdaulat penuh dan sederajat penuh.
Ada kemungkinan, bahwa badan ini harus
mempertimbangkan, apakah anggauta-anggautanya harus menyerahkan sesuatu
bagian dari kedaulatan mereka kepada badan internasional ini. Tetapi
jika keputusan yang semacam itu diambil, keputusan itu harus diambil
secara bebas, dan dengan suara bulat, dan sederajat. Harus diuputuskan
sederajat oleh semua bangsa, yang kuno dan yang baru, bangsa yang baru
muncul dan yang sudah lama maju dan yang belum maju.
Hal ini bukannya sesuatu yang dapat
dipaksakan pada bangsa manapun juga. Selanjutnya, dasar satu-satunya
yang mungkin bagi badan semacam itu ialah persamaan yang sejati.
Kedaulatan dari bangsa yang paling baru atau bangsa yang paling kecil
sama berharganya, sama tidak dapat dilanggarnya, seperti kedaulatan
bangsa yang paling besar atau bangsa yang paling tua. Dan selain
daripada itu, sesuatu pelanggaran terhadap kedaulatan sesuatu bangsa
merupakan suatu ancaman potensiil terhadap kedulatan semua bangsa.
Dalam gambaran dunia inilah, kita harus
melihat dunia sekarang ini. Dunia kita yang satu ini terdiri dari
Negara-Negara Bangsa, masing-masing sama berdaulat dan masing-masing
berketetapan hati menjaga kedaulatan itu, dan masing-masing berhak untuk
menjaga kedaulatan itu. Dan sekali lagi saya katakan – dan saya ulang
ini karena merupakan dasar dari pengertian terhadap dunia dewasa ini –
kita hidup dalam zaman pembangunan bangsa.
Kenyataan ini jauh lebih penting daripada
adanya senjata-senjata nuklir, lebih eksplosif daripada bom-bom
hidrogin, dan mempunyai harga potensiil yang lebih besar untuk dunia
daripada pemecahan atom.
Keseimbangan dunia telah berobah sejak
hari itu dalam bulan Juni, limabelas tahun yang lalu, ketika Piagam
ditandatangani dikota San Franciscco di Amerika, pada saat manusia
sedang bangkit kembali dari neraka peperangan.
Nasib umat manusia tidak dapat lagi
ditentukan oleh beberapa bangsa besar dan kuat. Juga kami, bangsa-bangsa
yang lebih muda, bangsa yang sedang bertunas, bangsa-bangsa yang lebil
kecil, kamipun berhak bersuara dan suara itu pasti akan berkumandang
disepanjang zaman.
Yah, kami insyaf akan pertangungan jawab
kami terhadap masa-depan semua bangsa, dan kami dengan gembira menerima
pertanggung-jawab itu. Bangsa saya berjanji pada diri sendiri untul
bekerja mencapai suatu dunia yang lebih baik, suatu dunia yang bebas
dari sengketa dan ketegangan, suatu dunia dimana anak-anak dapat tumbuh
dengan bangga dan bebas, suatu dunia dimana keadilan dan kesejahteraan
berlaku untuk semua orang. Adakah sesuatu bangsa akan menolak janji
semacam itu?
Beberapa bulan yang lalu, sesaat sebelum
pemimpin-pemimpin Negara-Negara Besar bertemu sesingkat itu di Paris,
tuan Khrushchov menjadi tamu kami di Indonesia. Saya jelaskan padanya
sejelas-jelasnya, bahwa kami menyambut baik Konperensi Tingkat
Tertinggi, yang kami harapkan berhasil, tetapi bahwa kami skeptis.
Empat Negara Besar itu saja,
tidak dapat menentukan masalah perang dan damai. Lebih tepat,
barangkali, mereka mempunyai kekuatan untuk merusak perdamaian, tetapi
mereka tidak mempunyai hak moril, baik secara sendirian maupun
bersama-sama, untuk mencoba menentukan hari-depan dunia.
Selama lima belas tahun ini Barat telah
mengenal perdamaian, atau sekurang-kurangnnya ketiadaan perang. Tentu
saja, ada ketegangan-ketegangan. Memang, ada bahaya. Tetapi tetap
merupakan kenyataan, bahwa ditengah-tengah suatu revolusi yang meliputi
tiga perempat dari dunia, Barat tetap dalam keadaan damai. Kedua blok
besar, sebetulnya, telah berhasil mempraktekkan koeksistensi selama
bertahun-tahun itu, sehingga dengan demikian membantah mereka yang
menyangkal kemungkinan adanya koeksistensi.
Kami di Asia tidak pernah mengenal
keadaan damai! Setela perdamaian datang untuk Eropah, kami merasai
akibat bom-bom atom. Kami merasai revolusi nasional kami sendiri di
Indonesia. Kami merasai penyiksaan Vietnam. Kami menderita penganiayaan
Korea. Kami masih senantiasa menderita kepedihan Aljazair. Apa sekarang
ini seharusnya giliran Saudara-saudara kita di Afrika? Apakah mereka
harus disiksa, sedang luka-luka kami masih belum sembuh?
Toh masih saja Barat dalam keadaan damai. Herankah Tuan-tuan bahwa kami sekarang menuntut, ya, menuntut batalnya siksaan terhadap kami? Herankah Tuan-tuan, bahwa kini suara saya diperdengarkan sebagai protes?
Kami, yang dulu tidak bersuara, mempunyai
tuntutan-tuntutan dan kebutuhan-kebutuhan; kami berhak untuk didengar.
Kami bukannya barang perdagangan, tetapi adalah bangsa-bangsa yang hidup
dan yang perkasa, yang mempunyai peranan didunia ini, dan yang harus
memberikan sumbangannya.
Saya pergunakan kata-kata yang keras, dan
saya pergunakan kata-kata itu dengan sengaja, karena saya punya
pendirian yang tegas mengenai soal itu. Dengan sengaja saya pergunakan
kata-kata keras, karena saya bicara untuk bangsa saya dan karena saya
bicara di muka pemimpin-pemimpin bangsa-bangsa.
Selain dari pada itu, saya tahu bahwa
Saudara-saudara saya di Asia dan Afrika mempunyai pendirian yang sama
tegasnya, walaupun saya tidak berani berbicara atas nama mereka.
Majelis Umum ini tentunya akan menghadapi
banyak hal-hal yang penting. Tetapi tidaklah ada hal yang lebih penting
dari pada perdamaian. Mengenai ini, saya pada saat ini tidak
membicarakan soal-soal yang timbul antara Negara-Negara Besar didunia.
Soal-soal demikian itu sangat vital bagi kami, dan saya nanti kembali
pada soal-soal tersebut. Tapi tengoklah sekeliling dunia kita ini.
Dibanyak tempat terdapat ketegangan-ketegangan dan sumber-sumber
sengketa potensiil. Perhatikanlah tempat-tempat itu dan tuan akan
jumpai, bahwa hampir tanpa perkecualian, imperialisme dan kolonialisme
didalam salah satu dari banyak manifestasinya adalah sumber ketegangan
atau sengketa itu. Imperialisme dan kolonialisme dan pemisahan
terus-menerus secara paksa dari bangsa-bangsa merupakan sumber dari
hampir semua kejahatan internasional yang mengacam didunia kita ini.
Sebelum kejahatan-kejahatan dari
masa-lampau yang terkutuk itu diakhiri, tidak akan ada ketenangan atau
perdamaian diseluruh dunia ini.
Imperialisme, dan perjuangan untuk
mempertahankannya, merupakan kejahatan yang besar didunia kita ini.
Banyak diantara Tuan-tuan dalam Sidang ini tidak pernah mengenal
imperialisme. Banyak diantara Tuan-tuan lahir merdeka dan akan mati
merdeka. Beberapa diantara Tuan-tuan lahir dari bangsa-bangsa yang telah
menjalankan imperialisme terhadap yang lain, tetapi tidak pernah
menderitanya sendiri. Akan tetapi Saudara-saudara saya di Asia dan
Afrika telah mengenal cambuk imperialisme. Mereka telah menderitanya.
Mereka mengenal bahayanya dan kelicikannya serta keuletannya.
Kami di Indonesia mengenalnya
juga. Kami adalah ahli-ahli dalam soal ini! Berdasarkan pengetahuan itu
dan berdasarkan pengalaman itu, saya katakan pada Tuan-tuan bahwa
berlanjutnya imperialisme dalam setiap bentuknya merupakan suatu bahaya
yang besar dan yang berlarut-larut.
Imperialisme belum lagi mati. Ya, sedang
dalam keadaan sekarat; ya, arus sejarah sedang melanda bentengnya dan
menggerogoti pondamen-pondamennya; ya, kemenangan kemerdekaan dan
nasionalisme sudah pasti. Akan tetapi – dan camkanlah perkataan saya ini
– imperialisme yang sedang sekarat itu berbahaya, sama berbahayanya
dengan se-ekor harimau yang luka didalam rimba raya tropik.
Ini saya tegaskan pada Tuan-tuan – dan
saya sadar bahwa sekarang berbicara untuk Saudara-saudara saya di Asia
dan Afrika – perjuangan untuk kemerdekaan senantiasa dibenarkan dan
benar. Mereka yang menentang gerakmaju yang tidak terelakan dari
kemerdekaan nasional dan hak menentukan nasib sendiri, adalah buta;
mereka yang berusaha untuk mengembalikan apa yang tidak dapat
dikembalikan merupakan bahaya bagi mereka sendiri dan bagi dunia.
Sebelum kenyataan-kenyataan ini – dan ini
memang kenyataan-kenyataan – diakui, tidak akan ada perdamaian dunia
ini, dan tidak akan lenyaplah ketegangan. Saya serukan kepada Tuan-tuan:
tempatkanlah kewibawaan dan kekuatan moril dari Organisasi
Negara-Negara ini dibelakang mereka yang berjuang untuk kemerdekaan.
Lakukanlah itu secara jelas dan tegas. Lakukanlah itu sekarang!
Lakukanlah, dan Tuan-tuan akan memperoleh dukungan bulat dan
tulus-ikhlas dari semua orang yang berkemauan baik. Lakukanlah sekarang,
dan generasi-generasi yang akan datang akan menghargai Tuan-tuan. Saya
serukan kepada Tuan-tuan, kepada semua anggauta Perserikatan
Bangsa-Bangsa : Bergeraklah bersama arusnya sejarah; janganlah mencoba
membendung arus itu.
Perserikatan Bangsa-bangsa sekarang ini
juga berkesempatan untuk membangun bagi dirinya sendiri reputasi dan
gengsi yang besar. Mereka yang berjuang untuk kemerdekaan akan mencari
sokongan dan sekutu-sekutu dimana saja dapat diperolehnya; alangkah
baiknya bilamana mereka berpaling kepada badan ini dan kepada Piagam
kita daripada kepada sesuatu kelompok atau bagian dari badan ini.
Lenyapkanlah sebab-sebab peperangan, dan
kita akan merasa damai. Lenyapkanlah sebab-sebab ketegangan dan kita
akan merasa tenang. Jangan ditunda-tunda. Waktunya singkat. Bahayanya
besar.
