Oleh: Ali Mustofa Akbar
Akhir-akhir
ini muncul sebuah peristiwa yang benar-benar menyita perhatian
masyarakat. sebuah gerakan Islam yang menamai dirinya ISIS (Islamic State of Iraq and Suriah) atau ISIL (Islamic State in Iraq and the Levant) mendeklarasikan berdirinya Khilafah pada 29 Juni lalu di Irak dan Suriah.
Hampir
seluruh media lokal maupun internasional menyoroti peristiwa ini. Tak
ketinggalan, dunia maya turut ramai membicarakannya.
Blow-up isu
ISIS di dalam negeri lebih menggema lagi. Entah disengaja atau tidak,
isu ini mampu menutupi isu semerawutnya penyelenggaraan Pilpres di pesta
demokrasi tahun 2014. Para pejabat pemerintahan, intelektual, ulama
hingga masyarakat biasa pun larut dalam pembicaraan tentang ISIS ini. Ending-nya, Pemerintah
melalui Menko Bidang Polhukum, Djoko Suyanto, kemudian mengeluarkan
sikap resmi Pemerintah berisi larangan ideologi ISIS. Hal ini
disampaikan Djoko usai rapat terbatas yang dipimpin Presiden SBY di
Kantor Presiden, Jakarta, Senin (4/8).
Dalam tinjauan syar'i, Khilafah
versi ISIS tidaklah memenuhi syarat sah disebut sebagai khilafah.
Merujuk pada penjelasan gamblang oleh Amir Hizbut Tahrir, Syaikh Atha
Abu Rastha, yang kemudian disitir oleh Jubir HTI M. Ismail Yusanto,
sebagaimana dilansir Hizbut-tahrir.or.id, Khilafah versi ISIS idak memenuhi empat kriteria keabsahan sebagai khilafah.
Pertama: mestinya
Kekhilafahan itu memiliki wilayah secara otonom. Wilayah yang dikuasai
oleh ISIS faktanya adalah sebagian wilayah Suriah dan sebagian wilayah
lrak. Jadi. wilayah itu sesungguhnya masih berada di dalam kekuasaan
Suriah dan Irak. "Mereka menguasai wilayah itu secara militer iya,
tetapi belumlah bisa dikatakan menguasai wilayah itu secara otonorn."
jelas Ismail.
Kedua: keamanannya
belum sepenuhnya di tangan kaum Muslim. Ini menunjukkan bahwa mereka
belum dapat sepenuhnya mempertahankan wilayah tersebut karena masih
harus berhadapan dengan penguasa yang dianggap sah rnenguasai wilayah
itu.
Ketiga: menerapkan syariah Islam secara kaffah.
Keempat: Khalifahnya
harus memenuhi tujuh syarat pengangkatan khalifah yaitu: Muslim; balig;
laki-Iaki; merdeka; berakal; mampu dan adil (tidak fasik).
Di Balik Blow-Up isu ISIS
Blow-up terhadap ISIS beberapa waktu ini memang cukup fenomenal. Inilah
kemudian di lapangan berusaha ditunggangi oleh kaum sekular-liberal
guna mendiskreditkan Ideologi Islam. Ada beberapa permainan mereka dalam
memanfaatkan isu ISIS atau IS ini:
1. Memberikan citra negatif pada Khilafah.
Isu
ISIS digunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk memberikan stigma
negatif pada Khilafah. Isu ini selalu dilekatkan dengan topik pembahasan
seputar negara Islam atau Khilafah. Anehnya, sistem Khilafah yang
begitu mulia itu digambarkan oleh mereka sebagai sebuah sistem yang
kejam, menakutkan, diskriminatif, sumber konflik, dan seterusnya.
Opini
yang beredar, Khilafah diidentikkan dengan tindakan anarkis seperti
pembunuhan dan pengrusakan tempat-tempat umum. Dihadirkan pula stigma
diskriminatif seperti pemaksaan terhadap umat non-Muslim supaya memeluk
Islam, dst. Syariah dan Khilafah pun digambarkan tak layak ditegakkan
karena mengakibatkan terjadinya instabilitas negara.
