LATEST POSTS:
Recent Posts

Wayang Golek Di Nusantara

Arti kata
Golek memiliki sifat pejal. Penikmatan bentuknya sama seperti menikmati arca, boneka, atau benda-benda trimatra lainnya. Kesempurnaan bentuknya bisa dicerap baik dari arah depan, samping, maupun belakang. Ia merupakan boneka tiruan rupa manusia (ikonografi), dibuat dari bahan kayu bulat-torak untuk mempertunjukkan sebuah lakon. Dalam pementasan cerita, ia “dihidupkan” oleh seorang dalang yang sekaligus berperan sebagai sutradara dan pemberi watak atau ekspresi tokoh golek melalui sabetan (gerak) dan antawacana (dialog). 
Asal Mula
Disebutkan oleh sejumlah penulis bahwa menjelang akhir sebuah pertunjukan wayang kulit, dalang selalu menampilkan tarian dengan menggunakan boneka golek. Kata golek dalam bahasa Jawa berarti mencari (nggoleki). Penampilan golek ini mengandung maksud agar setelah penonton usai mengikuti lakon dari awal hingga akhir, mereka bisa nggoleki atau mencari inti pelajaran yang bermanfaat, yang tersirat dalam pertunjukan (Amir, 1991; Wibisono, 1974). Bentuk boneka golek yang digunakan adalah golek wanita, tetapi tidak diambil dari salah satu tokoh yang ada dalam cerita wayang golek (Yudoseputro, 1994).
Menurut pendapat Elan (1994) dan Yudoseputro (1994), pada pertumbuhan awal, bagian lengan wayang kulit masih menempel pada tubuhnya. Model wayang kulit tersebut masih bisa dilihat pada jenis wayang yang menggambarkan tokoh dewa. Hingga masa kerajaan Demak, keadaan itu masih terus dipertahankan.
Beberapa catatan, khususnya tentang wayang golek, yang bisa dikemukakan di sini, antara lain yang ditulis oleh Salmun (1986).


“Pada tahun 1583 M Sunan Kudus mendapat akal sehingga wayang dapat dimainkan pada siang hari yaitu dengan cara membuat wayang dari kayu yang kemudian disebut wayang golek. Dengan adanya wayang golek itulah, maka wayang dapat dimainkan pada siang hari.”
Sejalan dengan penjelasan Salmun, Ismunandar (1988) mengemukakan:
“Pada awal abad ke-16, Kudus membuat bangun „wayang purwo‟ baru, mengambil cerita-cerita Menak (berjumlah tujuh puluh buah), diiringi gamelan Salendro, pertunjukkan diadakan di waktu siang, tidak memakai kelir, hanya memakai „plangkan‟ (tempat meletakkan wayang golek yang terbuat dari kayu). Bentuk wayang seperti „boneka atau golek‟ tetapi menyerupai „wayang‟, hidungnya tajam, tangannya kecil-kecil panjang. Jadi merupakan campuran atau kombinasi wayang kulit dan arca. Wayang ini disebut “wayang golek” 
Kesimpulan
Kedua penjelasan tersebut menunjukkan bahwa golek yang pertama dipertunjukkan secara utuh, lengkap dengan tokoh-tokoh dan ceritanya, tidak sebagai golek pelengkap pertunjukkan wayang kulit, adalah golek dengan cerita Raja Menak. Awal abad ke-19, di pusat kerajaan di Jawa Tengah, bangkit gairah mengembangkan bidang sastra. Di samping muncul karya-karya sastra yang baru, seni pedalangan menjadi bidang garapan dalang-dalang istana. Pada masa ini, lahir pula pembakuan susunan pergelaran, bahasa pedalangan, lakon-lakon, gending pengiring, serta aspek-aspek wayang lainnya (Wibisono, 1974).


