AMANAT PRESIDEN SOEKARNO
PADA PEMBUKAAN SIDANG PERTAMA M. P. R. S.
DI GEDUNG MERDEKA BANDUNG
PADA HARI PAHLAWAN 10 NOPEMBER 1960
……………………………………………………………
Dan sebagai tiap2 rakjat jang menderita, maka rakjat Indonesia ingin
melepaskan diri daripada penderitaan itu. Dan dalam usaha untuk
melepaskan diri daripada penderitaan itu, sekali lagi rakjat Indonesia
menjalankan penderitaan2. Korbanan2 jang amat pedih. Untuk mengachiri
pen-deritaan, rakjat Indonesia mendjalankan penderitaan. Ini tampaknja
adalah satu paradox, tetapi paradox sedjarah, hisrorical-paradox.
Penderitaan rakjat jang dilakukan oleh rakjat untuk melepaskan diri
daripada penderitaan, sudah dikenal oleh kita semuanja. Dikenal olah
kita semuanja dalam bentuk Pah-lawan-pahlawan jang gugur, jang mereka
itu arwahnya pada ini hari kita peringati.
Dan Pahlawan2 yang gugur ini bukan sadja jang gugur sedjak kita
memasuki taraf physical revolution didalam usaha kita untuk melepaskan
diri kita daripada penderitaan, tetapi Pahlawan jang gugur, djuga
sebelum adanja physical revolution kita itu, Pahlawan jang gugur dalam
abad ke-17, Pahlawan-pahlawan jang gugur dalam abad ke-18, Pahlawan2
jang gugur dalam abad ke-19, Pahlawan jang jang gugur dalam apa jang
kita namakan Gerakan Nasional, dan bukan sadja Pahlawan2 jang gugur,
tetapi kita pada ini hari djuga memperingati semua Pahlawan2 daridjang
telah menunjukkan kepahlawanannja diatas padang pelaksanaan Dharma
Bhakti terhadap kepada Ibu Pratiwi.
Bukan sadja terbajang dihadapan mata chajal kita Pahlawan2 dari
Sultan Agung Hanjokrokusumo, atau Pahlawan2 dari Untung Suropati, atau
Pahlawan2 dari Trunodjojo, atau Pahlawan2 dari Sultan Hasanudin, atau
Pahlawan2 dari Trunodjojo, atau Pahlawan2 dari Sultan Hasanudin, atau
Pahlawan2 dari Pangeran Diponegoro, atau Pahlawan2 dari Teuku Tjiek
Ditiro, atau Imam Bonjol, bukan hanya Pahlawan2 itu jang gugur dimedan
pertempuran atau tidak gugur dimedan pertempuran, tetapi djuga Pahlawan2
kita didalam Gerakan Nasional, jang mereka itu bernama dan kita beri
nama Pahlawan, oleh karena mereka telah mempersembahkan Dharma Bhaktinja
serta kobanannja jang pahit-pedih diatas Persada Ibu Pratiwi.
Terbajang dimuka mata chajal kita, ratusan ribuan Pemimpin2 kita
daripada Gerakan Nasional itu, jang telah meringkuk didalam pendjara.
Terbajang dihadapan mata chajal kita, Pemimpin2 kita jang menderita
pahit pedih, ditempat2 pembuangan. Terbajang dimata chayal kita,
Pemimpin2 kita jang dengan muka bersenjum menaiki tiang penggantungan.
Terbajang dimata chayal kita, Pemimpin2 kita jang menadahi pelor
daripada squadron2 pendrelan2. Terbajang dimuka chayall kita, deritaan
daripada rakjat kita jang untuk Perdjuangan itu mengorbankan segala2nja.
Ada jang mengorbankan suaminja, ada jang mengorbankan anaknja , ada
jang mengorbankan harta-bendanja, ada jang mengorbankan isi-hati
ketjintaan mereka jang mendjadi tiang daripada djiwa mereka itu. Pendek
kata mengorbankan segala2nja, dan mereka ini Pahlawan pula.
——————————————————————————-
Djikalau Saudara2 membatja Undang2 Dasar 45 itu, njata djelas bahwa
semangat daripada Undang2 Dasar 45 ini ialah apa jang diamanatkan oleh
Rakjat didalam ia punja penderitaan jang berwindu-windu, berabad-abad.