Umat manusia diseluruh dunia berteriak
minta perdamaian dan ketenangan, dan hal-hal itu adalah dalam kekuasaan
kita. Jangan mencegahnya, karena nanti badan ini akan dicemarkan namanya
dan ditinggalkan. Tugas kita bukannya untuk mempertahankan dunia ini,
akan tetapi untuk membangun dunia kembali! Hari depan – andai-kata ada hari depan – akan menilai kita berdasarkan berhasilnya tugas kita ini.
Saya minta kepada bangsa-bangsa yang
sudah lama berdiri, janganlah menganggap remeh kekuatan nasionalisme.
Jika tuan menyangsikan kekuatannya, tengoklah disekitar Majelis ini dan
bandingkanlah dengan San Francisco lima belas tahun yang lalu.
Nasionalisme, nasionalisme yang mencapai kemenangan dengan gemilang,
telah menyebabkan perobahan ini, dan ini adalah baik. Dewasa ini dunia
diperkaya dan dimuliakan oleh kebijaksanaan dari para pemimpin-pemimpin
bangsa-bangsa berdaulat yang baru dibentuk. Untuk menyebut enam dari
banyak contoh-contoh, yakni seorang Norodom Sihanouk, seorang Nasser,
seorang Nehru, seorang Sekao Toure, seorang Mao Tse Tung dan seorang
Nkrumah. Bukankah dunia menjadi lebih baik, jika mereka berada disini
daripada mereka mempergunakan seluruh hidupnya dan seluruh kekuatannya
untuk menggulingkan imperialisme yang membelenggu mereka? Dan
bangsa-bangsa merekapun sudah merdeka, dan bangsa saya merdeka, dan
lebih banyak lagi bangsa yang merdeka. Bukankah dengan demikian dunia
menjadi suatu tempat yang lebih baik dan lebih kaya?
Memang, saya tidak perlu
membentangkan kepada Tuan-tuan, bahwa kami dari Asia dan Afrika
menentang kolonialisme dan imperialisme. Lebih daripada itu, siapakah
dalam dunia sekarang ini masih akan membela hal-hal itu? Secara
universil hal-hal itu telah dikutuk, dan sudah sepantasnya, dan
alasan-alasan sinis yang usang itu tidak terdengar lagi. Pertentangan
sekarang berpusat pada persoalan kapankah daerah-daerah jajahan akan
merdeka, dan bukan pada persoalan apakah mereka akan merdeka.
Tetapi saya hendak menegaskan soal ini.
Oposisi kami terhadap kolonialisme dan imperialisme timbul baik dari
hati maupun dari kepala kami. Kami menentangnya atas dasar kemanusiaan,
dan kami menentangnya pula dengan alasan bahwa hal ini merupakan suatu
ancaman yang besar dan makin besar lagi terhadap perdamaian.
Tiadanya persesuaian pendapat dengan
kekuatan-kekuatan kolonial berkisar pada soal-soal waktu dan keamanan,
karena sekarang setidak-tidaknya mereka beromong-kosong tentang
cita-cita kemerdekaan nasional.
Oleh karena itu renungkanlah dalam-dalam
mengenai nasionalisme dan kemerdekaan, mengenai patriotisme dan mengenai
imperialisme. Renungkanlah dalam-dalam, demikian permohonan saya,
jangan sampai arus sejarah melanda Tuan-tuan.
Dewasa ini, kita banyak mendengar dan
membaca mengenai perlucutan senjata. Perkataan itu biasanya dipakai
dalam hubungan perlucutan senjata nuklir dan atom. Maafkanlah saya. Saya
seorang sederhana dan seorang yang cinta damai. Saya tidak dapat bicara
mengenai detail-detail perlucutan senjata. Saya tidak dapat memberikan
penilaian mengenai pendapat-pendapat yang bersaing tentang pengawasan,
mengenái percobaan-percobaan dibawah tanah dan mengenai catatan-catatan
seismografik.
Mengenai persoalan-persoalan imperialisme
dan nasionalisme saya seorang ahli, sesudah seumur hidup mempelajarinya
dan berjuang, dan mengenai soal-soal ini saya bicara dengan kewibawaan.
Tetapi mengenai persoalan-persoalan peperangan nuklir, saya hanya
seorang biasa saja, mungkin seperti tetangga tuan atau seperti saudara
tuan atau bahkan seperti ayah tuan. Saya ikut merasakan kengerian
mereka, saya ikut merasakan ketakutan mereka.
Saya ikut merasakan kengerian dan
ketakutan, itu karena saya adalah bagian dari dunia ini. Saya punya
anak-anak, dan hari depan mereka terancam bahaya. Saya seorang
Indonesia, dan bangsa itu terancam bahaya.
Mereka yang mempergunakan senjata
penghancur masal itu sekarang harus menghadapi hati nurani mereka
sendiri, dan akhirnya, mungkin dalam keadaan hangus menjadi debu radio
aktif, mereka harus menghadapi Al Chaliknya. Saya tidak iri terhadap
mereka.
Mereka yang mempersoalkan perlucutan
senjata nuklir jangan lupa bahwa kami, yang dalam hal ini sebelumnya
tidak dapat bersuara, sedang memperhatikan dan mengharap-harap.
Kami sedang memperhatikan dan
mengharap-harap, toh kami diliputi oleh kecemasan, karena jika perang
nuklir menghancurkan dunia kita ini, kami juga ikut menderita.
Tidak seorang mahlukpun berhak untuk
menggunakan hak hak prerogatif dari Tuhan Yang Maha Esa Kuasa. Tidak
seorangpun berhak mempergunakan bom-bom hidrogin. Tidak satu bangsapun
berhak untuk menyebabkan kemungkinan hancurnya semua bangsa-bangsa.
Tiada suatu sistim politik, tiada suatu
organisasi ekonomi yang layak untuk menyebabkan musnahnya dunia,
termasuk sistem maupun organisasi itu sendiri.
Jika hanya negara-negara yang bersenjata
hidrogin yang tersangkut dalam persoalan ini, maka kami bangsa-bangsa
Asia dan Afrika tidak akan menghiraukannya. Kami hanya akan melihat saja
sambil menjauhkan diri, dengan perasaan heran mengapa negara-negara,
darimana kami belajar sedemikian banyaknya itu, serta yang sangat kami
kagumi itu, pada dewasa ini harus tenggelam dalam rawa immoralitet. Kami
akan dapat berseru: “Terkutuklah kalian!”, dan kami akan dapat kembali
ke dalam dunia kami sendiri yang lebih berimbang dan damai.
Tetapi kami tak dapat, berbuat demikian.
Kami bangsa Asia telah menderita akibat bom atom. Kami bangsa Asia
terancam lagi, dan selain itu kami merasa sebagai suatu kewajiban moral
untuk memberikan bantuan dimana mungkin. Kami bukanlah musuh Timur
maupun Barat. Kami merupakan suatu bagian dari dunia ini dan kami ingin
membantu.
Ini adalah suatu jeritan dari
hati-sanubari Asia. Biarkanlah kami membantu memecahkan masalah-masalah
ini. Mungkin Tuan-tuan memperhatikannya terlampau lama, dan tak lagi
melihatnya secara jelas. Biarkanlah kami membantu Tuan-tuan, dan dalam
membantu Tuan-tuan, kami bantu diri kami sendiri, dan semua generasi
yang akan datang diseluruh dunia.
Jelaslah, bahwa masalah perlucutan
senjata bukan hanya perselisihan pendapat tentang dasar-dasar teknis
yang sempit. Ini adalah pula persoalan saling mempercayai. Sebetulnya
telah jelas, bahwa dalam bidang teknik dan dalam cara-cara berunding dan
berdiplomasi, sesungguhnya antara kami dari Asia-Afrika dan kedua blok
itu tidaklah banyak berbeda. Soalnya sebenarnya lebih merupakan soal
saling tidak mempercayai. Ini adalah suatu masalah yang dapat dipecahkan
dengan cara-cara itu. Negara-negara lain yang tidak tergabung dalam
suatu blok, bisa memberi bantuan dalam hal ini! Kami tidak kurang
pengalaman dan kepandaian untuk mengadakan pembicaraan-pembicaraan.
Mungkin perantaraan kami dapat juga berharga. Mungkin kami dapat pula
memberikan bantuan dalam mencari suatu penjelesaian. Mungkin – siapa
tahu – kami dapat memperlihatkan kepada Tuan-tuan jalannya menuju kearah
satu-satunya perlucutan senjata yang sesungguhnya, yaitu perlucutan
senjata di dalam hati manusia, perlucutan ketidak percayaan dan
kebencian manusia.
Tidak sesuatupun lebih mendesak daripada
hal ini. Dan persoalan ini adalah demikian vital bagi seluruh umat
manusia, sehingga seluruh ummat manusia harus dikut sertakan dalam
pemecahannya. Saya kira pada saat ini kita boleh berkata, bahwa
sebenarnya hanyalah desakan dan usaha dari negara-negara non blok akan
memberikan hasil yang diperlukan seluruh dunia. Pembicaraan yang
sungguh-sungguh tentang perlucutan senjata, di dalam rangka organisasi
ini, dan didasarkan pada suatu harapan yang sungguh-sungguh akan
suksesnya, adalah. yang essensiil sekarang ini.
Saya tekankan “dalam rangka organisasi
ini”, karena hanya Majelis inilah yang mulai mendekati suatu cerminan
yang sebenarnya dari dunia dimana kita hidup.
Renungkan, renungkan sejenak,
apa yang mungkin terjadi jika kita dapat meletakkan suatu dasar bagi
perlucutan senjata yang sejati. Ingatlah akan dana-dana yang sangat
besar yang dapat digunakan untuk perbaikan dunia dimana kita hidup ini.
Ingatlah akan daya gerak yang maha hebat yang dapat diberikan kepada
perkembangan mereka yang kurang maju, sekalipun hanya sebagian saja dari
anggaran belanja pertahanan dari Negara-Negara Besar disalurkan kearah
itu. Ingatlah akan bertambahnya secara hebat kebahagiaan manusia,
produktivitet manusia dan kesejahteraan manusia jika hal itu
diselenggarakan.
Perlu saja tambahkan sesuatu lagi pada
hal ini. Jika ada suatu immoralitet yang lebih besar daripada
memperagakan senjata-senjata hidrogin, maka hal itu adalah melakukan
percobaan-percobaan dengan senjata-senjata tersebut. Saya tahu bahwa ada
suatu perbedaan pendapat ilmiah tentang akibat genetik daripada
percobaan-percobaan itu. Akan tetapi perbedaan ini hanya mengenai jumlah
korban-korban. Tentang adanya akibat genetik yang buruk terdapat
persesuaian pendapat. Pernakah mereka yang mengesahkan
percobaan-percobaan itu membayangkan akibat-akibat perbuatan mereka?