Ini
sejalan dengan strategi Barat untuk memberikan citra negatif pada
syariah dan Khilafah. Menurut D. Kaplan, White House telah menyetujui
strategi rahasia, yang untuk pertama kalinya Amerika Serikat memiliki
kepentingan nasional untuk mempengaruhi apa yang terjadi di dalam
Islam. Minimal di 24 negara Muslim, Amerika Serikat secara rahasia
telah mendanai radio, TV, kursus-kursus di sekolah Islam, pusat-pusat
kajian, seminar-seminar politik, dan program-program lain yang
mempromosikan Islam moderat (David E. Kaplan, Terj. Usnews.com, 25/4/2005).
2. Kriminalisasi terhdap perjuangan mulia menegakkan Khilafah.
Selain
menggiring isu ISIS untuk memberikan citra negatif terhadap Khilafah,
topik ini juga diseret untuk mengkriminalisasi perjuangan penegakkan
ideologi Islam. Mereka menggeneralisasi bahwa pihak-pihak yang
memperjuangkan Khilafah adalah sama bahayanya dengan ISIS.
Di
berbagai kesempatan, kalimat-kalimat provokatif acap terlontar dari
lisan para aktivis liberal yang menjadi corong-corong dari negara-negara
kapitalis itu. Mereka menuding kelompok-kelompok yang memperjuangkan
Khilafah harus diwaspadai. Harapan mereka ialah supaya umat menjauh dari
kelompok pejuang Khilafah yang kini semakin dipercayai umat tersebut.
Perlu
diketahui, ini adalah bagian dari pertarungan pemikiran dalam perang
ideologi yang sedang berlangsung. Karena itu umat perlu waspada.
Beberapa strategi digunakan Amerika Serikat dalam mempertahankan dominasinya. Berikut beberapa strategi mereka:
- Hard Power (kekuatan fisik) dengan cara menduduki sebuah negeri Islam.
- Soft Power (kekuatan
lunak) dengan melakukan pertarungan pemikiran. Wujudnya ialah gencarnya
meracuni pemikiran umat dengan kampanye sekularisme, demokrasi,
kapitalisme, nasionalisme, dst.
- Law Power (kekuatan hukum). Amerika Serikat melalui boneka ataupun kader binaannya di berbagai negara berupaya mendorong lahirnya sebuah
UU yang membatasi gerak sebuah kelompok Islam.
- Mensekularkan umat Islam.
Setelah
mencitrakan Khilafah dengan sedemikian buruk, kaum sekular-liberal
berupaya menampilkan sekaligus mengkampanyekan Islam sekular (Islam yang
memisahkan agama dengan kehidupan). Bagi mereka Islam cukup aktivitas
ritual dan spiritual belaka tanpa perlu adanya formalisasi syariah.
Menurut mereka. syariah dan Khilafah tidak wajib diterapkan, gagasan
utopis, tidak relevan, dst.
Mereka sungguh menyeru umat pada suatu keburukan. Umat
diajari untuk menduakan Allah dalam hal kedaulatan membuat hukum atau
undang-undang. Padahal Allah memerintahkan kita untuk bertauhid. Mereka
mentoleransi umat saat tunduk pada perintah Allah dalam perkara-perkara
menyangkut individu seperti shalat, zakat dan puasa: namun orang-orang
itu mengajarkan umat supaya ingkar pada perintah Allah terkait urusan
negara, seperti dalam persoalan ekonomi, sosial, maupun politik dan
sistem pemerintahan.
Mereka
mendorong umat untuk berkhianat kepada Allah. Padahal mereka hidup,
makan, minum dan bertebaran mencari rezeki di bumi Allah. Ajaran sekuler
ini identik dengan ajaran Kristen: "Berikanlah kepada Kaisar apa yang menjadi milik Kaisar dan berikanlah kepada Tuhan apa yang menjadi milik Tuhan." (Matius, 22:21) (Lihat Abdullah Nashih Ulwan. Islam Syariat, Abadi,Jakarta:,.GIP I996).
Memecah Belah Umat
Ada upaya mengadu-domba umat dengan isu ISIS. Strategi Labelling theory terus digunakan dengan penggunaan istilah~istilah islam radikal, Islam
fundamental, Islam moderat, dst. Tujuannya ingin memberikan jarak
pemisah antara kelompok Islam yang satu dan kelompok Islam yang lain
untuk kepentingannya. Pejuang Khilafah disebut Islam radikal misalnya.