Maka oleh karena itu ada baiknja barangkalil saja batjakan lebih dahulu
Preambule daripada Undang2 Dasar itu:
“Bahwa sesunggunja Kemerdekaan itu ialah hak segala Bangsa, dan oleh sebab itu maka pendjadjahan diatas
dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan
peri keadilan. Dan perdjoangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah
sampailah kepada saat jang bahagia dengan selamat-sentausa menghantarkan
Rakjat Indonseia kedepan pintu gerbang Kemerdekaan Negara Indonesia
jang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur.Atas
berkat Rahmat Tuhan Jang Maha Kuasa, dan didorongkan oleh keinginan
luhur supaja berkehidupan kebangsaan jang bebas — maka Rakjat Indonesia
mennjatakan dengan ini Kemerdekaannja. Kemudian daripada itu untuk
membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia, jang melindungi segenap
Bangsa Indonesia dan seluruh Tumpah Darah Indonsia, dan untuk memadjukan
kesejahteraan umum, mentjerdaskan kehidupan Bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia jang berdasarkan Kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Indonesia itu
dalam Undang2 Dasar Negara Indonesia jang terbentuk dalam susunan negara
Republik Indonesia
jang berkedaulatan Rakjat, dengan berdasarkan kepada ke-Tuhanan jang
Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan
Kerakjatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusjawaratan
Perwakilan serta dengan mewudjudkan satu Keadilan Sosial bagi seluruh
rakjat Indonesia”.
Preambule ini Saudara2, saja ulangi lagi, mentjerminkan dengan tegas
dan djelas: Amanat Pendeitaan Rakjat. Tjerminkan dengan djelas didalam
kata-pembukaan ini, tiga kerangka sebagai jang saja utjapkan dalam
pidato saja 17 Agustus 1959, jang kemudian terkenal dengan kata pidato
Manipol.
Tiga kerangka, satu Negara Kesatuan, didalamnja satu masjarakat jang
adil dan makmur, didalam rangkaian persahabatan dengan semua Bangsa
didunia. Preambule ini Saudara2, dibuat dan dirantjangkan, kemudian
disjahkan oleh Pemimpin2 kita sebelum kita mengadakan Proklamasi 17
Agustus 1945. Apa sebab, kataku tadi, oleh karena Pemimpin2 kita pada
waktu itu semuanja merasa meng-emban Amanat Penderitaan Rakjat sehingga
didalam Preambule ini ditjerminkan olehnja apa yang diamanatkan oleh
rakjat dengan deritaanja itu, kepada kita semua. Tiga kerangka ternjata
tertulis didalamnja. Dan bukan saja tiga kerangka ini, sebagai Saudara2
pun telah mengetahui, didalam Preambule ini telah tertjermin pula Dasar
daripada Negara jang akan datang, dan jang kemudian datang, jaitu jang
terkenal dengan nama Pantjasila.
——————————————————————
Saudara2, maka dengan Demikianlah Saudara2 sudah djelas, sebagai tadi
saja katakan, pekerdjaan Saudara2 adalah berat mulia,— tetapi
sebenarnja tidak terlalu berat, dan mulia,— malahan saja minta kepada
Saudara2 jang mulia tetapi tidak terlalu berat. Saja minta kepada
Saudara2 djanganlah bertele-tele, Saudara2.
Saudara2 tahu bahwa Konstituante, jang bersidang digedung ini
bertele-tele, sehingga achirnja saja bubarkan Konstituante itu. Tetapi
Saudara2 kemudian didalam gedung ini pula Depernas bersidang dan
Depernas menebus, menebus noda, jang djatuh kepada tubuh bangsa
Indonesia. Noda, oleh karena Bangsa Indonesia didalam Revolusi tidak
boleh bertele-tele, padahal Konstituante bertele-tele, noda ini ditebus
oleh Depernas, didalam waktu jang singkat Depernas telah menjusun ia
punja pola. Oleh karena itu sebagai tadi saja njatakana saluut
kehormatan kepada Depernas umumnja, chususnja kepada Ketuanja, Prof. Mr.
Moh. Yamin.