Pernakah mereka melihat kepada anak-anak mereka sendiri dan merenungkan
akibat-akibat itu? Pada dewasa ini percobaan-percobaan dengan
senjata-senjata nuklir ditangguhkan, – perhatikan tidak dilarang, tetapi
hanya ditangguhkan. Maka, marilah kita pergunakan kenyataan ini sebagai
permulaan. Marilah kita pergunakan kenyataan ini sebagai dasar untuk
melarang percobaan, dan kemudian untuk pelucutan senjata yang
sungguh-sungguh.
Sebelum meninggalkan persoalan perlucutan
senjata, saya hendak memberikan suatu ulasan lagi. Berbicara tentang
perlucutan senjata memang baik. Tetapi berusaha dengan sungguh-sungguh
menyusun suatu persetujuan perlucutan senjata akan lebih baik. Dan yang
terbaik adalah pelaksanaan daripada persetujuan perlucutan senjata itu.
Akan tetapi marilah kita realistis.
Bahkan pelaksanaan dari pada suatu persetujuan perlucutan senjatapun
tidak akan merupakan jaminan bagi perdamaian didunia yang dalam
kesengsaraan dan kesukaran. Perdamaian hanya akan datang, jika
sebab-sebab ketegangan dan bentrokan disingkirkan.
Jika ada suatu sebab untuk bentrokan,
maka manusia akan berjuang dengan bambu runcing, jika tidak terdapat
senjata lain. Saya tahu oleh karena bangsa saya sendiri melakukannya
dalam perjuangan kami untuk kemerdekaan. Kami telah berjuang dengan
menggunakan pisau dan bambu runcing. Untuk mencapai perdamaian, kita
harus menyingkirkan sebab-sebab ketegangan dan sebab-sebab bentrokan
itu. Itulah sebabnya saya berbicara dari lubuk hati saya mengenai
perlunya bekerja sama untuk menyebabkan matinya yang hina dari
imperialisme.
Dimana terdapat imperialisme, dan dimana
terdapat penyusunan kekuatan bersenjata yang serentak, maka keadaan
memang berbahaya, Sekali lagi saya berbicara berdasarkan pengalaman.
Begitulah keadaannya di Irian Barat. Begitulah keadaannya diseperlima
wilayah nasional kami yang pada dewasa ini masih tetap membungkuk di
bawah belenggu imperialisme.
Disanalah kami menghadapi imperialisme
dan kekuatan bersenjata dari imperialisme. Diperbatasan daerah itu
tentara kami berbicara di darat maupun di lautan. Kedua kekuatan
bersenjata itu saling berhadapan, dan dapat saya katakan bahwa hal itu
merupakan suatu keadaan yang eksplosif. Belum lama berselang tentara di
Irian Barat yang masih muda serta tersesat itu dan yang membela suatu
faham yang telah ketinggalan zaman, diperkuat dengan datangnya kapal
induk Karel Doorman dari tanah airnya yang jauh itu. Maka saatitulah
keadaan menjadi betul-betul berbahaya.
Kepala Staf Angkatan Darat Indonesia
duduk dalam delegasi saya ini: Namanya Jenderal Nasution. Ia adalah
prajurit profesional dan seorang perajurit yang ulung. Seperti halnya
dengan anak buah yang dipimpinnya, dan seperti juga halnya dengan bangsa
yang dibelanya, ia pertama-tama adalah seorang yang cinta damai. Tetapi
lebih daripada itu, ia dan anak buahnya serta bangsa saya mengabdi
untuk mempertahankan tanah air kami.
Kami telah berusaha untuk menyelesaikan
masalah Irian Barat. Kami telah berusaha dengan sungguh-sungguh dan
dengan penuh kesabaran dan penuh toleransi dan penuh harapan. Kami telah
berusaha untuk mengadakan perundingan-perundingan bilateral. Kami telah
berusaha dengan sungguh-sungguh dan bertahun-tahun. Kami telah berusaha
dan tetap berusaha. Kami telah berusaha menggunakan alat-alat
Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Kekuatan pendapat dunia yang dinyatakan
disini. Kami telah berusaha dan dalam hal inipun kami tetap berusaha.
Harapan lenyap; kesabaran hilang; bahkan
toleransipun mencapai batasnya. Semuanya itu kini telah habis dan
Belanda tidak memberikan alternatif lainnya kecuali memperkeras sikap
kami. Jika mereka gagal untuk secara tepat menilai arus sejarah, maka
kita tidaklah dapat dipersalahkan. Akan tetapi akibat dari pada
kegagalan mereka ialah timbulnya ancaman terhadap perdamaian dan, sekali
lagi, hal ini menyangkut pula Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Irian Barat merupakan pedang kolonial
yang diancamkan terhadap Indonesia. Pedang ini diarahkan pada jantung
kami, akan tetapi disamping itu mengancam pula perdamaian dunia.
Usaha-usaha kami dewasa ini yang
sungguh-sungguh untuk mencapai penyelesaian dengan cara-cara kami
sendiri, adalah bagian dari sumbangan kami kearah terjaminnya perdamaian
dunia ini. Ini adalah bagian dari usaha kami untuk mengakhiri masalah
dunia ini yang merupakan kejahatan yang usang. Usaha kami adalah usaha
pembedahan yang sungguh-sungguh untuk menyingkirkan kanker imperialisme
dari daerah di dunia, dimana kami hidup dan berada.
Saya katakan dengan segala kesungguhan
bahwa keadaan di Irian Barat adalah keadaan yang berbahaya, suatu
keadaan yang eksplosif, suatu hal yang merupakan sebab ketegangan dan
suatu ancaman bagi perdamaian. Jenderal Nasution tidak bertanggung-jawab
atas hal itu. Tentara kami tidak bertanggung jawab atas hal itu.
Soekarno tidak bertanggung jawab atas hal itu. Indonesia tidak
bertanggung jawab atas hal itu. Tidak! Ancaman terhadap perdamaian
berasal langsung dari adanya imperialisme dan kolonialisrne itulah.
Singkirkan pengekangan terhadap
kemerdekaan dan emansipasi, dan ancaman terhadap perdamaian akan lenyap.
Tumbangkan imperialisme, dun segera dengan sendirinya dunia akan
menjadi suatu tempat yang lebih bersih, suatu tempat yang lebih baik
dari suatu tempat yang lebih aman.
Saya tahu bahwa jika saya kemukakan hal
ini, banyak pikiran akan beralih kepada keadaan di Konggo. Tuan-tuan
mungkin bertanya, bukankah imperialisme telah diusir dari Konggo dengan
akibat bahwa didaerah itu sekarang terjadi persengketaan dan pertumpahan
darah? Tidak demikian halnya! Keadaan di Konggo yang sangat disesalkan
adalah langsung disebabkan oleh imperialisme, dan tidak disebabkan oleh
berakhirnya imperialisme itu. Imperialisme berusaha untuk mempertahankan
kedudukannya di Konggo; berusaha untuk dapat memutungkan dan
melumpuhkan Negara baru itu. Itulah sebabnya Konggo berkobar.
Ya, di Konggo, terdapat penderitaan. Akan
tetapi penderitaan itu merupakan kesakitan kelahiran dari kemajuan dan
kemajuan yang eksplosif senantiasa membawa kesakitan. Mencabut sampai
ke-akar-akarnya kepentingan nasional dun internasional yang sudah
bercokol selalu menyebabkan kesakitan dun kegoncangan.
Kami mengetahuinya. Kami mengetahui pula
dari pengalaman-pengalaman kami sendiri bahwa perkembangan itu sendiri
menimbulkan pergolakan. Suatu bangsa yang sedang bergolak membutuhkan
pimpinan dan bimbingan, dan akhirnya akan menghasilkan pimpinan serta
bimbingannya sendiri.
Kami bangsa Indonesia berbicara
berdasarkan pengalaman-pengalaman yang pahit. Masalah Konggo, yang
merupakan masalah kolonialisme dan imperialisme, harus diselesaikan
dengan menggunakan prinsip-prinsip yang telah saya uraikan tadi. Konggo
adalah Negara yang berdaulat. Hendaknya kedaulatan itu dihormati.
Ingatlah kedaulatan Konggo tidak kurang daripada kedaulatan setiap
bangsa yang diwakili dalam Majelis ini, dan kedaulatan ini harus
dihormati secara sama.
Dalam soal-soal dalam negeri Konggo tidak
boleh ada cumpur tangan dan sama sekali tidak boleh ada bantuan, baik
yang terang-terangan maupun yang tersembunyi, untuk menghancurkan negara
ini.
Ya, memang bangsa itu akan membuat
kesalahan-kesalahan, kita semua membuat kesalahan-kesalahan dan kita
semua belajar dari kesalahan-kesalahan. Ya, pergolakan akan timbul, akan
tetapi itupun biarlah berlangsung, karena ini merupakan tanda bagi
pertumbuhan dan perkembangan yang cepat. Sampai mana pergolakan itu
adalah soalnya bangsa itu sendiri.
Marilah kita, baik secara perseorangan,
maupun secara bersama-sama, membantu disana apabila kita diminta oleh
pemerintah yang sah dari bargsa itu. Akan tetapi tiap-tiap bantuan
semacam itu harus jelas didasarkan atas kedaulatan Konggo yang tidak
boleh diganggu-gugat.
Akhirnya, taruhlah kepercayaan pada
bangsa itu! Mereka sedang mengalami masa percobaan yang besar dan sedang
sangat menderita. Taruhlah kepercayaan pada mereka sebagai bangsa yang
baru merdeka, dan mereka akan menemukan jalannya sendiri kearah
penyelesaiannya sendiri daripada masalah-masalahnya sendiri.
Disini hendak saya kemukakan peringatan
yang sangat serius. Banyak anggauta organisasi ini dan banyak pejabat
organisasi ini mungkin tak begitu menyadari perbuatan-perbuatan
imperialisme dan kolonialisme.
Mereka tak pernah mengalaminya; mereka tak mengenal keuletannya dan kebengisannya dan banyaknya mukanya, dan kejahatannya.
Kami dari Asia dan Afrika mengenalnya.
Saya katakan pada Tuan-tuan: Janganlah bertindak sebagai alat yang tak
tahu apa-apa dari imperialisme. Janganlah bertindak sebagai tangan kanan
yang buta dari kolonialisme. Jika tuan bertindak demikian, maka tuan
pasti akan membunuh Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa ini, dan
dengan begitu tuan akan.membunuh harapan dari berjuta-juta manusia, yang
tiada terhitung itu dan mungkin tuan akan menyebabkan hari depan mati
dalam kandungan.
Sebelum meninggalkan persoalan-persoalan
ini, saya hendak, menyinggung pula suatu persoalan besar lain yang
kira-kira sama sifatnya. Yang saya maksud ialah Aljazair. Disini
terdapat suatu gambaran yang menyedihkan, dimana kedua belah fihak
sedang berlumuran darah dan dihancurkan karena ketiadaan penyelesaian.
Itu merupakan suatu tragedi!
Sudah jelas sekali bahwa rakyat Aljazaïr
menghendaki kemerdekaan. Hal itu tidak dapat dibantah lagï. Andaikata
tidak demikan, maka perjuangan yang lama dan pahit dan berdarah itu
sudah akan berakhir bertahun-tahun yang lalu. Kehausan akan kemerdekaan
serta ketabahan untuk memperoleh kemerdekaan itu merupakan faktor-faktor
pokok dalam situasi ini.
