LATEST POSTS:
Recent Posts

Cuplikan Buku DARMAGANDHUL (Kisah Kehancuran Jawa dan Ajaran-ajaran Rahasia)

Cuplikan Buku DARMAGANDHUL 
 (Kisah Kehancuran Jawa dan Ajaran-ajaran Rahasia)
Tiga hari kemudian, Sultan Dêmak berangkat ke Ngampel. Yang dipercaya untuk tinggal di istana Majapahit adalah Patih Mangkurat dan Adipati Têrung, untuk menjaga keamanan istana dari serangan-serangan pasukan Majapahit yang mungkin masih tersisa. Sunan Kudus juga ikut menjaga istana sebagai wakil Sang Prabu. Wilayah Têrung dijaga ulama sebanyak tiga ratus, yang setiap malam menunaikan shalat hajat serta membaca Alquran. Separuh pasukan dan beberapa sunan mengiringi Sultan Dêmak menuju Ngampeldênta.

Sunan Ngampel sudah wafat, hanya tinggal istrinya yang berada di sana. Sang istri berasal dari Tuban, putri Adipati Arya Teja. Sepeninggal Sunan Ngampel, Nyai Agêng Ngampel (istri Sunan Ampel) sangat dituakan oleh masyarakat Ngampel. Prabu Jimbuningrat (Raden Patah), sesampainya di Ngampel, segera memberikan sembah bakti kepada Nyai Agêng. Bergiliran, para sunan juga menghaturkan sembah baktinya. Prabu Jimbuningrat lantas memberikan kabar tentang pasukan Dêmak yang telah berhasil menjebol Majapahit, tentang lolosnya ayahandanya dan Raden Gugur, tentang tewasnya Patih Majapahit, dan tentang dirinya yang sudah mengukuhkan diri sebagai raja yang menguasai tanah Jawa dan berjuluk Senopati Jimbun atau Panembahan Palembang. Maksud kedatangannya ke Ngampel adalah hendak meminta restu agar dia lestari menjadi raja hingga keturunannya kelak.

Usai mendengar laporan Prabu Jimbun, Nyai Agêng seketika menangis dan merangkul Sang Prabu (Jimbuningrat). Hatinya bagai diiris-iris. Beginilah ucapan yang keluar dari bibirnya:

“Anakku, kamu telah melakukan tiga dosa. Kamu telah berani melawan raja sekaligus orangtuamu serta orang yang telah memberimu kemuliaan duniawi, yang kemudian kamu hancurkan tanpa ada dosa. Jika mengingat kebaikan Paman Prabu Brawijaya, yaitu ketika beliau memberi para ulama tempat tinggal sehingga mereka bisa mencari makan di tempatnya masing-masing, serta memberi mereka kebebasan untuk menyebarkan agama, seharusnya mereka sebagai manusia patut mengucapkan terima kasih. Tetapi mengapa balasannya adalah kejahatan? Sekarang, apakah beliau sudah wafat atau masih hidup, tidak ada yang mengetahui nasibnya!”

Nyai Agêng berkata lagi kepada Sang Prabu:

Ngger, aku hendak bertanya kepadamu, jawablah sejujurnya, siapakah ayahmu yang sesungguhnya? Siapakah yang mengukuhkan kamu menjadi raja tanah Jawa dan siapa yang merestui? Apa sebabnya kamu membunuhi orang Majapahit sedangkan mereka tidak punya kesalahan kepadamu sama sekali?”

Sang Prabu menjawab, konon Prabu Brawijaya memang ayahnya yang sesungguhnya. Yang mengangkat dirinya menjadi raja tanah Jawa tak lain adalah para bupati pesisir utara. Yang merestuinya adalah para sunan. Majapahit diserang sebab Prabu Brawijaya tidak mau masuk Islam, tetap bersikukuh memeluk agama kafir kufur, agama Buda totok yang buruk bagai kuwuk (kucing hutan).

