Kesultanan Berau adalah sebuah kerajaan yang pernah berdiri di wilayah Kabupaten Berau sekarang ini. Kerajaan ini berdiri pada abad ke-14 dengan raja pertama yang memerintah bernama Baddit Dipattung dengan gelar Aji Raden Suryanata Kesuma dan istrinya bernama Baddit Kurindan dengan gelar Aji Permaisuri. Pusat pemerintahannya berada di Sungai Lati, Kecamatan Gunung Tabur. Sejarahnya kemudian pada keturunan ke-13, Kesultanan Berau terpisah menjadi dua yaitu Kesultanan Gunung Tabur dan Kesultanan Sambaliung. Sebelumnya daerah-daerah milik Berau yang telah memisahkan diri dan berdiri sendiri adalah Bulungan dan Tidung (kemudian ditaklukan Sultan Sulu).
Negara Berau kuno meliputi kawasan pesisir dari perbatasan mandala
Kerajaan Brunei di Kinabatangan (kini termasuk Sabah) hingga Tanjung Mangkaliat
di perbatasan dengan mandala Kerajaan Kutai. Salah satu dari lima
daerah bagian Berau adalah Nagri Marancang. Kepala Nagri atau Orang
tuanya bernama Rangga Si Kannik Saludai. Pengarappan atau Punggawanya
Bernama Harimau Jantan, Lambu Tunggal dan Kuda Sambarani. Wilayah
kekuasaannya dari Bulalung Karantigau, Kubuan Pindda, Mangkapadi,
Bulungan Selimbatu, Sekatak Buji, Sekata Jelanjang, Betayu, Sesayap,
Simangarris, Tawau, Segarung, Talluk Silam dan Kinabatangan berbatasan
dengan Brunei.
Menurut perjanjian VOC-Belanda dengan Kesultanan Banjar, "negara Berau"
(yang terdiri atas Gunung Tabur, Tanjung/Sambaliung, Bulungan dan
Tidung) merupakan salah satu bekas negara dependensi/negara bagian di dalam "negara Banjar Raya".
Menurut Staatsblad van Nederlandisch Indië tahun 1849, wilayah ini
termasuk dalam zuid-ooster-afdeeling yang beribukota di Banjarmasin
berdasarkan Bêsluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, pada 27 Agustus 1849, No. 8
Raja pertama
Aji Raden Suryanata Kesuma, dikenal
sebagai seorang raja yang bijak dalam menjalankan pemerintahannya selama
32 tahun sekitar tahun 1400 hingga 1432 ada pula yang menyatakan dari 1377 sampai 1426
Dibawah pemerintahannya, Baddit Dipattung berhasil membawa rakyatnya
sejahtera serta menyatukan beberapa wilayah pemukiman yang dikenal oleh
masyarakat Berau dengan sebutan "Banua", di antaranya Banua Merancang, Banua Pantai, Banua Kuran, Banua Rantau Buyut dan Banua Rantau Sewakung.
Dalam catatan sejarah, Aji Suryanata Kesuma dikenal sangat berpengaruh
dan berwibawa, sehingga dia adalah figur raja yang disegani kawan dan
ditakuti lawan. Nama Raja Berau yang pertama ini, kemudian diabadikan
menjadi nama Korem 091/Aji Surya Natakesuma (ASN). Kesultanan Brunei menyebut Berau dengan nama Kuran
Hubungan Kesultanan Berau dan Kesultanan Banjar
Menurut Kakawin Nagarakretagama yang ditulis oleh Empu Prapañca tahun 1365 tidak menyebutkan nama Berau sebagai salah satu negeri yang telah ditaklukan Kerajaan Majapahit oleh Gajah Mada,
kemungkinan Berau masih memakai nama kuno yang lainnya yaitu
Sawaku/Sawakung (sebuah negeri lama di Kabupaten Berau). Hikayat Banjar yang bab terakhirnya ditulis pada tahun 1663, menyebutkan hubungan Berau dengan Banjar pada masa Maharaja Suryanata, penguasa Banjar kuno abad ke-14 (waktu itu disebut Negara Dipa). Menurut Hikayat Banjar, sejak masa kekuasaan Maharaja Suryanata,
pangeran dari Majapahit yang menjadi raja Negara Dipa (sebutan Banjar
kuno pada masa Hindu), orang besar (penguasa) Berau sudah menjadi
taklukannya, di sini hanya disebutkan orang besar, jadi bukan disebut
raja seperti sebutan Raja Sambas dan Raja Sukadana. Berau dalam Hikayat
Banjar disebutkan sebagai salah satu tanah yang di atas angin (=
kerajaan di sebelah timur atau utara) yang telah membayar upeti.
Hubungan Berau dengan Kesultanan Banjar di masa Sultan
Suryanullah/Sultan Suriansyah/Pangeran Samudera (1520-1546) disebutkan dalam Hikayat Banjar, waktu itu Berau
salah satu negeri yang turut mengirim pasukan membantu Pangeran
Samudera/Sultan Suriansyah dan juga salah satu negeri yang mengirim
upeti.
Menurut Hikayat Banjar, pada pertengahan abad ke-17 Sultan Makassar
(Gowa-Tallo) meminjam Pasir termasuk daerah ring terluar seperti Kutai,
Berau dan Karasikan
sebagai tempat berdagang kepada Sultan Banjar IV Mustain Billah/Marhum
Panembahan pada waktu Kiai Martasura diutus ke Makassar dan mengadakan
perjanjian dengan I Mangadacinna Daeng Sitaba Karaeng Pattingalloang
Sultan Mahmud yaitu Sultan Tallo yang menjabat mangkubumi bagi Sultan Malikussaid Raja Gowa tahun 1638-1654. Maka sejak itu Berau tidak lagi mengirim upeti kepada Kesultanan Banjar.
- Sultan Adam
Pada masa Sultan Adam dari Banjar dibuat perjanjian dengan Belanda
yang di antara pasalnya menyerahkan vazal-vazal Banjar termasuk negeri
Berau dan daerah-daerah lain di Kalimantan kepada Hindia Belanda.
Perjanjian itu terdiri atas 28 pasal dan ditandatangani dalam loji Belanda di Banjarmasin pada tanggal 4 Mei 1826
atau 26 Ramadhan 1241 H. Perjanjian inilah yang menjadi dasar hubungan
politik dan ekonomi antara Kesultanan Banjar dengan pemerintah Hindia
Belanda di Batavia. Dalam perjanjian tersebut Kerajaan Banjar mengakui suzerinitas atau pertuanan Pemerintah Hindia Belanda dan menjadi sebuah Leenstaat, atau negeri pinjaman Sumber : northmelanesian.blogspot.com
Jejak Sejarah
,
Wisata Sejarah
,
{[['']]}