Apa yang belum ditentukan, hanyalah
betapa akrab dan selaras suatu kerjasama dihari depan dengan Perancis
seharusnya. Kerjasama yang sangat akrab dan sangat selaras tidak akan
sukar dicapai, bahkan pada taraf sekarang ini, meskipun barangkali ia
akan bertambah sukar dicapainya dengan terus berlangsungnya perjuangan
itu.
Maka, adakanlah suatu plebisit di bawah
pengawasan Perserikatan Bangsa-Bangsa di Aljazair untuk menentukan
kehendak rakyat akan betapa akrab dan selaras hubungan-hubungan itu
seharusnya. Plebesit itu hendaknya jangan mengenai soal kemerdekaan.
Kemerdekaan itu sudah ditentukan dengan darah dan air mata dan pastilah
akan berdiri suatu Aljazair yang merdeka.
Plebesit seperti yang saya sarankan, jika
diselenggarakan dalam waktu singkat, akan merupakan jaminan yang
terbaik bahwa antara Aljazair merdeka dan Perancis akan terdapat suatu
kerjasama yang akrab dan baik untuk keuntungan bersama. Sekali lagi saya
berbicara berdasarkan pengalaman. Indonesia tadinya tida kmengandung
niat untuk merusak hubungan-hubungan yang erat dan selaras dengan
Belanda. Akan tetapi, rupa-rupanya bahkan dewasa ini, seperti
generasi-generasi yang sudah-sudah, pemerintah bangsa itu berpegang
teguh pada “memberi terlalu sedikit dan meminta terlampau banyak”. Baru
ketika hal itu tak tertahankan lagi, hubungan-hubungan tersebut
diputuskan.
Ijinkanlah saya beralih kemasalah yang
lebih luas tentang perang dan damai didunia kita ini. Yang pasti adalah
bahwa negara-negara yang baru lahir dan yang dilahirkan kembali tidak
merupakan ancaman terhadap perdamaian dunia. Kami tidak mempunyai
ambisi-ambisi teritorial; kamipun tidak mempunyai tujuan-tujuan ekonomi
yang tidak bisa disesuaikan. Ancaman terhap perdamaian tidak datang dari
kami, tetapi malahan dari fihak negara-negara yang lebih tua, yang
telah lama berdiri dan stabil itu.
O, ya, dinegara-negara kami terdapat
pergolakan. Sebenarnya, pergolakan itu seakan-akan merupakan suatu
fungsi dari jangka waktu pertama daripada kemerdekaan. Apakah itu
mengherankan? Coba, marilah saya ambil contoh dari sejarah Amerika.
Dalam satu generasi harus dialami Perang Kemerdekaan dan Perang Saudara
antara Negara-Negara Bagian. Selanjutnya dalam generasi itu juga harus
dialami timbulnya perserikatan-perserikatan buruh yang militant, – masa
dari Internasional Workers of the World (I.W.W.), “Wobblies”. Harus pula
dialami hijrah ke Barat. Harus pula dialami Revolusi Industri dan, ya,
bahkan masa “pedagang-pedagang aktentas”. Harus pula diderita akibat
orang-orang á la Benedict Arnold. Dan seperti sering saya katakan, kami
desakkan banyak revolusi dalam satu revolusi dan banyak generasi dalam
satu generasi.
Maka herankah Tuan-tuan jika terdapat
pergolakan pada kami? Bagi kami hal itu adalah biasa dan kami telah
menjadi biasa untuk menunggang angin pusar. Saya mengerti benar bahwa
untuk orang luaran hal ini seringkali tampak seperti gambaran kekacauan
dan kerusuhan dan rebut-merebut kekuasaan. Bagaimanapun juga pergolakan
itu adalah merupakan urusan kami sendiri dan tidak merupakan suatu
ancaman bagi siapapun, meskipun hal itu sering memberi
kesempatan-kesempatan untuk mencampuri urusan kami.
Meskipun demikian,
kepentingan-kepentingan yang bertentangan dari Negara-Negara Besar
adalah soal lain: Dalam hal ini masalah-masalah dikaburkan oleh
ancaman-ancaman dengan bom-bom hidrogin dan oleh diulang-ulanginya
slogan-slogan lama yang telah usang.
Kami tak dapat mengabaikannya karena
masalah-masalah itu mengancam kami. Toh; terlalu sering masalah-masalah
tersebut nampak seakan-akan tidak sungguh. Dengan terus terang dan tanpa
ragu-ragu hendak saya katakan kepada Tuan-tuan bahwa kami menempatkan
hari-depan kami sendiri jauh di atas percekcokan-percekcokan di Eropah.
Ya, kami banyak belajar dari Eropah dan
Amerika. Kami telah mempelajari sejarah Tuan-tuan dan penghidupan
orang-orang besar dari bangsa tuan. Kami telah mengikuti contoh dari
Tuan-tuan, bahkan kami telah berusaha melebihi Tuan-tuan. Kami berbicara
dalam bahasa-bahasa Tuan-tuan dan membaca buku-buku tuan-tuan. Kami
telah diilhami oleh Lincoln dan Lenin, oleh Cromwell dan Garibaldi. Dan
memang masih banyak yang harus kami pelajari dari Tuan-tuan dibanyak
bidang. Tetapi pada dewasa ini bidang-bidang yang kami harus pelajari
lebih banyak lagi dari Tuan-tuan, adalah bidang teknik dan ilmiah, dan
bukan faham-faham atau gerakan yang didiktekan oleh ideologi.
Di Asia dan Afrika pada dewasa ini masih
hidup, masih berpikir, masih bertindak, mereka yang memimpin bangsanya
kearah kemerdekaan, mereka yang mengembangkan teori-teori ekonomi yang
agung dan membebaskan, mereka yang telah menumbangkan kelaliman, mereka
yang mempersatukan bangsanya dan mereka yang menaklukkan perpecahan
bangsanya.
Oleh karena itu dan memang selayaknya,
kami dari Asia-Afrika saling mendekati untuk memperoleh bimbingan dan
inspirasi dan kami mencari pada diri sendiri pengalaman dan
kebijaksanaan yang telah terhimpun pada bangsa-bangsa kami.
Apakah Tuan-tuan tidak berpendapat bahwa Asia dan Afrika mungkin mempunyai suatu amanat dan suatu cara untuk seluruh dunia?
Ahli filsafah Inggeris Bertrand Russell
yang ulung itulah yang pemah berkata bahwa ummat manusia sekarang
terbagi dalam dua golongan. Yang satu menganut ajaran Declaration of
American Independece dari Thomas Jefferson. Golongan lainnya menganut
ajaran Manifesto Komunis.
Maafkan, Lord Russell, akan tetapi saya
kira tuan melupakan sesuatu. Saya kira Tuan melupakan adanya lebih dari
pada seribu juta rakyat, rakyat Asia dan Afrika, dan mungkin pula
rakyat-rakyat Amerika Latin, yang tidak menganut ajaran Manifesto
Komunis ataupun Declaration of Independence. Camkanlah, kami mengagumi
kedua ajaran itu, dan kami telah banyak belajar dari keduanya itu dan
kami telah diilhami, oleh keduanya itu.
Siapakah yang tidak akan dapat
ilham dari kata-kata dan semangat Declaration of Independence itu! “Kami
menganggap kebenaran-kebenaran ini sebagai suatu, yang tak dapat
disangkal lagi : bahwa manusia diciptakan dengan hak-hak yang sama,
bahwa mereka diberikan oleh AI Chalik hak-hak tertentu yang tak dapat
diganggu-gugat, dan bahwa diantara hak-hak itu terdapat hak untuk hidup,
hak kemerdekaan dan hak mengejar kebahagiaan”. Siapakah yang terlibat
dalam perjuangan untuk kehidupan dan kemerdekaan nasional; tak akan
diilhami! Dan sekali lagi, siapakah diantara kita, yang berjuang
menegakkan suatu masyarakat, yang adil dan makmur diatas puing-puing
kolonialisme, tak akan diilhami oleh bayangan kerjasarna dan
perkembangan ekonomi yang dicetuskan oleh Marx dan Engels!
Sekarang telah terjadi suatu konfrontasi
diantara kedua pandangan itu, dan konfrontasi itu membahayakan, tidak
hanya untuk mereka yang berhadapan tetapi juga untuk bagian dunia
lainnya.
Saya tidak dapat berbicara atas nama
negara-negara Asia dan Afrika lainnya ? saya tidak diberi kuasa untuk
itu, dan bagaiamanapun juga mereka sendiri cakap untuk mengemukakan
pandangannya masing?masing. Akan tetapi saya diberi kuasa ? bahkan
ditugaskan ? untuk berbicara atas nama bangsa saya yang berjumlah
sembilan puluh dua juta itu.
Sepeirti saya katakan; kami telah membaca
dan mernpelajari kedua dokumen yang pokok itu: Dari masing-masing
dokumen itu banyak yang telah kami ambil dan kami buang apa yang tak
berguna bagi kami, kami yang hidup dibenua Iain dan beberapa generasi
kemudian. Kami telah mensintesekan apa yang kami perlukan dari kedua
dokumen itu, dan ditinjau dari pengalaman serta dari pengetahuan kami
sendiri, sintese itu telah kami saring dan kami sesuaikan.
Jadi, dengan minta maaf kepada Lord
RusselI yang saya hormati sekali, dunia ini tidaklah seluruhnya terbagi
dalam dua fihak seperti dikiranya.
Meskipun kami telah mengambil sarinya,
dan meskipun kami telah mencoba mensintesekan kedua dokumen yang peting
itu; kami tidak dipimpin oleh keduanya itu saja. Kami tidak mengikuti
konsepsi liberal ataupun konsepsi komunis. Apa gunanya? Dari pengalaman
kami sendiri dan dari sejarah kami sendiri tumbuhlah sesuatu yang lain,
sesuatu yang jauh lebih sesuai, sesuatu yang jauh lebih cocok.
Arus sejarah memperlihatkan dengan nyata
bahwa semua bangsa memerlukan sesuatu konsepsi dan cita-cita. Jika
mereka tak memilikinya atau jika konsepsi dan cita-cita itu menjadi
kabur dan usang, maka bangsa itu ada dalam bahaya. Sejarah Indonesia
kami sendiri memperlihatkannya dengan jelas, dan demikian pula halnya
dengan sejarah seluruh dunia.
“Sesuatu” itu kami namakan “Panca Sila”.
Ya, “Panca Sila” atau Lima Sendi Negara kami. Lima Sendi itu tidaklah
langsung berpangkal pada Manifesto Komunis ataupun Declaration of
Independence. Memang, gagasan-gagasan dan cita?cita itu, mungkin sudah
ada sejak berabad-abad telah terkandung dalam bangsa karni. Dan memang
tidak mengherankan bahwa faham-faham mengenai kekuatan yang besar dan
kejantanan itu telah timbul dalam bangsa kami selama dua ribu tahun
peradaban kami dan selama berabad-abad kejayaan bangsa, sebelum
imperialisme menenggelamkan kami pada suatu saat kelemahan nasional.