Ingat Saudara2, sebagai tadi saja katakan, Pembangunan Semesta harus
lekas berdjalan, garis besar haluan Negara harus lekas disjahkan atau
diperkuat oleh Saudara2. Kita sudah memiliki Negara lima belas tahun
lamanja, Negara memerlukan tegas haluannja, Pembangunan membutuhkan
tegas garis2 besarnja. Segala alat perlembagaan jang tadi disebutkan
oleh Saudara Ketua, baik M.P.R. maupun D.P.A., maupun Mandataris pada
M.P.R. jang bernama Presiden, dengan ia punja pembantu2 pelaksanaan
mandat daripada M.P.R. itu, maupun Lembaga jang telah saja adakan jang
bernama Depernas, semua Lembaga2 ini tak lain tak bukan, hanjalah
alat-alat Revolusi.
Meskipun Lembaga2 ini ditjantumkan didalam Undang2 Dasar 45, toh saja
berkata Lembaga2 ini sekadar alat Revolusi, bahkan Undang2 Dasar 45
adalah alat Revolusi Saudara2, bahkan Negara adalah alat
Revolusi. Bahkan Negara adalah sekadar satu bagian sadja daripada Amanat
Penderitaan Rakjatm, Negara itu adalah satu alat melaksanakan Amanat
Penderitaan Rakjat, jaitu suatu Masjarakat jang Adil dan Maknur, satu
hidup Merdeka, satu hidup Internasional jang bersahabat dan damai dengan
semua bangsa. Saudara2 adalah alat2 Revolusi dan djanganlah Saudara2
bertele-tele, sebab sebagai tempo hari saja katakan kepada Konstituante,
“ met of zonder Konstituante”,—dengan atau tanpa Konstituante, Revolusi
berdjalan terus,. Perkataan itu saja ulangi kepada Saudara2, — “met of
zonder M.P.R.S.”,— dengan atau tanpa M.P.R.S., Revolusi berdjalan terus,
Revolusi berdjalan terus tanpa Presiden Soekarno. Revolusi berdjalan
terus tanpa Kabinet Kerdja,— revolusi berdjalan terus “met of zonder
D.P.A.”— Revolusi berdjalan terus “met of zonder D.P.R.G.R.— Revolusi
berdjalan terus “met of zonder M.P.R.S.”
Oleh karena itu saja minta kesadaran tentang hal ini kepada Saudara2
sekalian, garis besar sadja Saudara tentukan, dan pekerdjaan Saudara2
dipermudahdengan sudah adanja Manipol dan USDEK. Garis2 besar
pembangunan Saudara tentukan, sudah ada Pola Depernas,—mungkin sekali
malahan saja beri tambahan bahan pertimbangan,—tentukan sekedar garis2
besar sadja didalam garis besar ini. Ada memang soal2 jang prinsipiil,
misalnja dalam hal Pembangunan bagaimanakah sikap kita, terhadap kepada
persoalan dan loan dari luar negeri, ini satu haljang prinsipiil, apakah
kita membenarkan investement luar negeri dibumi Indonesia, atau kita
sebagai sudah saja katakan prefeer loan diatas investement apakah
pendirian M.P.R.S, tentang “Joint-Enterprise” ataukah tidak apakah
M.P.R.S. akan mengatakan garis besar pembangunan harus dilaksanakan
tanpa atau djikalau perlu “met joint-enterprise” dengan modal asing,
bagaimana pendirian MPRS terhadap kepada persoalan “production sharing
”. “Production sharing”— bolehkah kita didalam usaha pembangunan kita
mendjalankan politik “production sharing”—, ini adalah hal garis besar
dan pokok, konsertir Saudara punja pikiran sekadar atas hal2 jang
demikian itu, dan tidak memasuki soal2 jang demikian jang djlimet,
apalagi soal angka2 Saudara. Ja, perlu Saudara menarik besar angka2,
tetapi djangan sampai djlimet2. Sebab angka2 itupun datangnja dari
siapa, dari mana dari manusia pula. Dari pada orang2 jang bekerdja
disesuatu Biro, ia berkata bahwa angkanja buat itu sekian, angkanja buat
itu sekian.