Mendengar penuturan Prabu Jimbun, Nyai Agêng menjerit seketika dan merangkul sambil berkata:

Ngger, ketahuilah! Kamu telah berbuat dosa tiga macam. Pasti kamu akan mendapatkan hukuman Gusti Allah. Kamu telah berani melawan raja dan orangtuamu sendiri, yang telah memberikan kemuliaan duniawi kepadamu, kamu tega telah melakukan kekerasan kepada orang yang tanpa salah. Adanya manusia Islam dan kafir siapa yang menciptakan selain Gusti Allah sendiri? Manusia berganti agama itu tidak bisa dipaksa jika bukan kehendak pribadinya sendiri. Ketahuilah, manusia yang gugur karena memegang teguh keyakinannya termasuk manusia utama! Jika Gusti Allah menghendaki, tak usah disuruh pun dia akan memeluk agama Islam sendiri. Gusti Allah yang bersifat Rahman (Kasih) tidak memerintah untuk memaksa orang masuk agama tertentu, semua harus sesuai kehendak manusia sendiri-sendiri. Gusti Allah tidak akan menyiksa manusia kafir yang tak bersalah dan tidak akan memberikan pahala kepada orang Islam yang perbuatannya tidak benar. Hanya perbuatannya yang akan diadili secara adil, bukan karena agamanya apa! Ibumu Cina dan menyembah Pek Kong, yang diwujudkan dalam kertas bergambar atau arca dari batu. Tidaklah benar membenci orang Buda. Itu tandanya matamu masih terlapisi, sehingga tidak terang penglihatanmu, tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah.

“Konon kamu putra Sang Prabu, tetapi mana ada putra yang tega menghancurkan ayahandanya sendiri, menghancurkannya tanpa ada kesalahan yang diperbuatnya? Beda dengan mata orang Jawa asli, Jawa atau Jawi, penglihatannya satu, paham mana yang benar dan mana yang salah, sadar mana yang baik dan mana yang buruk. Orang Jawa mesti hormat dan segan kepada orangtua, lalu berbakti kepada raja yang telah memberikan anugerah kemuliaan duniawi. Orangtua maupun raja wajib disuguhi darma bakti. Niatnya adalah berbakti kepada orangtua, jangan melihat dia kafir atau tidak! Kamu aku beri tahu, Agung Kuparman beragama Islam, mertuanya kafir. Mertuanya benci kepadanya karena agamanya beda, senantiasa mencari jalan agar menantunya mati. Akan tetapi Agung Kuparman senantiasa berbakti dan menghormatinya karena mengetahui bahwa dia adalah mertua yang bagaikan orangtua sendiri. Dia tidak melihat kafirnya! Itulah contoh manusia utama, tidak seperti perbuatanmu yang menganiaya orangtua hanya karena beliau beragama Buda dan tidak mau berganti agama Islam. Perbuatanmu tidaklah patut. Dan lagi aku hendak bertanya, apakah kamu pernah meminta secara pribadi kepada ayahandamu agar bersedia berganti agama? Lantas apa yang menyebabkan kamu nekat merusak Negara Majapahit?”

Prabu Jimbun menjawab bahwa dia belum pernah meminta kesediaan ayahandanya agar berganti agama. Dia datang ke Majapahit dan langsung menyerang.

Nyai Agêng Ngampel tertawa dan berkata:

“Perbuatanmu semakin terlihat salah! Para nabi pada zaman dahulu berani menentang orangtuanya sebab sudah setiap hari mereka meminta kesediaan mereka untuk berganti agama, akan tetapi tidak mau juga, bahkan hingga diberi bukti mukjizat yang menandakan bahwa mereka sudah saatnya berganti agama Islam. Akan tetapi permintaan itu tidak digubris, orangtua mereka masih tetap memegang teguh agama lama, lantas mereka dimusuhi oleh orangtua mereka. Jika begitu kejadiannya, kalaupun harus bermusuhan dengan orangtua, mereka tidak salah. Sedangkan dirimu, apa mukjizatmu? Jika memang kamu nyata-nyata khalifatullah (wakil Allah) yang berhak mengganti agama lama, sekarang perlihatkan mukjizatmu! Aku ingin menyaksikannya!”

Prabu Jimbun menjawab bahwa dirinya tidak memiliki mukjizat apa pun, hanya menuruti bunyi kitab, yang katanya jika mengislamkan orang kafir kelak balasannya adalah surga.