Wayang Golek Purwa Sunda baru dikenal di Priangan pada awal abad ke XIX dengan dibukanya Jalan Raya Daendels yang membuka isolasi daerah Priangan yang bergunung-gunung dengan daerah pantai Jawa-Barat. Jalan Raya Daendels menghubungkan kota Batavia (Jakarta) dengan Bogor-Sukabumi-Cianjur dan Bandung, selain juga kota Cirebon-Majalengka-Sumedang dan Bandung. Kesultanan Cirebon dengan Kraton Kasepuhan dan Kanoman, banyak pengaruhnya dalam pengembangan kebudayaan di Priangan dengan adanya hubungan jalan raya Daendels tersebut.
Kota Bandung yang dikenal kemudian menjadi pusat pemerintahan Propinsi Jawa Barat, menjadi salah satu pusat seni budaya Sunda, khususnya dibawah pimpinan para bupati keluarga Wiranata Kusumah yang terkenal. Menurut tokoh pedalangan Sunda yang buku karangannya menjadi buku Babon para dalang di Pasundan, yaitu Mas Adung Salmun, menyatakan bahwa penciptaan Wayang Golek Purwa Sunda diprakarsai oleh Bupati Bandung, Wiranatakusumah ke IV pada tahun 1940 dengan juru ukir wayang. golek bernama Darman berasal dari Tegal, Jawa Tengah. Koleksi Museum Wayang karya Bpk. Prawiradilaga.



Golek, sebutan khusus untuk menyebut wayang golek purwa sesuai dengan yang biasa disebut oleh kebanyakan masyarakat Sunda, adalah wayang dengan latar belakang cerita Mahabharata dan Ramayana. Jenis wayang ini merupakan hasil perkembangan atau paduan antara gagasan Dalem Karang Anyar, pada akhir masa jabatannya sebagai Bupati Kabupaten Bandung tahun 1840-an, dengan Ki Darman seorang juru wayang kulit asal Tegal yang tinggal di Cibiru, Kabupaten Bandung. Dalem Karang Anyar ( Wiranata Koesoemah III ) berperan menyempurnakan raut golek awal itu hingga bulat-torak bentuk agak besar dengan bahan kayu lame atau jinjing yang di tatah lebih rumit dan lebih halus.
Keturunan Ki Darman sampai kini masih terus menghidupkan kegiatan pembuatan golek. Tersebarnya pusat kegiatan pembuatan golek di kawasan Jawa Barat, seperti di Jelekong, Ciparay, Salacau, Cimareme, Sukabumi, Bogor, Karawang, Indramayu, Cirebon, Garut, Ciamis, dan di tempat lainnya, ditunjang oleh keturunan dan murid-murid Ki Darman yang mengembangkan kegiatannya di luar Cibiru.

Wayang Golek Lenong Betawi ini hasil pemikiran dan karya Tizar Purbaya pada tahun 2001. hal ini di ciptakan untuk menambah hasil karya seni khususnya kesenian Betawi, diharapkan mendapat perhatian masyarakat luas dan menjadi tuan rumah di tempatnya sendiri (Provinsi DKI Jakarta). Wayang Golek Lenong Betawi merupakan gambaran masyarakat Betawi pada masa tempo dulu dan pernah di pentaskan di beberapa tempat. Tizar Purbaya selain Dalang Wayang Golek Sunda juga berprofesi sebagai pengrajin wayang. 


Di awal abad ke 16 pada zaman Panembahan Ratu (1540-1650) (cicit Sunan Gunung Jati) telah muncul sebuah bentuk wayang yaitu WAYANG GOLEK PAPAK (Cepak) yang membawakan lakon Wong Agung Menak (Amir Hamzah). Sedangkan pada zaman PANGERAN GIRILAYA (1650-1662) yaitu seorang canggah Sunan Gunung Jati, pagelaran wayang papak dilengkapi dengan kisah-kisah yang diambil dari babad dan sejarah tanah Jawa. Mula-mula bahasa yang dipakai adalah bahasa Jawa. Namun lambat laun di daerah yang penduduknya berbahasa Sunda, maka para dalang menyesuaikan diri dengan keadaan setempat (menggunakan bahasa Sunda), kecuali dalam beberapa hal seperti, buka panggung/murwa, kakawen dll, sehingga pagelaran wayang dapat dipahami oleh masyarakat setempat.