Azyumardi Azra menulis di Kompas (5/8), "Islamic State of Iraq and Sham atau Syria kini tidak hanya mengancam eksistensi Irak dan $uriah. tetapi dalam batas tertentu mungkin juga Indonesia."
Ia
menambahkan: Di antara mereka ada yang bergerak secara damai atau
kekerasan seperti ISIS.Provokasi macam inilah yang kemudian memancing
beberapa kalangan, seperti misalnya belum lama ini, salah seorang tokoh
dari ormas Islam terbesar di Indonesia yang mempertanyakan mengapa
negara masih memberikan kelonggaran bagi kelompok-kelompok Islam yang memperjuangkan Khilafah.
Wujud Kepanikan Kaum Sekular
Itulah wujud kepanikan dari kaum sekular akan gemuruhnya tuntutan umat pada penegakkan syari’ah Islam secara kaffah.
Isu ISIS pun juga mereka tunggangi untuk menghantam ideologi Islam.
Mereka telah menyadari betul jika kini Dunia Islam tengah mengalami fase
kebangkitan.Ideologi Islam yang begitu mereka benci itu ternyata makin
mendapat hati di tengah-tengah umat.
Namun
kini, meskipun telah banyak usaha yang telah digunakan untuk mengelabui
umat, justru syari’ah dan Khilafah semakin dirindu umat. Bahkan
hal ini membuat Amerika Serikat sang kampiun Kapitalisme seolah pasrah.
Sempat terlontar dari salah seorang Penasihat Presiden Amerika Serikat
bidang keamanan dalam negeri, Mohamed Elibiary yang mengatakan bahwa
kembalinya Khilafah adalah kenyataan yang tidak bisa dihindari. Pria ini lalu menyarankan, satu-satunya pilihan bagi Amerika Serikat adalah menjalankan containment policy.
Kebijakan untuk mencegah penyebarannya, seperti yang dilakukan Amerika
Serikat pada Uni Eropa (Rassd.com, 17/6/2014, dikutip
Hizbut-tahrir.co.id).
Syari’ah dan Khilafah Bukan Ancaman
Apa yang dituduhkan mereka semua terhadap Khilafah dan para pejuangnya
jelas sama sekali tidak benar. Tegaknya Khilafah adalah solusi dari
segala problematika umat. Ia laksana lentera bagi dunia yang kini tengah
diselimuti dengan kegelapan kezaliman. Khilafah merupakan penjaga
kemuliaan umat Islam dan pengayoman terbaik bagi umat agama lain.
Semua itu bukan sekadar retorika belaka, melainkan telah terbukti
selama berabad-abad ketika Islam diterapkan sejak masa Rasulullah
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam hingga masa Khilafah Ustmaniyah yang
diruntuhkan oleh Barat dan agen-agennya di Turki pada tahun 1924. Hal
ini pundiakui oleh para pemikir Barat sekalipun.
Karena itu pejuang Khilafah pun bukanlah ancaman sebagaimana yang
mereka tuduhkan. Mereka adalah orang-orang yang tulus ikhlas dan tanpa
pamrih apapun dalam usahanya menyelamatkan negeri ini dari belenggu
penjajahan yang masih mencengkeram. Mereka tak mengharap imbalan harta
maupun jabatan dalam berjuang sebagaimana para pejuang
sekular-demokrasi. Harapan mereka hanyalah keridhaan-Nya. Itu adalah
lebih dari cukup.
Justru ancaman bagi negeri ini adalah Kapitalisme-Sekular dan para
pengusungnya itu. Terbukti, ketika negeri ini menerapkan sistem kufur
ini, negeri ini terus dijajah. Alhasil Indonesia pun terus merana.
Karena itu, mari selamatkan Indonesia dengan syari’ah dan Khilafah
untuk Indonesia yang lebih sejahtera, adil, aman, dan makmur. Karena
Indonesia Milik Allah. Wallahu a’lam.
Sumber: al-Wa’ie No. 169 Tahun XIV. 1-30 September 2014/Dzul Qaidah 1435H