Nyai Agêng Ngampel tertawa dan semakin marah:

“Hanya katanya kok dituruti? Bahkan itu bukan ujaran leluhur! Kata-kata pengembara kok dituruti? Akhirnya yang rusak nanti dirimu sendiri. Itu tanda pengetahuan agamamu masih mentah! Kamu berani kepada orangtua hanya karena ingin menjadi raja. Kesengsaraan rakyat banyak tidak kamu pikirkan. Kamu bukan santri ahli budi (kesadaran), hanya manusia yang berikat kepala putih, bagaikan putihnya burung bangau. Yang putih hanya kulitnya saja, di dalamnya masih merah menyala! Saat mertuamu (Sunan Ampel) masih hidup, kamu pernah meminta izin untuk menyerang Majapahit, tetapi mertuamu tidak memberikan izin, bahkan mewanti-wanti kamu agar jangan sampai bermusuhan dengan orangtua. Sekarang mertuamu sudah tiada dan larangannya kamu langgar. Kamu tidak takut melanggar wasiatnya! Jikalau kamu sekarang meminta restu kepadaku untuk menjadi raja di tanah Jawa, diriku tidak berwenang memberikan izin. Diriku ini orang kecil, seorang wanita lagi. Nanti terbalik akhirnya. Sebab seharusnya dirimu yang berwenang memberikan restu kepadaku, sebab dirimu adalah khalifatullah di tanah Jawa. Kamu adalah orangtua, apa yang kamu ucapkan bagaikan ludah berisi api. Diriku hanya tua tanpa arti, dirimulah yang tua karena kamu sekarang raja!”

Lantas Nyai Agêng Ngampel berkata lagi:

“Anakku, dengarkanlah! Aku akan menceritakan empat kisah lama yang bisa dijadikan suri teladan. Dalam sebuah kitab hikayat telah diceritakan, di tanah Mesir pernah suatu ketika putra Kangjêng Nabi Daud merebut takhta ayahnya. Nabi Daud sampai harus meloloskan diri dari kerajaan dan sang putra mengukuhkan diri sebagai raja. Tak lama kemudian, Nabi Daud berhasil merebut kerajaannya. Sang putra lari dengan menunggang kuda ke hutan. Kudanya berlari tak bisa dikendalikan, sehingga dia tersangkut pohon dan batu. Dia mati dengan tubuh tersangkut sebatang pohon. Itulah yang disebut hukum Allah.

“Ada lagi cerita tentang Prabu Dewatacêngkar. Dia juga merebut takhta ayahandanya, lalu dikutuk oleh sang ayah agar menjadi raksasa. Setiap hari dia harus makan daging manusia. Tak lama kemudian, datanglah seorang brahmana dari tanah seberang (India) ke Jawa, namanya Aji Saka. Dia membawa kesaktian di tanah Jawa. Seluruh rakyat Jawa mengasihi Aji Saka dan membenci Dewatacêngkar. Aji Saka diangkat menjadi raja, Dewatacêngkar dilawan hingga lari menceburkan diri ke samudra dan berubah menjadi buaya. Tak lama kemudian, dia meninggal. Ada lagi cerita dari Negara Lokapala. Prabu Danaraja berani melawan ayahandanya. Hukuman yang diterimanya juga tak jauh beda dengan cerita sebelumnya. Semua menemui kesengsaraan. Sedangkan kamu melawan ayah yang tanpa dosa. Pastilah kamu akan menemui kesengsaraan. Jika kelak meninggal, kamu pasti akan masuk neraka. Itulah hukum Allah bagimu!”

Mendengar tuturan sang nenek, Prabu Jimbun dalam hati merasa menyesal, akan tetapi semua sudah terlanjur.