Wayang ini diawali oleh dalang Parta Suwanda dari Bandung pada tahun 1960 menciptakan ”Wayang Golek Modern” Perubahan teknik pementasan dengan pemakaian effek tata cahaya dan bunyi suara untuk adegan-adegan yang memikat perhatian penonton. Dalam Pembukaan Seminar Perdalangan Jawa Barat I, tanggal 26 s.d 29.Pebruari.1964 di Bandung telah diwujudkan bentuk ”Wayang Golek Baru” yang disesuaikan dengan perkembangan Jaman. Pada saat itu pula R.A. Darya mengajukan naskah ceritera ” Sulanjana” dan dipentaskan untuk mencari bentuk baru pemanggungan wayang di Jawa Barat. Atas keputusan para Pengurus Yayasan Pedalangan Jawa Barat pergelaran wayang baru mendapatkan sebutan ” Wayang Pakuan ”. Wayang Pakuan dipentaskan pertama kali oleh dalang Elan Surawisastra pada bulan Nopember 1964 di Bandung. Wayang Golek Pakuan mementaskan ceritera-ceritera Babat Pajajaran, Penyebaran agama Islam di Jawa Barat, dan ceritera datangnya Bangsa Asing di Indonesia. 
Wayang Golek Mini Bandung
Wayang Golek Purwa Sunda baru dikenal di Priangan pada awal abad ke XIX dengan dibukanya Jalan Raya Daendels yang membuka isolasi daerah Priangan yang bergunung-gunung dengan daerah pantai Jawa-Barat. Jalan Raya Daendels menghubungkan kota Batavia (Jakarta) dengan Bogor-Sukabumi-Cianjur dan Bandung, selain juga kota Cirebonn-Majalengka-Sumedang dan Bandung. Kesultanan Cirebon dengan Kraton Kasepuhan dan Kanoman, banyak pengaruhnya dalam pengembangan kebudayaan di Priangan dengan adanya hubungan jalan raya Daendels tersebut. Kota Bandung yang dikenal kemudian menjadi pusat pemerintahan Propinsi Jawa Barat, menjadi salah satu pusat seni budaya Sunda, khususnya dibawah pimpinan para bupati keluarga Wiranata Kusumah yang terkenal. Menurut tokoh pedalangan Sunda yang buku karangannya mennjadi buku Babon para dalang di Pasundan, yaitu Mas Adung Salmun, menyatakan bahwa penciptaan Wayang Golek Purwa Sunda diprakarsai oleh Bupati Bandung, Wiranatakusumah ke IV pada tahun 1940 dengan juru ukir wayang. golek bernama Darman berasal dari Tegal, Jawa Tengah. 
Wayang Dangkluk dari Bali
bentuknya seperti wayang golek pada umumnya namun tidak menggunakan penyangga pada tangannya... cara memainkannya pun berbeda..

Cara pementasannya sangat khusus. Wayang ini digantungkan pada empat utas kawat yang direntangkan melintasi panggung. Yang mempertunjukkannya adalah dua orang dalang yang masing-masing berada di sisi panggung

Sumber : http://blog-urangsunda.blogspot.com/
{[['']]}

Rajah Sunda (Seni Papantunan)