Jadi berbicara tentang Panca Sila dihadapan Tuan-tuan, saya mengemukakan intisari dari peradaban kami selama dua ribu tahun.
Apakah Lima Sendi itu? la sangat
sederhana : pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, kedua Nasionalisme, ketiga
Internasionalisme, ke-empat Demokrasi dan kelima Keadilan Sosial,
Perkenankanlah saya sakarang menguraikan sekedarnya tentang kelima pokok itu.
Pertama : Ketuhanan Yang Maha Esa. Bangsa
saya meliputi orang-orang yang menganut berbagai macam agama. Ada yang
Islam, ada yang Kristen ada yang Budha dan ada yang tidak menganut
sesuatu agama. Meskipun demikian untuk delapan puluh lima persen dari
sembilan puluh dua juta rakyat kami, bangsa Indonesia terdiri dari para
pengikut Islam. Berpangkal pada kenyataan ini, dan mengingat akan
berbeda-beda tetapi bersatunya bangsa kami, kami menempatkan Ketuhanan
Yang Maha Esa sebagai yang paling utama dalam filsafah hidup kami.
Bahkan mereka yang tidak percaya kepada Tuhanpun, karena toleransinya
yang menjadi pembawaan, mengakui bahwa kepercayaan kepada Yang Maha
Kuasa merupakan karakteristik dari bangsanya, sehingga mereka menerima
Sila pertama ini.
Kemudian sebagai nomor dua ialah
Nasionalisme. Kekuatan yang membakar dari nasionalisme dan hasrat akan
kemerdekaan mempertahankan hidup kami dan memberi kekuatan kepada kami
sepanjang kegelapan penjajahan yang lama, dan selama berkobarnya
pejuangan kemerdekaan. Dewasa ini kekuatan yang membakar itu masih tetap
menyala-nyala didada kami dan tetap memberi kekuatan hidup kepada kami!
Akan tetapi nasionalisme kami sekali-kali bukanlah Chauvinisme. Kami
sekali-kali tidak menganggap diri kami lebih unggul dari bangsa-bangsa
lain. Kami sekali-kali tidak pula berusaha untuk memaksakan kehendak
kami kepada bangsa-bangsa lain. Saya mengetahui benar-benar bahwa
istilah “nasionalisme” dicurigai, bahkan tidak dïpercayai di
negara-negara Barat. Hal ini disebabkan karena Barat telah memperkosa
dan memutar balikan nasionalisme. Padahal nasionalisme yang sejati masih
tetap berkobar-kobar di negara-negara Barat. Jika tidak demikian, rnaka
Barat tidak akan menantang dengan senjata chauvinisme Hitler yang
agresif.
Tidakkah nasionalisme ? sebutlah jika
mau, patriotisme – mempertahankan kelangsungan hidup semua bangsa? Siapa
yang berani menyangkal bangsa, yang melahirkan dia? Siapa yang berani
berpaling dari bangsa, yang menjadikan dia? Nasionalisme adalah mesin
besar yang menggerakkan dan mengawasi semua kegiatan internasional kita;
nasionalisme adalah sumber besar dan inspirasi agung dari kemerdekaan.
Nasionalisme kami di Asia dan Afrika
tidaklah sama dengan yang terdapat pada sistem Negara-negara Barat. Di
Barat, nasionalisme berkembang sebagai kekuatan yang agresif yang
mencari ekspansi serta keuntungan bagi ekonomi nasionalnya. Nasionalisme
di Barat adalah kakek dari imperialisme, yang bapaknya adalah
Kapitalisme. Di Asia dan Afrika dan saya kira juga di Amerrka Latin,
nasionalisme adalah gerakan pembebasan, suatu gerakan protes terhadap
imperialisme dan kolonialisme, dan suatu jawaban terhadap penindasan
nasionalisme-chauvinis yang bersumber di Eropah. Nasionalisme Asia dan
Afrika serta Nasionalisme Amerika Latin tidak dapat ditinjau tanpa
memperhatikan inti sosialnya.
Di Indonesia kami menganggap inti sosial
itu sebagai pendorong untuk mencapai keadilan dan kemakmuran. Bukankah
itu tujuan yang baik yang dapat diterima oleh semua orang? Saya tidak
berbicara hanya tentang kami sendiri di Indonesia, juga tidak hanya
tentang Saudara-saudara saya di Asia dan Afrika serta Amerika Latin.
Saya berbicara tentang seluruh dunia. Masyarakat adil dan makmur dapat
merupakan cita-cita dan tujuan semua orang.
Mahatma Gandhi pernah berkata: “Saya
seorang nasionalis, akan tetapi nasionalisme saya adalah
perikemanusiaan”. Kamipun berkata demikian. Kami nasionalis, kami cinta
kepada bangsa kami dan kepada semua bangsa. Kami nasionalis karena kami
percaya bahwa bangsa-bangsa adalah sangat penting bagi dunia dimasa
sekarang ini, dan kami tetap demikian, sejauh mata dapat memandang
kemasa depan. Karena kami nasionalis, maka kami mendukung dan
menganjurkan nasionalisme dimana saja kami jumpainya.
Sila ketiga kami adalah
Internasionalisme. Antara Nasionalisme dan Internasionalisme tidak ada
perselisihan atau pertentangan. Memang benar, bahwa internasionalisme
tidak akan dapat tumbuh dan berkembang selain diatas tanah yang subur
dari nasionalisme. Bukankah Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa itu
merupakan bukti yang nyata dari hal ini? Dahulu ada Liga Bangsa-Bangsa.
Kini ada Perserikatan Bangsa-Bangsa. Nama-nama itu sendiri menunjukan
bahwa bangsa-bangsa mengingini dan membutuhkan suatu badan
internasional, dimana setiap bangsa mempunyai kedudukan yang sederajat.
Internasionalisme sama sekali bukan kosmopolitanisme, yang merupakan
penyangkalan terhadap nasionalisme, yang anti-nasional dan memang
bertentangan dengan kenyataan.
Sila keempat adalah Demokrasi. Demokrasi
bukanlah monopoli atau penemuan dari aturan sosial Barat. Lebih tegas,
demokrasi tampaknya merupakan keadilan asli dari manusia, meskipun
diubah untuk disesuaikan dengan kondisi-kondisi sosial yang khusus.
Selama beribu-ribu tahun dari peradaban
Indonesia, kami telah mengembangkan bentuk-bentuk demokrasi Indonesia.
Kami percaya bahwa bentuk-bentuk ini mempunyai pertalian dan arti
internasional. Ini adalah soal saya bicarakan kemudian.
Akhirnya, Sila yang penghabisan dan yang
terutama ialah Keadilan Sosial. Pada Keadilan Sosial ini kami rangkaikan
kemakmuran sosial, karena kami menganggap kedua hal ini tidak dapat
dipisah-pisahkan. Benar, hanya suatu masyarakat yang makmur dapat
merupakan masyarakat yang adil, meskipun kemakmuran itu sendiri bisa
bersemayam dalam ketidak-adilan sosial.
Demikianlah Panca Sila kami. Ketuhanan Yang Maha Esa, Nasionalisme, Internasionalisme, Demokrasi dan Keadilan Sosial.
Tidaklah termasuk tugas saya hari ini
untuk menguraikan bagaimana kami berusaha, dalam kehidupan dan urusan
nasional kami, menggunakan dan melaksanakan Panca Sila. Jika saya
menguraikan hal ini, maka ini akan mengganggu keramah-tamahan badan
internasional ini.
Akan tetapi saya sungguh-sungguh percaya
bahwa Panca Sila mengandung lebih banyak daripada arti nasional saja.
Panca Sila mempunyai arti universal dan dapat digunakan secara
internasional.
Tidak sorangpun akan
membantah unsur kebenaran dalam pandangan yang dikemukakan oleh Bertrand
Russell itu. Sebagian besar dari dunia telah terbagi menjadi golongan
yang menerima gagasan dan prinsip-prinsip Declaration of American
Independence dan golongan yang menerima gagasan dan prinsip-prinsip
Manifesto Komunis. Mereka yang menerima gagasan yang satu menolak
gagasan yang lain, dan terdapatlah bentrokan atas dasar ideologis maupun
praktis.
Kita semuanya terancam oleh bentrokan ini
dan kita merasa khawatir karena bentrokan ini. Apakah tidak ada sesuatu
tindakan yang dapat diambil terhadap ancaman ini? Apakah hal ini harus
berlangsung terus dari generasi ke generasi, dengan kemungkinan pada
akhirnya akan meletus menjadi lautan api yang akan menelan kita
semuanya? Apakah tidak ada suatu jalan keluar?
Jalan keluar harus ada. Jika tidak ada,
maka semua musyawarah kita, semua harapan kita, semua perjuangan kita
akan sia-sia belaka.
Kami bangsa Indonesia tidak bersedia
bertopang dagu, sedangkan dunia menuju kejurang keruntuhannya. Kami
tidak bersedia bahwa fajar cerah dari kemerdekaan kami diliputi oleh
awan radio-aktif. Tidak satupun diantara bangsa-bangsa Asia atau Afrika
akan bersedia menerima hal ini. Kami memikul pertanggungan jawab
terhadap dunia, dan kami siap menerima serta memenuhi pertanggungan
jawab itu. Jika itu berarti turut-campur dalam apa yang tadinya
merupakan urusanurusan Negara-Negara Besar yang dijauhkan dari kami,
maka kami akan bersedia melakukannya. Tidak ada bangsa Asia dan Afrika
manapun juga yang akan menyingkiri tugas itu.
Bukankah jelas, bahwa bentrokan itu
timbul terutama karena ketidak-samaan? Di dalam suatu bangsa, adanya
yang kaya dan miskin, dan dihisap dan yang menghisap, menimbulkan
bentrokan. Hilangkan penghisapan, dan bentrokan itu akan lenyap, karena
sebab yang menimbulkan bentrokan itu telah tidak ada,
Diantara bangsa-bangsa, jika ada yang
kaya dan yang miskin, yang menghisap dan dihisap, akan pula ada
bentrokan. Hilangkan sebab yang menimbulkan bentrokan, dan bentrokan itu
akan lenyap. Hal ini berlaku, baik internasional maupun didalam suatu
bangsa. Dilenyapkannya imperialisme dan kolonialisme meniadakan
penghisapan demikian daripada bangsa oleh bangsa.
Saya percaya, bahwa ada jalan keluar
daripada konfrontasi ideologi-ideologi ini. Saya percaya bahwa jalan
keluar itu terletak pada dipakainya Panca Sila secara universil !