Nyai Agêng Ngampel masih meneruskan penuturannya:

“Ketahuilah, dirimu ini diperalat oleh para ulama dan bupati. Mengapa kamu menurut saja? Yang akan menerima kesengsaraan pastilah hanya kamu seorang. Kamu sudah kehilangan ayah, seumur hidup namamu akan tercemar. Kebanggaan apa yang kamu dapatkan jika sudah unggul berperang melawan ayah sendiri yang patut dihormati? Walau kamu bertobat kepada Yang Mahakuasa, menurutku tobatmu tidak akan diterima. Kesalahan pertama, kamu berani melawan ayahanda sendiri; kesalahan kedua, kamu berani menentang raja; kesalahan ketiga, kamu membalas kebaikan dengan kejahatan serta melakukan pengrusakan dan pembunuhan tanpa alasan. Ingat, Adipati Pranaraga (Bathara Katong) dan Adipati Pêngging (Andayaningrat) tidak akan mungkin bisa menerima kehancuran Majapahit. Pasti mereka akan membela ayah mereka. Menghadapi hal itu saja sudah sangat berat buatmu.”

Banyak lagi penuturan Nyai Agêng kepada Prabu Jimbun. Sesudah Sang Prabu selesai dinasihati, dia lantas disuruh pulang ke Dêmak dan mencari tahu ke mana perginya ayahnya. Jika ayahnya sudah ditemukan, beliau diminta pulang kembali ke Majapahit, dengan terlebih dulu diminta mampir ke Ngampelgadhing. Akan tetapi, jika beliau tidak berkenan, tidak boleh ada paksaan kepadanya. Sebab, jika sampai beliau marah lagi dan mengeluarkan kutuk, pasti kutukannya akan terjadi.
{[['']]}

Babad Tanah Jawi

Babad Tanah Jawi (aksara Jawa: ) yang ditulis oleh carik Braja atas perintah Sunan Paku Buwono III ini merupakan karya sastra sejarah dalam berbentuk tembang Jawa. Sebagai babad/babon/buku besar dengan pusat kerajaan jaman Mataram, buku ini tidak pernah lepas dalam setiap kajian mengenai hal hal yang terjadi di tanah Jawa. Akan tetapi siapapun yang kesengsem memahami Babad Tanah Jawi ini harus bekerja keras menafsirkan setiap data yang dituliskan. Maklum seperti babad lainnya ,selain bahasanya yang jawa kuno ,perihal mitosnya cukup banyak
Buku ini juga memuat silsilah raja-raja cikal bakal kerajaan Mataram, yang juga unik dalam buku ini sang penulis memberikan cantolan hingga nabi Adam dan nabi-nabi lainnya sebagai nenek moyang raja-raja Hindu di tanah Jawa hingga Mataram Islam.
Silsilah raja-raja Pajajaran yang lebih dulu juga mendapat tempat. Berikutnya Majapahit, Demak, terus berurutan hingga sampai kerajaan Pajang dan Mataram pada pertengahan abad ke-18.
Tidak dapat dipungkiri buku ini menjadi salah satu babon rekonstruksi sejarah pulau Jawa. Namun menyadari kentalnya campuran mitos dan pengkultusan, para ahli selalu menggunakannya dengan pendekatan kritis.

[sunting] Banyak versi
Babad Tanah Jawi ini punya banyak versi.
Menurut ahli sejarah Hoesein Djajadiningrat, kalau mau disederhanakan, keragaman versi itu dapat dipilah menjadi dua kelompok. Pertama, babad yang ditulis oleh Carik Braja atas perintah Sunan Paku Buwono III. Tulisan Braja ini lah yang kemudian diedarkan untuk umum pada 1788. Sementara kelompok kedua adalah babad yang diterbitkan oleh P. Adilangu II dengan naskah tertua bertarikh 1722.
Perbedaan keduanya terletak pada penceritaan sejarah Jawa Kuno sebelum munculnya cikal bakal kerajaan Mataram. Kelompok pertama hanya menceritakan riwayat Mataram secara ringkas, berupa silsilah dilengkapi sedikit keterangan. Sementara kelompok kedua dilengkapi dengan kisah panjang lebar.
Babad Tanah Jawi telah menyedot perhatian banyak ahli sejarah. Antara lain ahli sejarah HJ de Graaf. Menurutnya apa yang tertulis di Babad Tanah Jawi dapat dipercaya, khususnya cerita tentang peristiwa tahun 1600 sampai jaman Kartasura di abad 18. Demikian juga dengan peristiwa sejak tahun 1580 yang mengulas tentang kerajaan Pajang. Namun, untuk cerita selepas era itu, de Graaf tidak berani menyebutnya sebagai data sejarah: terlalu sarat campuran mitologi, kosmologi, dan dongeng.
Selain Graaf, Meinsma berada di daftar peminat Babad Tanah Jawi. Bahkan pada 1874 ia menerbitkan versi prosa yang dikerjakan oleh Kertapraja. Meinsma mendasarkan karyanya pada babad yang ditulis Carik Braja. Karya Meinsma ini lah yang banyak beredar hingga kini.
Balai Pustaka juga tak mau kalah. Menjelang Perang Dunia II mereka menerbitkan berpuluh-puluh jilid Babad Tanah Jawi dalam bentuk aslinya. Asli sesungguhnya karena dalam bentuk tembang dan tulisan Jawa.
[sunting] Pranala luar
{[['']]}