Oleh: Anggi Jayadi


A.    PENGERTIAN DAN PEMAHAMAN
Dalam KBBI rajah merupakan suratan (gambaran, tanda, dsb) yang dipakai sebagai azimat (untuk penolak penyakit dsb). Rajah juga temasuk dalam kategori/varian dari mantra. Sedangkan mantra , dalam khazanah sastra Sunda berarti jenis puisi yang isinya semacam jampi-jampi atau kata-kata yang bermakna magis; isinya dapat mengandung bujukan, kutukan, atau tantangan yang ditujukan kepada lawannya; untaian kata-kata yang tidak jelas maknanya, biasa diucapkan oleh dukun atau pawang bila menghadapi sesuatu keperluan (Mustappa, 1995: 64).
Sebagaimana pendapat Rusyana (1970) membagi mantra berdasarkan tujuannya menjadi 7 bagian, yaitu jampe 'jampi', asihan 'pekasih', singlar 'pengusir', jangjawokan 'jampi', rajah 'kata-kata pembuka 'jampi', ajian 'ajian/jampi ajian kekuatan', dan pelet 'guna-guna'.
Rajah sunda lebih dikenal dan erat kaitannya dengan seni “papantunan”. Pantun dalam bahasa Sunda berarti balada, atau ballad yakni nyanyian atau syair berlagu yang besifat epis. Hal ini tidak dipisahkan menjadi sendiri-sendiri antara rajah dan Papantunan, justru menjadi salah satu kesatuan yang utuh. Dalam seni papantunan Rajah dibagi menjadi dua bagian yaitu sebagai Rajah bubuka (pembuka) dan Rajah penutup (pamunah). Dilihat dalam Papantunan Sunda, Rajah memang belum ditemukan fungsinya secara utuh, seperti yang di ungkap Ajip rosidi dalam bukunya  Beber layar, “nya eta sababna nu matak nepi ka kiwari ta acan aya nu mesek fungsi rajah, naon tali tumalina jeung kapercayaan karuhun urang, naon fungsi pantun dina hirup kumbuh sunda buhun”(1989 : 58). Tapi kalau dilihat dari bait-bait dan kata yang tersurat di dalamnnya, mungkin saja rajah di maksudkan sebagai doa yang di dalamnnya terdapat beberapa cirri kehidupan, dan penghormatan orang Sunda jaman dahulu tehadap suatu kekuatan yang dianggap lebih besar darinya (gaib).
Memang kebanyakan “Papantunan” atau cerita Pantun itu selalu di awali dan di akhiri dengan membaca Rajah. Jikalau di bandingkan jaman sekarang mungkin lebih tegolong sebagai do’a pembuka dan do’a penutup. “umumna rangkai carita pantun the angger bae kitu-kitu keneh dimimitian ku rajah pembuka……………………………….sabada lalkon tamat nya ditutup ku rajah pamunah” (Rosidi, 2009 : 32).
Ada pula yang berpendapat bahwa Rajah Sunda adalah yang terdapat dalam Mamaos cianjuran. Rajah Sunda (Mamaos cianjuran) adalah do’a “kolot baheula” orang tua jaman dulu yang menggunakan kacapi indung. rajah ini hampir sama dengan kacapi suling. yang membedakannya adalah, jika kacapi suling itu kebanyakan bersangkutan dengan cinta atau hal-hal lain diluar do’a. sedangkan rajah sunda (Mamaos) hanyalah cuplikan do’a berbahasa sunda.
Ada dua bentuk rajah yang dikenal di masyarakat umum pada masa ini, ada rajah yang bebentuk lisan, yang merupakan sutu varian dari mantra, ada pula yang bebentuk tulisan atau yang sering disebut sebagai azimat yang terdapat pada sebuah benda, kain, atau tato (di luar sunda) dalam tubuh yang di anggap bisa memberikan manfaat (sebagai penolak bala/kejahatan). Dalam KBBI Azimat adalah suatu barang (tulisan) yang dianggap mempunyai kesaktian dan dapat melindungi pemiliknya, digunakan sebagai penangkal penyakit, obat dan sebagainya.
Namun Rajah yang tedapat dalam tulisan di khalayak masyarakat banyak sekarang ini, bertuliskan dari hurup arab. Entah bagaimana ceritanya  dari sebagian orang menyebut hal yang sepeti ini juga disebut rajah. Hal ini di mungkinkan juga dari pengaruh islam yang masuk di tatar sunda, dan juga pengaruh kebudayaan lain, sehingga pemahaman dan arti nya pun menjadi meluas.