Saja minta Saudara2 djangan djlimet, tetapi sebagaimana saja katakan
kepada D.P.R. tempo hari, dan djuga kepada Konstituante, tiap2 Dewan
harus menginsjafi bahwa dia adalah alat Revolusi tiap2 Dewan djanganlah
mendjadi tempat untuk berdebat sadja, tiap2 Dewan djanganlah mendjadi
tempat sekadar mengutjapkan pidato2 sadja, tetapi saja mengharapkan
daripada Dewan Perwakilan Rakjat, daripada Dewan Perantjang Nasional,
daripada Konstituante tempo hari, supaja Dewan2 ini adalah Dewan2 jang
menelorkan konsepsi2. Konsepsi2 bagaimana kita bisa memenuhi Amanat
Penderitaan Rakjat. Jang diminta daripada Saudara2, dus jang diminta
djuga daripada M.P.R.S., adalah konepsi. Saja minta kepada Saudara2 dan
demikian pula Undang2 Dasar 45 tidak minta kepada Saudara2 Kedjlimetan,
saja minta sekedar konsepsi. Undang2 Dasar 45 hanja meminta sekadar
garis besar. Saja minta dus kepada Saudara2 individuil, supaja audara2
itu konseptor2, orang2 jang mengeluarkan tjipta, orang2 jang
mengeluarkan rentjana baik politik maupun dilapangan pembangunan.
Konseptor2 jang dikumpulkan didalam sidang besar jang bernama
M.P.R.S.
Ini Saudara2 pekerdjaan jang mulia, oleh karena memang tidak ada satu
Bangsa baik menjelesaikan Revolusi tanpa konsepsi. Revolusi adalah
realisasi daripada konsepsi. Dan tidakkah kita telah berulang2 berkata
bahwa Revolusi kita belum selesai! Konsepsi masih diperlukan.
Adakah diantara Saudara2, seseorang jang berkata bahwa Revolusi kita
sudah selesai, djikalau ada Saudara2 mengatakan bahwa Revolusi kita
sudah selesai, taanja, tanja kepada Rakjat, sudahkah Revolusi kita
selesai?
Tiap2 orang dikalangan Rakjat akan berkata, Revolusi kita belum
selesai. Sebab apa jang diamanatkan oleh Rakjat didalam ia punja
penderitaan jang sepedih-pedihnja, berabad-abad, berpuluh-puluh tahun
jalah belum terpenuhi.
Oleh karena Amanat Penderitaan Rakjat ini belum terpenuhi, maka oleh karena itulah Rakjat berkata, Revolusi belum selesai.
Kita masih didalam Revolusi, dan masih melandjutkan Revolusi, dan
Revolusi ini adalah sebagai tadi saja katakan, satu paradox untuk
melepaskan diri kita daripada penderitaan, kita mendjalankan
penderitaan2. Untuk melepaskan kita daripada perbudakan, kita
mendjalankan perdjoangan melawan
perbudakan2 itu meskipun perdjoangan itu minta penderitaan.
Barangkali Saudara2 ada orang jang berkata, kena apa ini, Presiden
selalu mengajak Pemimpin2 ber-Revolusi, ber-Revolusi, ber-Revolusi,—
tidakkah sudah tjukup penderitaan dalam Revolusi itu? Tidakkah tjukup
penderitaan, kena apa Presiden selalu mengandjurkan teruskan Revolusi,
teuskan Revolusi, teruskan Revolusi, padahal tiap2 manusia mengetahui
bahwa Revolusi adalah penderitaan, adalah korban mana perlu, adalah
pemereasan tenaga, dengan belum tentu saat itu telah tertebusnja djandji
daripada Revolusi itu?
Djikalau ada orang jang berkata demikian kepadaku, aku akan
mendjawab: ,, Selama belum da seorang Ibu datang kepada saja, bahwa ia
menjalahkan saja. Bahwa puteranja mendjalankan Revolusi, selama belum
ada seorang Ibu menuduh kepada saja, bahwa saja membuatputeranja itu
berdjuang, berdjuang, berdjuang
bahkan menderita, menderita menderita, bahkan berkorban, berkorban,
berkorban, selama belum ada seoarang ibu jang berkata demikian kepada
saja, saja akan tetap berkata: Revolusi Indonesia Belum selesai”.
Dan dalam hal itu saja ulangi lagi kepada Saudara2, Revolusi kita
belum selesai. Saudara2 adalah alat Revolusi, bekerdjalah sebagai alat
Revolusi, tjekatan, gesit, tjepat, oleh karena Rakjat me-nunggu2, Rakjat
menunggu-nunggu akan salah satu hasil daripada perlembagaan Negara ini,
jaitu M.P.R.S.
Dengan demikian Saudara2, maka Amanat jang saja berikan ini, saja anggap sebagai peresmian, pembukaan, Sidang Pertama M.P.R.S.
Moga2 Tuhan selalu memberkati kita.
Terima kasih
Sumber :
http://penasoekarno.wordpress.com/2009/11/22/amanat-presiden-soekarno-2/