Siapakah diantara Tuan-Tuan menolak Panca
Sila? Apakah wakil-wakil yang terhormat dari Bangsa Amerika yang besar
menolaknya? Apakah wakil-wakil yang terhormat dari bangsa Rusia yang
besar menolaknya? Ataukan wakil-wakil yang terhormat dari Inggris atau
Polandia, atau Perancis atau Cekoslowakia? Ataukah memang ada diantara
mereka yang agaknya telah mengambil posisi yang statis dalam Perang
Dingin antara gagasan-gagasan dan praktek-paktek, dan yang berusaha
tetap berakar sedalam-dalamnya sedangkan dunia menghadapi
kekacauan-kekacauan?
Lihatlah, lihatlah delegasi yang
mendukung saya ! Delegasi itu bukan terdiri dari pegawai-pegawai negeri
atau politikus-politikus profesional. Delegasi ini mewakili bangsa
Indonesia. Dalam delegasi ini ada prajurit-prajurit. Mereka menerima
Panca Sila, ada seorang ulama islam yang besar, yang merupakan soko guru
bagi agamanya. Ia menerima Panca Sila. Selanjutnya da pemimpin Partai
Komunis Indonesia yang kuat. Ia menerima Panca Sila. Seterusnya ada
wakil-wakil dari Golongan-golongan Katolik dan Protestan, dari Partai
Nasionalis dan organisasi-organisasi buruh dan tani, ada pula
wanita-wanita, kaum cendekiawan dan pejabat-pejabat pemerintahan.
Semuanya ya menerima Panca Sila.
Mereka bukannya menerima Panca
Sila semata-mata sebagai konsepsi ideologi belaka, melainkan sebagai
suatu pedoman yang praktis sekali untuk bertindak. Mereka diantara
bangsa saya yang berusaha menjadi pepmimpin tetapi menolak Panca Sila,
ditolak pula oleh bangsa Indonesia.
Bagaimanakah penggunaan secara
internasional daripada Panca Sila? Bagaimana Panca Sila itu dapat
dipraktekan? Marilah kita tinjau kelima pokok itu satu demi satu.
Pertama : Ketuhanan Yang Maha Esa. Tidak
seorangpun yang menerima Declaration Of American Independence sebagai
pedoman untuk hidup dan bertindak, akan menyangkalnya. Begitu pula tidak
ada seorang pengikutpun dari Manifesto Komunis, dalam forum
internasional ini akan menyangkal hak dan untuk percaya kepada Yang Maha
Kuasa. Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini, saya persilahkan
Tuan-tuan yang terhormat bertanya kepada tuan Aidit, ketua Partai
Komunis Indonesia, yang duduk dalam Delegasi saya yang menerima
sepenuhnya baik Manifesto Komunis mapun Panca Sila.
Kedua : Nasionalisme. Kita semua adalah
wakil-wakil bangsa-bangsa. Bagaimana kita akan dapat menolak
nasionalisme? Jika kita menolak nasionalisme, maka kita harus menolak
kebangsaan kita sendiri dan menolak pengorbanan-pengorbanan yang telah
diberikan oleh generasi-generasi. Akan tetapi saya peringatkan Tuan-tuan
: jika Tuan-tuan menerima prinsip nasionalisme, maka Tuan-tuan harus
menolak imperialisme. Tetapi pada peringatan itu saya ingin menambahkan
peringatan lagi : Jika Tuan-tuan menolak imperialisme, maka secara
otomatis dan dengan segera Tuan-tuan lenyapkan dari dunia yang dalam
kesukaran ini sebab terbesar yang menimbulkan ketegangan dan bentrokan.
Ketiga : Internasionalisme. Apakah perlu
untuk berbicara dengan panjang lebar mengenai internasionalisme dalam
badan in ternasional ini? Tentu tidak ! Jika bangsa-bangsa kita tidak
“Internationally minded”, maka bangsa-bangsa itu tidak akan menjadi
anggauta organisasi ini. Akan tetapi, internasionalisme yang sejati
tidak selalu terdapat disini. Saya menyesal harus mengatakan demikian,
akan tetapi hal ini adalah suatu kenyataan. Terlalu sering perserikatan
bangsa-bangsa dipergunakan sebagai forum untuk tujuan-tujuan nasional
yang sempit atau tujuan-tujuan golongan saja. Terlalu sering pula
tujuan-tujuan yang agung dan cita-cita yang luhur dari piagam kita
dikaburkan oleh usaha untuk mencari keuntungan nasional atau prestige
nasional. Internasionalisme yang sejati harus didasarkan atas persamaan
kehormatan, persamaan penghargaan dan atas dasar penggunaan secara
praktis dari pada kebenaran, bahwa semua orang adalah saudara. Untuk
mengutip piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa – dokumen yang sering kali
dilupakan orang itu – internasionalisme itu harus “meneguhkan kembali
keyakinan ……berdasarkan hak-hak-yang sama bagi …… bangsa-bangsa, baik
besar maupun kecil”.
Akhirnya, dan sekali lagi,
internasionalisme akan berarti berakhirnya imperialisme dan
kolonialisme, sehingga dengan demikian berakhirnya banyak bahaya dan
ketegangan.
Keempat : Demokrasi. Bagi kami bangsa
Indonesia, demokrasi mengandung tiga unsur yang pkok. Demokrasi
mengandung pertama-tama prinsip yang kami sebut Mufakat yakni : kebulatan pendapat. Kedua, demokrasi mengandung prinsip Perwakilan.
Akhirnya demokrasi mengandung, bagi kami, prinsip musyawarah. Ya, demokrasi Indonesia mengandung ketiga prinsip itu, yakni : mufakat, perwakilan dan musyawarah antara wakil-wakil.
Perhatikanlah. Organisasi
Perserikatan Bangsa-Bangsa ini adalah organisasi dari bangsa-bangsa yang
sederajat, organisasi dari negara-negara yang merupakan kedaulatn yang
sederajat, kemerdekaan yang sederajat dan rasa bangga yang sederajat
tentang kedaulatan serta kemerdekaan. Satu-satunya cara bagi organisasi
ini untuk dapat menjalankan fungsinya secara memuaskan, ialah dengan
jalan mufakat yang diperoleh dalam musyawarah.
Musyawarah harus dilakukan sedemikian rupa, sehingga, tidak ada saingan
antara pendapat-pendapat yang bertentangan, tïdak ada resolusi-resolusi
dan resolusi-resolusi balasan, tidak ada pemihakan-pemihakan, melainkan
hanya usaha yang teguh untuk mencari dasar umum dalarn memecahkan
sesuatu masalah. Dari musyawarah semacam ini timbullah permufakatan,
suatu kebulatan pendapat, yang lebih kuat dari pada suatu resolusi yang
dipaksakan melalui jumlah suara mayoritet, suatu resolusi yang mungkin
tidak diterima, atau yang mungkin tidak disukai oleh minoritet.
Apakah saya berbicara idealistis? Apakah saya memimpikan dunia yang ideal dan romantis?
Tidak ! Kedua kaki saya dengan teguh
berpijak ditanah ! Betul saya menengadah kelangit untuk mendapatkan
inspirasi akan tetapi pikiran saya tidak berada diawang-awang. Saya
tegaskan bahwa cara-cara musyawarah demikian ini dapat dïlaksanakan.
Cara-cara itu bagi kami dapat dijalankan. Cara-cara itu dapat dijalankan
dalam D.P.R. kami, cara-cara itu dapat dijalankan dalam D.P.A. kami,
cara-cara itu dapat dijalankan dalam Kabinet kami.
Cara musyawarah ini dapat dijalankan,
karena wakil-wakil bangsa kami berkeinginan agar cara-cara itu dapat
berjalan. Kaum Komunis menginginkannya, kaum nasionalïs menginginkannya,
golongan Islam menginginkannya, dan golongan Kristen menginginkannya.
Tentara menginginkannya, baik warga kota maupun rakyat di desa-desa yang
terpencil menginginkannya, kaum cendekiawan menginginkannya dan orang
yang berusaha dengan sekuat tenaga memberantas buta huruf
menginginkannya. Semua menginginkannya, karena semuanya menginginkannya
tercapainya tujuan jelas dari Panca Sila, dan tujuan yang jelas itu
ialah masyarakat adil dan makmur.
Tuan-tuan boleh berkata: “Ya, kita akan
menerima kata-kata Presiden Soekaro dan kita akan menerima bukti-bukti
yang kita lihat dalam susunan delegasinya di Perserikatan Bangsa-Bangsa
pada hari ini, akan tetapi kita adalah kaum realis dalam dunia yang
kejam. Cara satu-satunya untuk menyelenggarakan pertemuan internasional
ialah cara yang dipergunakan dalam menyelenggarakan Perserikatan
Bangsa-Bangsa, yaitu dengan resolusi-resolusi, amandemen-amandemen,
suara-suara mayoritet dan minoritet”.
Perkenankanlah saya menegaskan sesuatu.
Kami tahu dari pengalaman yang sama pahitnya, sama praktisnya dan sama
realistisnya, bahwa cara-cara musyawarah kami dapat pula diselenggarakan
dibidang intrnmasional. Dibidang itu cara-cara itu berjalan sama
baiknya seperti dibidang nasional.
Seperti Tuan-tuan ketahui, belum begitu
lama berselang, wakil-wakil dari dua puluh sembilan bangsa-bangsa dari
Asia dan Afrika berkumpul di Bandung. Pemimpin-pemimpin bangsa-bangsa
itu bukan pemimpin pengelamun yang tidak praktis. Jauh dari itu! Mereka
adalah pemimpin-pemimpin yang keras dan realistïs dari rakyat dan
bangsa-bangsa, sebagian besar diantara mereka lulus dari perjuangan
kemerdekaan nasional, semuanya mengetahui benar akan realitet-realitet
dari pada kehidupan serta kepemimpinan baik politik maupun
internasional.
Mereka mempunyai pandangan politik yang berbeda-beda, dari ekstrim kanan sampai ekstrim kiri.
Banyak orang dinegara-negara
barat tidak dapat percaya bahwa konperensi semacam itu dapat
menghasilkan sesuatu yang berguna. Banyak orang bahkan berpendapat bahwa
konperensi itu akan bubar dalam keadaan kacau dan saling tuduh-menuduh,
terpecah-belah di atas karang perbedaan faham politik.
Konperensi Asia-Afrika diselenggarakan dengan cara-cara musyawarah.
Dalam konperensi itu tidak terdapat
mayoritet dan minoritet. Tidak pula diadakan pemungutan suara. Dalam
konperensi itu hanya terdapat musyawarah dan keinginan umum untuk
mencapai persetujuan. Konperensi itu menghasilkan komunike yang dibuat
dengan suara bulat, komunike yang merupakan salah suatu yang terpenting
dalam windu ini atau mungkin salah satu dokumen yang terpenting dalam
sejarah.
Apakah Tuan-tuan masih sangsi terhadap faedah dan efisiensi daripada cara musyawarah semacam itu?
Saya yakin bahwa pemakaian dengan tulus
ikhlas dari cara-cara musyawarah demikian ini, akan mempermudah
pekerjaan organisasi internasional ini. Ya, berangkali cara ini akan
memungkinkan pekerjaan yang sebenarnya dari organisasi ini. Cara
musyawarah ini akan menunjukkan jalan untuk menyelesaikan banyak
masalah-masalah yang makin bertumpuk-tumpuk bertahun-tahun. Cara
musyawarah ini akan memungkinkan terselesaikannya masalah-masalah yang
tampaknya tidak terpecahkan.