B.     GAMBARAN DAN ESENSI RAJAH
Berbicara masalah definisi, bentuk, bagian, rupa dan pemahaman masalah Rajah, terutama yang berada di kalangan masyarakat Sunda pada saat ini, memang tidak diketahui secara begitu mendalam. Hal ini dikarenakan kesulitan sumber, fakta serta data-data yang otentik yang bisa menguatkan apa, mengapa, dan bagaimana Rajah yang di maksud secara utuh.
Di bawah ini adalah sebuah contoh rajah, yang di ambil dari Papantunan kang Ibing sebagai pembuka cerita :
Bull…kukus ngelun ka manggung…
ka manggung neda papayung2x….
ka batara neda suka ka pohaci neda suci….
Pun paralun ka sang rumuhun ka batara-kabatari,
 kabatara nagaraja  ka batari nagasugih,
batara pang raksa jagat batari pang hurip bumi…
ampun paralun………….
pun paralun kaseuneu panyeukeut deuleu,
 ka bayu pangusap sukma ka cai panghurip diri,
ka lembah panghudang rasa, pijamaeun da  ari mulang
pun paralun ka pohaci dangdayang sari ka ambu sari pangasih,
ka ambu sari ning bumi, ka ambu sari ning hurip, ampun paralun
ahung…ahung 77x
ahung…ahung…. ahung…ahung…ahung
buru limana putih lemah dempak lemah dampit
lemah cikal lemah bakal lemah panginungan rasa
nu nyanggal sareng ka kujang
ahung…ahung…. ahung…ahung…ahung
ahungna ka buyut kukung buyut kukung ulang alung
di tengah camentrang herang,
mata wene beureum koneng lang sinulang nyerengkebeng
asal nyusup buluk gulung asal nu ngabak pakuan
ahung..ampun paralun..
hung ahung paralun ka gunung nu bakal ka catur
ka lembah bakal ka saba ka tangkal bakal ka pahpral ka cai baris ka sungsi..
ci haliwung nu nyang ngidul cisadane nu nya ngaler
ci hanjuang nu nyangetan ci peucang kiruh ti girang,
 ci kapundung ulah pundung lulurung tujuh ngabandung ka dalapan teu di sorang..
ahung…ahung…ahung….ahung…ahung..
buru lingga asta bahe sajeroning rajah,
rajah kenang rajah kening punah ku rajah pamunah,
bumi rucita, jagat rucita, jaya sang kalawisesa,
 neukteuk leunjeur nilas adegan,
Kabeh siluman sileman jayana mangka sing seda,
sedana beunang ku aing  lohp…
aing nyaho ratu sia nu calik di gunung bukit,
gunung bukit buligir putih, palias punah ku rajah pamunah,
amit-amit neda widi seja heureuy papantunan bisi hariring teu uni,
bisi haleuang heunteu merenah,
 ulah ngait kana fikir, ulah rengat kana manah,
tungul sirungan catang akaran muga bangblas ku hampura…
amit-amit neda wida amitan kanu tos mangkat
pindah alam ku wayahna lumentang di alam panjang
 poe padang nagara tunjung sampurna.
Pun paralun nu mapadane, ngusik-ngusik nu keur calik,
ngeubah-ngeubah nu keur tapa, bisi aya nu kasebit nami keur alit,
 bisi aya nu kasebat jenengan keur budak,
 neda agung nya paralun menta jembar hampurana,
lain diri ku mawani, teu wani bisi kabadi,
lain diri kumawantun teu wantun bisi ka siku, palias niat nyacampah,…
Amit-amit neda widi ka mbah jambrong nu nga geugeuh bandung kulon,
 ka mbah dipa nu ngageugeuh bandung wetan,
ka mbah naya genggong nu ngageugeuh bandung kaler,
ka mbah raksa pujil nu ngageugeuh bandung kidul…
Amit-amit muga di raksa di riksa mugi di aping di jarring,
anu hiri anu dengki anu jail kaniayaya,
pang nyingkirkeun pangnyingkahkeun pangepeskeun…
Rajah kula rajah pamunah, jadi haseup anu ngelun,
 ngelunna ngelun ka manggung, ka manggung ka mega mendung,