SYEKH MUSTHAFA HUSEIN PURBABARU 1886 – 1955

Oleh : Yuspar Lubis
Bandung, 22 Juni 1992
Perumahan Cijambe Indah
Jl. Vijayakusuma III Blok C No 31
Ujungberung – Bandung 40619
Telp ( 022 ) 7816074

Penampilan


Syekh Musthafa Husein yang mnamanya diabadikan di gedung utama Institut Agama Islam Negeri ( IAIN ) Sumatera Utara Medan adalah salah seorang ulama dan pendiri Madrasah Musthafawiyah Purbabaru. Syekh Musthafa Husein yang lebih dikenal dengan sebutan TUAN SYEKH PURBA atau TUAN NA TOBANG ( na tobang adalah bahasa daerah yang artinya tua ) itu mempunyai tubuh yang biasa-biasa saja sebagaimana kebanyakan penduduk daerah setempat. Orangnya berkulit sedikit hitam, bermuka oval, tanpa memelihara kumis maupun jenggot, dan berkacamata. Dalam penampilannya sehari-hari selalu memakai kain sarung ( palekat ) dengah baju yang berwarna putih berlengan panjang yang pemakaiannnya selalu dimasukkan ke dala kain sarung dengan ikat pinggang besar yang dipakai banyak orang-orang tua jaman dahulu, berbaju jas berwarna gelap, berkopiah putih yang selalu diikat dengan kain serban berwarna-warni serta berselop ( namun dalam bepergian selalu memakai sepatu ).


Syekh Musthafa Husein orangnya pendiam. Kalau berbicara bahasanya satu-satu dan ungkapan-ungkapannya pelan. Dalam berbicara beliau selalu memandang lawan bicaranya dengan penuh perhatian sehingga sering lawan bicaranya itu tidak mampu memandang wajahnya. Sikapnya tenang dan tidak mudah marah. Kalaupun marah beliau hanya diam, sebaliknya kalau senang beliau hanya senyum. Selanjutnya dalam berjalanlangkahnya teratur dengan muka yang selalu menunduk ke bawah. ( Belakangan sesudah masa tuanya beliau selalu memakai tongkat yang terbuat dari rotan yang sedikit lebih besar dari rotan biasa yang dibengkokkan pada bagian atasnya sebagai tempat pegangan. Tongkat semacam ini banyak dijumpai dan digunakan oleh orang-orang tua setempat )


Keluarga


Syekh Musthafa Husein lahir dari keluarga yang berada ( kaya ) . Bapaknya adalah seorang pedagang hasil bumi di Pasar Tanobato serta sudah pula melakukan ibadah haji. Bapaknya berasal dari Huta ( sekarang desa ) Purbabaru, namun kakek-kakeknya berasal dari Panyabungan Julu dan ibunya berasal dari Ampung Siala, Batang Natal.