Dan saya minta dengan hormat, hendaknya Tuan-tuan ingat bahwa sejarah memperlakukan mereka yang gagal tanpa mengenal ampun.
Siapakah yang sekarang ini ingat kepada
mereka yang membanting-tulang dalam Liga Bangsa-Bangsa? Kita hanya ingat
kepada mereka yang telah menghancurkan suatu organisasi negara-negara
dari sebagian dunia saja. Kita tidak bersedia bertopang dagu dan melihat
organisasi ini, organisasi kita sendiri, dihancurkan karena tidak
flexible, atau karena lambat menyambut keadaan dunia yang berobah.
Apakah tidak patut dicoba? Jika Tuan-tuan
berpendapat tidak, maka Tuan-tuan harus bersedia untuk mempertanggung
jawabkan keputusan Tuan-tuan dihadapan mahkamah sejarah.
Akhirnya, di dalam Panca Sila terkandung
Keadilan Sosial. Untuk dapat dilaksanakan di bidang internasional,
mungkin hal ini akan menjadi keadilan sosial internasional. Sekali lagi,
menerima prinsip ini akan berarti menolak kolonialisme dan
imperialisme.
Selanjutnya, diterimanya oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa keadilan sosial sebagai suatu tujuan, akan
berarti diterimanya pertanggungan jawab dan kewajiban-kewajiban
tertentu.
Ini akan berarti usaha yang tegas dan
berpadu untuk mengakhiri banyak dari kejahatan-kejahatan sosial, yang
menyusahkan dunia kita. Ini akan berarti bahwa bantuan kepada
negara-negara yang belum maju dan bangsa-bangsa yang kurang beruntung
akan disingkirkan dari suasana Perang Dingin. Ini akan berarti pula
pengakuan yang praktis bahwa semua orang adalah saudara dan bahwa sernua
orang mempunyai tanggung-jawab terhadap saudaranya.
Apakah ini bukan tujuan yang mulia!
Apakah ada yang berani menyangkal kemuliaan dan keadilan daripada tujuan
ini? Jika ada yang berani menyangkalnya, maka suruhlah ia menghadapi
kenyataan! Suruh ia menghadapi si-lapar, suruh ia menghadapi sibuta
huruf, suruh ia mengahapi si-sakit dan suruhlah ia kemudian membenarkan
sangkalannya!
Perkenankanlan saya sekali lagi
mengulangi lima sila itu. Ketuhanan Yang Maha Esa; Nasionalisme;
Internasionalisme; Demokrasi; Keadilan Sosial.
Marilah kita selidiki apakah
hal-hal itu sebenarnya merupakan suatu sintese yang dapat diterima oleh
kita semua. Marilah kita bertanya pada diri sendiri, apakah penerimaan
prinsip-prinsip itu akan memberikan suatu pemecahan persoalan-persoalan
yang dihadapi oleh organisasi ini.
Benar, Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak
hanya terdiri dari pada piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa saja. Meskipun
demikian, dokumen yang bersejarah itu tetap merupakan bintang
pembimbing dan ilham organisasi ini.
Dalam banyak hal piagam mencerrninkan
konstelasi politik dan kekuatan dari pada saat dilahirkannya. Dalam
banyak hal piagam itu tidak mencerminkan kenyataan?kenyataan masa
sekarang.
Oleh karena itu rnarilah kita
pertimbangkan apakah lima sila yang telah saya kemukakan, dapat
memperkuat dan memperbaiki piagam kita.
Saya yakin, ya, saya yakin
seyakin-yakinnya bahwa diterimanya kelima prinsip itu dan dicantumkannya
dalam piagam, akan sangat memperkuat Perserikatan Bangsa-Bangsa. Saja
yakin, bahwa Panca Sila akan menempatkan Perserikatan Bangsa-Bangsa
sejajar dengan perkembangan terakhir dari dunia. Saya yakin bahwa Panca
Sila akan memungkinkan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menghadapi hari
kemudian dengan kesegaran dan kepercayaan. Akhirnya, saya yakin bahwa
diterimanya Panca Sila sebagai dasar piagam, akan menyebabkan piagam ini
dapat diterima lebih ikhlas oleh semua anggauta, baik yang lama maupun
yang baru.
Saya akan ajukan satu soal lagi dalam
hubungan ini. Adalah suatu kehormatan besar bagi suatu negara bahwa
Perserikatan Bangsa-Bangsa berkedudukan di dalam wilayahnya. Kita semua
benar-benar bersyukur bahwa Amerika Serikat telah memberi tempat yang
tetap bagi Orgasisasi kita. Tetapi, mungkin dapat dipersoalkan apakah
itu memang tepat.
Dengan segala hormat, saya kemukakan
bahwa ia mungkin tidak tepat. Bahwasanya kedudukan Perserikatan
Bangsa-Bangsa berada dalam wilayah salah satu negara yang terkemuka
dalam Perang Dingin, berarti Perang Dingin telah merembes bahkan sampai
kepekerjaan dan administrasi serta rumah-tangga Organisasi kita ini.
Sedemikian luasnya perembesan itu, sehingga hadirnya pemimpin sesuatu
bangsa yang besar dalam sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa ini saja sudah
menjadi persoalan Perang Dingin dan senjata Perang Dingin, serta alat
untuk mempertajam cara kehidupan yang berbahaya serta yang sia-sia itu.
Marilah kita tinjau apakah tempat
kedudukan Organisasi kita tidak perlu dipindahkan dari suasana Perang
Dingin. Marilah kita tinjau apakah Asia atau Afrika atau Jenewa akan
dapat memberi tempat yang permanen kepada kita, yang jauh dari Perang
Dingin, tidak terikat pada salah suatu blok dan dimana para Delegasi
dapat bergerak dengan leluasa dan bebas sekehendak mereka.
Dengan demikian, mungkin akan diperoleh pengertian yang lebih luas tentang dunia dan masalah-masalahnya.
Saya yakin, bahwa suatu negara Asia atau
Afrika, mengingat akan keyakinan dan kepercayaannya, dengan senang akan
mengunjukkan kemurahan hatinya kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa,
mungkin dengan menyediakan suatu daerah yang cukup luas, dimana
Organisasi itu sendiri akan berdaulat dan dimana perundirgan-perundingan
yang penting bagi pekerjaan vital itu dapat dilaksanakan secara aman
dan dalam suasana persaudaraan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak lagi
merupakan badan seperti yang menandatangani Piagam lima belas tahun yang
lalu. Dunia inipun tidak sama dengan yang dahulu. Mereka yang dengan
kebijaksanaan berjerih-payah untuk menghasilkan Piagam Organisasi ini,
tidak dapat menyangka akan terjelmanya bentuk yang sekarang ini.
Diantara orang-orang yang bijaksana dan jauh pandangannya itu, hanya
beberapa yang sadar, bahwa akhir imperialisme sudah tampak dan bahwa
bila Organisasi ini harus hidup terus, maka ia mesti memberi kemungkinan
kepada bangsa-bangsa yang lahir kembali untuk masuk beramai-ramai,
berduyun-duyun dan bersemangat.
Tujuan Perserikatan
Bangsa-Bangsa seharusnya ialah memecahkan masalah-masalah. Untuk
menggunakannya sebagai forum perdebatan belaka, atau sebagai saluran
propaganda, atau sebagai sambungan dari politik dalam negeri, berarti
memutar-balikkan cita-cita mulia yang seharusnya meresap di dalam badan
ini.
Pergolakan-pergolakan kolonial,
perkembangan yang cepat dari daerah-daerah yang belum maju di lapangan
teknis, dan masalah perlucutan senjata, semuanya merupakan
masalah-masalah yang tepat dan mendesak untuk kita pertimbangkan dan
musyawarahkan. Akan tetapi, telah menjadi jelas, bahwa masalah-masalah
yang vital ini tidak dapat dibicarakan secara memuaskan oleh Organisasi
Perserikatan Bangsa-Bangsa yang sekarang ini. Sejarah badan ini
menunjukkan kebenaran yang menyedihkan dan yang jelas daripada apa yang
telah saya katakan.
Sungguh tidak mengherankan bahwa
demikianlah jadinya. Kenyataannya ialah bahwa Organisasi kita
mencerminkan dunia tahun Sembilanbelas Empatpuluh Lima, dan bukan dunia
zaman sekarang. Demikianlah halnya dengan semua badan-badannya – kecuali
satu-satunya Majelis yang agung ini – dan dengan semua
Lembaga-lembaganya.
Organisasi dan keanggautaan Dewan
Keamanan – badan yang terpenting itu – mencerminkan peta ekonomi,
militer dan kekuatan daripada dunia tahun Sembilanbelas Empatpuluh Lima,
ketika Organisasi ini dilahirkan dari inspirasi dan angan-angan yang
besar. Demikian pula halnya dengan sebagian besar daripada
Lembaga-lembaga lainya. Mereka itu tidak mencerminkan bangkitnya
negara-negara Sosialis ataupun berkembangnya dengan cepat kemerdekaan
Asia dan Afrika.
Untuk memodernisir dan membuat efisien
Organisasi kita, barangkali juga Sekretariat di bawah pimpinan
Sekretaris Jenderalnya, mungkin membutuhkan peninjauan kembali. Dengan
mengatakan demikian, saya tidak – sama sekali tidak – mengeritik atau
mencela dengan cara apapun Sekretaris Jenderal yang sekarang, yang
senantiasa berusaha, dalam keadaan-keadaan yang tak dapat diterima lagi,
melakukan tugasnya dengan baik, yang kadang-kadang tampaknya tidak
mungkin dilaksanakan.
Jadi, bagaimanakah mereka bisa efisien?
Bagaimanakah anggauta-anggauta kedua golongan dalam dunia ini – yakni
golongan-golongan yang merupakan suatu kenyataan dan yang harus diterima
– bagaimanakah anggauta-anggauta kedua golongan itu bisa merasa tenang
di dalam Organisasi ini dan mempunyai kepercayaan penuh yang diperlukan
terhadapnya.
Sejak perang kita telah menyaksikan tiga gejala-gejala besar yang permanen.
Pertama ialah bangkitnya negara-negara
sosialis. Hal ini tidak disangka dalam tahun Sembilanbelas Empatpuluh
Lima. Kedua ialah gelombang besar daripada pembebasan nasional dan
emansipasi ekonomi yang melanda Asia dan Afrika serta Saudara-saudara
kita di Amerika Latin. Saya kira bahwa hanya kita, yang langsung
terlibat di dalamnya, dapat menduganya. Ketiga ialah kemajuan ilmiah
besar, yang semua bergerak dilapangan persenjataan dan peperangan, akan
tetapi yang dewasa ini berpindah kelapangan rintangan dan perbatasan
ruang angkasa. Siapakah yang dapat meramalkannya ketika itu?