run turun ngajadi hujan, hujan poyan sirantangan,
 nyinglar halangan harungan,
balungbang maka balungbang ngebat jalan nga bulungbung bray nyingray lalangse puri hapsari,
nyingray di unday pohaci…………..
Secara garis besar Rajah memang termasuk varian Mantra, namun kenapa di kalangan masyarakat sunda Rajah identik dengan Papapantun. Begitupun dengan aturan-aturan yang tedapat didalamnya, tidak ada peraturan harus bgaimana seperti apa dan penggunaan dalam setiap huruf vokalnya bagaimana, sepeti yang terdapat pada pupuh. Hal ini tidak diketahui secara jelas tentng peraturan-peraturan yang dimilikinya. Karena mungkin pada jaman dahulu terdapat suatu missing-link tentang hal ini, atau mungkin saja sengaja dirahasiakan sebagai pengetahun yang sangat tetutup. Sepeti yang di ungkap Ajip Rosidi dalam Beber Layar, “teu acan aya ne mesek kmh susunan kapecayaan Sunda buhun nu kiwari masih aya titinggalna dina kasusastraan buhun (pantun) (1989 : 58).
Namun walaupun demikian adanya rajah dalam seni Papantunan pun masih sakral dan penuh dengan mistis. Ada banyak lakon dalam seni Papantunan yang didalamnnya terdapat Rajah, yaitu : “Panggung Karaton, Demung Kalagan, Mundinglaya di Kusumah, Lutung Leutik, Kembang Penyarikan, Ciung Wanara dan Laiinya” dan setiap cerita Papantunan Pasti terdapat Rajah. Rajah pun berbeda-beda tergantung orang yang memantunkannya atau tempat asal di dapatkannya dan dari siapa yang mengajarkannya.
Misalkan Pantun Lutung Leutik yang dibawakan oleh Ki kamal dari kuningan  (Depdikbud, 1987). Walaupun lakon tersebut sudah dibukukan, namun akan beda halnya jika dibawakan oleh pemantun dari Cianjur atau Cirebon, kecuali satu perguruan atau  pernah berguru kepada beliau. “cara Rajah, bedana panataan teh heunteu gumantung kana lalakona, tapi gumantung kana wewengkon jeung saha juru pantuna”(Rosidi, 2009 : 37).
PENUTUP
 Diatas telah dikupas, bahwa Esensi dan makna dari Rajah bisa di hipotesiskan sebagai do’a yang masih tergolong dalam varian Mantra. Karena Zedgeist  jiwa jaman atau keadaan jaman pada masa itu yang belum tersentuh dengn agama-agama yang seperti sekarang ini. Diartikan secara sempit masih banyak yang tergolong dalam Animisme dan dinamisme. Namun di pandang secara kesusastraan dan kebudayaan (creative minority) ini adalah salah satu warisan yang meski kita gali terus sebagai sumber, untuk mengetahui hiruk pikuk keadaan pada masa itu.
Terakhir dari tulisan ini mudah-mudahan dapat menambah sedikit pengetahuan bagi penulis, pembaca dan bagi yang mengetahui. Kalaupun banyak kesalahan mohon koreksi nya sebagai pengingat, kritik, dan saran bagi penulis yang masih dalam tahap belajar.
Hapunteun anu kasuhun, Hampura  anu kateda, luhur baur bahe carek neda jembar dihampura…..pun….ampun ampun…
DAFTAR PUSTAKA
Rusyana, Yus. (1970) . Bagbagan Puisi Mantra Sunda . Bandung: Proyek Penelitian Pantun dan Folklore Sunda
Ki Kamal. (1987) . Carita Lutung Luetik, Pantun Sunda. Jakarta : Depatemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Dareah
Rosidi, Ajip. (1989) . Beber layar. Jakarta : PT Giri Mukti Pasaka
Danandjaja, James. (1994) . Folklore Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-lain. Jakarta: Grafiti.
Mustappa, Abdullah. (1995) .Kamus Sastra. Bandung: PT Granesia
Suroso, Imam. (1999). "Santet, Magis atau Psikis?", dalam Menguak Rahasia Supranatural.
Solo: CV. Aneka.
Rosidi, Ajip (2009) . Ngalanglang Kasusastraan Sunda. Bandung : Kiblat Buku Utama