Benar, Piagam kita dapat dirubah. Saya
menyadari, bahwa ada prosedure untuk melakukan hal ini dan akan tiba
waktunya ini dapat dilakukan. Akan tetapi persoalan ini mendesak. Hal
ini mungkin merupakan persoalan mati atau hidup bagi Perserikatan
Bangsa-Bangsa. Janganlah sampai pandangan legalistik yang picik dapat
menghalangi dikerjakannya usaha itu dengan segera.
Adalah sama pentingnya bahwa pembagian
kursi dalam Dewan Keamanan dan badan-badan serta lembaga-lembaga lainnya
harus dirobah. Dalam hal ini saya tidak berpikir dalam istilah
blok-blokan, tetapi saya memikirkan betapa sangat perlunya Piagam dari
Perserikatan Bangsa-Bangsa, dari badan-badan Perserikatan Bangsa-Bangsa
dan Sekretariat Perserikauan Bangsa-Bangsa, semuanya itu mencerminkan
keadaan yang sebenarnya dari dunia kita sekarang ini.
Kami dan Indonesia memandang
organisasi ini dengan harapan yang besar, tetapi juga dengan
kekhawatiran yang besar. Kami memandangnya dengan harapan besar, karena
pernah berfaedah bagi kami dalam perjuangan untuk kehidupan nasional
kami. Kami memandanginya dengan harapan besar, karena kami percaya bahwa
hanya organisasi semacam inilah dapat memberikan rangka bagi dunia yang
sehat dan aman sebagaimana kami rindukan.
Kami memandanginya dengan kekhawatiran
besar, karena kami telah mengajukan suatu masalah nasional yang besar,
masalah Irian Barat, kehadapan Majelis ini, dan tiada suatu penyelesaian
dapat dicapai. Kami memandanginya dengan kekhawatiran, karena
Negara-Negara Besar di dunia telah memasukkan permainan Perang Dingin
mereka yang berbahaya itu ke dalam ruangan-ruangannya.
Kami memandanginya, dengan kekhawatiran,
kalau-kalau Majelis ini akan menemui kegagalan dan akan mengikuti jejak
organisasi yang digantikannya, dan dengan demikian melenyapnya dari
pandangan mata ummat manusia suatu gambaran daripada suatu masa depan
yang aman dan bersatu.
Marilah kita hadapi kenyataan bahwa
Qrganisasi ini, dengan cara-cara yang dipergunakannya sekarang in dan
dalam bentuknya sekarang, adalah suatu hasil sistem Negara Barat.
Maafkan saya, tetapi saya tidak dapat menjunjung tinggi sistim itu.
Bahkan saya tidak dapat memandanginya dengan rasa kasih, meskipun saya
sangat menghargainya.
Imperialisme dan kolonialisme adalah buah
dari sistem negara Barat itu, dan seperasaan dengan mayoriteit yang
luas dari pada Organisasi ini, saya benci pada imperialisme, saya jijik
pada kolonialisme, dan saya khawatir akan akibat-akibat perjuangan
hidupnya yang terakhir yang dilakukan dengan sengitnya. Dua kali didalam
masa hidup saya sendiri sistim Negara Barat itu telah merobek-robek
dirinya sendiri dan pernah hampir saja menghancurkan dunia dalam suatu
bentrokan yang sengit.
Herankah Tuan-tuan, bahwa banyak diantara
kami memandang Organisasi yang juga merupakan hasil sistim Negara Barat
itu dengan penuh pertanyaan? Janganlah Tuan-tuan salah mengerti. Kami
menghormati dan mengagumi sistim telah di-ilhami oleh kata-kata Lincoln
dan Lenin, oleh perbuatan-perbuatan Washington dan oleh
perbuatan-perbuatan Garibaldi. Bahkan, mungkin, kami melihat dengan
irihati kepada beberapa diantara hasil-hasil fisik yang dicapai oleh
Barat. Tetapi kami bertekad bahwa bangsa-bangsa kami, dan dunia sebagai
keseluruhan, tidak akan menjadi permainan dari satu bagian kecil dari
dunia.
Kami tidak berusaha mempertahankan dunia yang kami kenal, kami berusaha membangun suatu dunia yang baru, yang lebih baik !
Kami berusaha membangun suatu dunia yang
sehat dan aman. Kami berusaha membangun suatu dunia, dimana setiap orang
dapat hidup dalam suasana damai. Kami berusaha membangun suatu dunia,
dimana terdapat keadilan dan kemakmuran untuk semua orang. Kami berusaha
membangun suatu dunia, dimana kemanusiaan dapat mencapai kejayaannya
yang penuh.
Telah dikatakan bahwa kita hidup di
tengah-tengah suatu Revolusi Harapan Yang Meningkat. Ini tidak benar !
Kita hidup di tengah-tengah Revolusi Tuntutan Yang Meningkat. Mereka
yang dahulunya tanpa kemerdekaan, kini menuntut kemerdekaan. Mereka yang
dahulunya tanpa suara, kini menuntut, agar suaranya di dengar.
Mereka yang dahulunya kelaparan, kini
menuntut beras, banyak-banyak dan setiap hari. Mereka yang dahulunya
buta huruf, kini menuntut pendidikan.
Seluruh dunia ini merupakan suatu sumber-sumber tenaga Revolusi yang besar, suatu gudang mesiu revolusioner yang besar.
Tidak kurang dari tiga-perempat ummat
manusia terlibat di dalam Revolusi Tuntutan Yang Meningkat, dan inï
adalah Revolusi Maha hebat sejak manusia untuk pertama kalinya berjalan
dengan tegak disuatu dunia yang murni dan menyenangkan.
Berhasil atau gagalnya Organisasi ini
akan dinilai dari hubungannya dengan Revolusi Tuntutan Yang Meningkat
itu. Generasi-generasi yang akan datang akan memuji atau mengutuk kita
atas jawaban kita terhadap tantangan ini.
Kita tidak berani gagal. Kita
tidak berani membelakangi sejarah. Jika kita berani, kita sungguh tidak
akan tertolong lagi. Bangsa saya bertekad tidak akan gagal. Saya tidak
berbicara kepada Tuan-tuan karena lemah, saya berbicara karena kuat.
Saya sampaikan kepada Tuan-tuan dalam dari sembilan puluhdua juta rakyat
dan saya sampaikan kepada Tuan-tuan tuntutan bangsa itu. Kita mempunyai
kesempatan untuk bersama-sama membangun suatu dunia yang lebih baik,
suatu dunia yang lebih aman. Kesempatan ini mungkin tidak akan ada lagi.
Maka peganglah, genggamlah kuat-kuat, dan pergunakanlah kesempatan itu.
Tidak seorangpun yang mempunyai kemauan
baik dan kepribadian, akan menolak harapan-harapan dan
keyakinan-keyakinan yang telah saya kemukakan atas nama bangsa saya, dan
sesungguhnya atas nama seluruh ummat manusia. Maka marilah kita
berusaha, sekarang juga dengan tidak menunda lagi, mewujudkan
harapan-harapan itu menjadi kenyataan.
Sebagai suatu langkah yang praktis kearah
ini, maka merupakan kehormatan dan tugas bagi saya untuk menyampaikan
suatu Rancangan Resolusi kepada Majelis Umum ini.
Atas nama Delegasi-Delegasi Ghana, India,
Republik Persatuan Arab, Yugoslavia dan Indonesia, saya sampaikan
dengan ini resolusi sebagai berikut :
“MAJELIS UMUM,
“MERASA SANGAT CEMAS berkenaan dengan
memburuknya hubungan-hubungan internasional akhir-akhir ini, yang
mengancam dunia dengan konsekwensi-konsekwensi berat;
“MENYADARI harapan besar dari dunia ini
bahwa Majelis ini akan membantu dalam menolong mempersiapkan jalan
kearah keredaan ketegangan dunia;
“MENYADARI tanggung jawab yang berat dan
mendesak yang terletak di atas bahu Perserikatan Bangsa-Bangsa, untuk
mengambil inisiatif dalam usaha-usaha yang dapat membantu;
“Minta sebagai langkah pertama yang
mendesak, agar Presiden Amerika SerÃkat dan Ketua Dewan Menteri
Republik-Republik Sovyet Sosialis memulai kembali kontak-kontak mereka
yang telah terputus baru-baru ini, sehingga kesediaan yang telah mereka
nyatakan untuk mencari dengan perundingan-perundingan pemecahan
masalah-masalah yang terkatung-katung dapat dilaksanakan secara
progresif”.
Tuan Ketua, perkenankanlah saya memohon,
atas nama Delegasi-Delegasi kelima negara tersebut di atas, supaya
resolusi ini mendapat pertimbangan Tuan yang segera. Sepucuk surat
dengan maksud itu, ditandatangani oleh para Ketua Delegasi-Delegasi dari
Ghana, India, Republik Persatuan Arab, Yugoslavia dan Indonesia, telah
disampaikan kepada Sekretariat.
Saya sampaikan Rancangan Resolusi ini atas nama kelima Delegasi itu dan atas nama jutaan rakyat yang hidup di negara-negara itu.
Menerima Resolusi ini merupakan suatu
langkah yang mungkin dan langsung dapat diselenggarakan. Maka hendaknya
Majelis Umum ini menerima Resolusi ini secepat-cepatnya. Marilah kita
mengambil langkah praktis itu kearah peredaan ketegangan dunia yang
membahayakan. Marilah kita menerima Resolusi ini dengan suara bulat,
sehingga segenap tekanan dari kepentingan dunia dapat dirasakan. Marilah
kita mengambil langkah pertama ini, dan marilah kita bertekad untuk
melanjutkan kegiatan dan desakan kita sampai tercapainya dunia yang
lebih baik dan lebih aman seperti yang kita bayangkan.
Ingatlah apa yang telah terjadi
sebelumnya. Ingatlah akan perjuangan dan pengorbanan yang dialami oleh
kami, anggauta-anggauta baru dari Organisasi ini. Ingatlah bahwa usaha
keras kita telah disebabkan dan diperpanjang oleh penolakan dasar-dasar
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kami bertekad agar hal ini tidak akan
terjadi lagi.
Bangunlah dunia ini kembali! Bangunlah
dunia ini kokoh dan kuat dan sehat! Bangunlah suatu dunia dimana semua
bangsa hidup dalam dunia damai dan persaudaraan. Bangunlah dunia yang
sesuai dengan impian dan cita-cita ummat manusia. Putuskan sekarang
hubungan dengan masa lampau, karena fajar sedang menyingsing. Putuskan
sekarang hubungan dengan masa-lampau, sehingga kita bisa mempertanggung
jawabkan diri terhadap masa depan.
Saya memanjatkan do’a hendaknya Yang Maha Kuasa memberi Rachmat dan Bimbingan kepada permusyawaratan Majelis ini.
Terima kasih!
Sumber : http://penasoekarno.wordpress.com/2009/11/08/pidato-pres-soekarno-di-su-pbb-2/
Indo
,
Jawa
,
Jejak Sejarah
,
SejarahRI
,
{[['']]}
Label:
Indo
,
Jawa
,
Jejak Sejarah
,
SejarahRI