Sumber : http://blog-urangsunda.blogspot.com/
{[['']]}

Koleksi pusaka Rasulullah SAW


Bila kita berjauh jarak dengan Nabi Muhammad saw yang berbentang waktu 1.400 tahun… bila kita belum pernah melihat wajah sucinya, sementara kita menyebut namanya setiap hari, kita menghantarkan salam kepadanya setiap hari melalui shalat, shalawat-shalawat  dan do’a-do’a yang kita lantunkan, kita memohon  syafa’atnya untuk keselamatan kita di akhirat dari pedihnya adzab neraka, tidakkah foto-foto berikut ini mengobati kerinduan kita yang sangat dalam kepada Nabi Agung, Kekasih Allah dan pemimpin yang berperibadi mulia panutan alam?? Titik air mataku begitu melihat langsung baju beliau yang bersahaja dan sudah robek, sandal beliau, keranda beliau yang tak terhalang apapun. Allahu Akbar … serasa dekaaat denganmu ya Rasulullah … Andai aku bisa melihat wajahmu, rontok segala persendianku, tak tahan dengan kenikmatan memandang kemuliaan wajahmu… Allahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammad ….
(Foto-foto ini kebanyakan adalah koleksi yang tersimpan dari berbagai tempat di beberapa negara: Museum Topkapy di Istambul Turki, Yordania, Irak dan negara-negara Timur Tengah lainnya. Selamat merasakan kelezatan menatap peninggalan-peninggalan ini. Semoga kerinduan kita semakin memuncak kepada Rasulullah, kekasih Allah …)
Allahumma shalli ‘ala sayyidina wa maulana Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassallam …


JANGAN LUPA TONTON VIDIONYA YA:
Koleksi pusaka Rasulullah SAW

the-blessed-shirt-of-prophet-muhammad-saw
The Blessed Shirt of Prophet Muhammad SAW (Baju gamis Nabi SAW yang lusuh dan robek-robek. Yaa Allah … betapa sederhananya baju pemimpin dunia yang suci nan agung ..!!)
the-blessed-shirt1-of-prophet-muhammad-saw
The Blessed Shirt of Prophet Muhammad SAW (Bagian dari baju gamis Nabi SAW yang sudah sobek)
jubah-rasulullah1
Jubah Nabi Muhammad, Rasulullah SAW
blessed-seal-of-rasool-allah-saw1
The Blessed Seal of Rasulullah SAW (Cap surat Nabi SAW)
copy-of-the-blessed-bowl-of-prophet-muhammad-saw
Mangkuk tempat minum Rasulullah SAW
picture1.jpg
Kunci Ka’bah Masa Nabi Muhammad SAW
the-blessed-foot-print-of-rasool-allah-saw
jejak-kaki-nabi
Jejak Kaki Rasulullah SAW
rambut-nabi
Beberapa helai rambut Rasulullah SAW 
gigi-dan-rambut1
Peninggalan gigi dan rambut Nabi. Itu giginya jelas ya?
Wadah Kotak Gigi Rasulullah SAW
picture4.jpg
pedang2-nabi-dengan-nama-namanya1
pedang2-nabi-dengan-nama-namanya2
pedang2-nabi-dengan-nama-namanya
Berbagai pedang yang pernah dimiliki Nabi dengan nama-namanya yang digunakan untuk menegakkan ajaran tauhid, ketika orang-orang kafir memerangi Nabi dan dakwahnya sehingga harus mengangkat pedang. 
Gagang Pedang “Hatf” Nabi SAW tampak lebih jelas
busur-panah-nabi
Busur Panah Nabi SAW
Bendera Rasululullah SAW
blessed-turbine1-of-prophet-muhammad-saw
Sorban-sorban yang pernah dimiliki Rasulullah SAW
Topi Besi Rasulullah SAW
Baju dan barang-barang Rasulullah SAW
blessed-sandals2-of-rasool-allah-saw
blessed-sandal-of-rasool-allah-saw
blessed-sandal1-of-rasool-allah-saw1
Sandal-sandal (terumpah) peninggalan Rasulullah SAW tercinta …
letter-to-nijashi-king-of-habsha
Surat Nabi SAW kepada Raja Nijashi, Raja Habsyah
letter-to-omani-people
Surat Nabi SAW kepada rakyat Oman, Arab Selatan
letter-to-qaiser_e_rome
Surat Nabi SAW kepada Kaisar Romawi abad ke- 7
Surat Rasulullah SAW pada Raja Heraclius
prophets-letter-to-muqauqas-egypt
Surat Nabi SAW kepada Raja Muqauqas, Mesir
Makan Siti Aminah, Ibunda Rasululllah SAW

box-belonging-to-hazrat-fatima-rz
Kotak milik putri tercinta Nabi SAW, Sayyidah Fatimah Az-Zahra R.A.
picture6.jpg
PINTU EMAS MAKAM NABI MUHAMMAD SAW
the-blessed-dust-from-the-tomb-of-the-prophet
The blessed dust from the tomb of the Prophet Muhammad PUBH (Butiran pasir yang diambil dari makam Nabi Muhammad SAW)
picture7.jpg
Keranda dan makam Nabi panutan alam, Nabi Muhammad SAW
Inilah makan Rasulullah SAW dari dalam. Di dalam inikah Nabi Agung nan Mulia berbaring? Allahu Akbar … Makam raja saja, makan Sunan Sunan Gunung Djati saja, kita tidak bebas masuk dan melihatnya. Ini makam Rasulullah  kekasih panutan umat manusia, Allaahu Akbar … Bila keranda ini disingkap dan kita bisa melihat tubuhnya yang suci berbaring, terbayangkah bagaimana kita menatap wajahnya?
Tambahan Oleh Herman Samsudeen
“Semua yang ditunjukan diatas telah disimpan dalam Muzium dan kita tidak boleh memilikinya. Tetapi selain diatas ada lagi benda yang Rasulullah saw tinggalkan dan ianya amat penting untuk kita gunakan setiap hari, iaitu  Al-Quran dan Sunnahnya. Semoga Allah pertemukan kita dengan Rasulullah kelak”.Sumber : http://syukranview.wordpress.com/
{[['']]}
Lihat PETA WISATA ZI'ARAH CIKUNDUL di peta yang lebih besar
Lisensi Creative Commons
WISATACIKUNDUL oleh BUDAKSHARETM disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.
Berdasarkan ciptaan pada http://wisataziarahcikundul.blogspot.com/.
Izin di luar dari ruang lingkup lisensi ini dapat tersedia pada @WISATACIKUNDUL.

 
Support : MOVIE LIVE | LIVE DOWNLOAD
Profile Google + : PUTRA SUNDA | BUDAKSHARE-TM
Copyright © 2014. WISATA CIKUNDUL - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Follow on FACEBOOK : (1) Wisata Cikundul
Follow on TWITER : (2) Wisata Cikundul
Loading the player...