Syekh Musthafa Husein yang pada masa kecilnya bernama Muhammad Yatim ini, adalah anak ke 3 dari 8 orang bersaudara, anak dari H. Husein dan Hj Halimah. 
1, Anak tertua ( pertama ) adalah Nuruddin menetap dan wafat di Malaya ( Malaysia 
2. Hamidah wanita kawin dan wafat di Panyabungan
3. Muhammad Yatim riwayat hdupnya yang sedang dibahas
4. Siddik gelar Mangkuto Saleh menetap dan wafat di Kayulaut Mandailing
5. Saleh menetap dan waqfat di Medan
6. Mardin ( H. Umnaruddin ) menetap dan wafat di Mekkah Saudi Arabia 
7. Harun menetap dan wafat di Pekalongan, Jawa Tengah
8. Abdul Gani meninggal hanyut sewaktu Pasar Tanobato mendapat serangan banjir besar pada malam Ahad, tanggal 28 Nopember 1915.



Adapun Muhammad Yatim sendiri yang sesudah nikah dengan nama Musthafa Husein menikah dengan Habibah dari desa Hutapungkut, Kotanopan beliau mempunyaqi 9 orang anak yaitu : 
1`. Siti Aisyah
2. Hj Ramlah
3. H. Abdullah
4. Sa’diyah
5. Asmah
6. Azizah
7. Fatimah
8. Abdul Kholik
9. Faridah 



Kelahiran dan masyarakat sekitar


Musthafa Husein lahir pada tahun 1886 dari keluarga kaya masyarakat biasa ( orang kebanyakan ). Keadaan masyarakat pada masa kelahirannya kebanyakan berada dalam keadaan menyedihkan dan tertekan. Pemerintah kolonial Belanda pada masa sebelumnya membawa sistem paksa dalam penanaman kopi beserta pengangkutannya dari pedalaman ke pantai. ( Pada masa itu pemerintah kolonial membangun pergudangan kopi di Pekantan di daerah pedalaman Sumatera di dekat perbatasan dengan daerah PASAMAN, Sumatera Barat, Muarasipongi, Kotanopan, Maga, Pasar tanobato,Tapus dan Natal.Hasil……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………….. ( hilang satu halaman )


selesaikannya dalam waktu 5 tahun sesuai dengan lama pengajaran sekolah rakyat tersebut. Sesudah selesai sekolah ini ada permintaan dari salah seorang gurunya ( alm. Sutan Guru ) anak ini diminta supaya disekolahkan ke sekolah raja di Bukit Tinggi, Sumatera Barat, namun oleh orangtanya disuruh mengaji kepada Syekh Abdul Hamid ke Hutapungkut, Kotanopan. Desa ini berjarak sekitar 35 KM dari Pasar Tanobato ke arah selatan. Desa ini sedikit masuk ke dalam, sekitar 3 KM dari jalan raya. Namun desa ini dilewati juga oleh jalan umum menuju desa Hutagodang ke Pasaman, Sumatera Barat tapi masih jalan setapak.


Muhammad Yatim mengaji di Hutapungkut sekitar 2 tahun ( 1898 – 1900 ). Dalam pengajian 2 tahun itu pengajiannya hanya sekali seminggu yaitu pada setiap hari Ahad. Di luar hari mengaji Muhammad Yatim mengikuti Syekh Abdul Hamid ke kebun kopi yang jaraknya 3 KM dari desa Hutapungkut. Tidak jarang mereka bermalam di kebun dan baru kembali ke desa menjelang pengajian berlangsung.


Sesudah pengajian di Hutapungkut Muhammad Yatim dianjurkan oleh gurunya Syekh Abdul Hamid untuk memperdalam ilmu agama Islam ke Mekkah, Saudi Arabia. Dan ini pula sejalan dengan harapan orang tuanya. Pada sekitar bulan Rajab tahun 1900 beliau berangkat ke Mekkah, Saudi Arabia bersamaan dengan keberangkatan orang-orang yang akan melaksanakan ibadah haji. Keberangkatan ini dibiayai separuhnya oleh orang tuanya.


Pada 5 tahun pertama sesudah belajar di Masjidil Harom Mekkah Saudi Arabia Muhammad Yatim merasa bahwa dia tidak memperoleh ilmu. Lalu dia pernah memutuskan akan pindah belajar ke Mesir, walau belum dikonsultasikan dengan orang tuanya. Semua barang-barang sudah dikemasi dan tinggal menunggu keberangkatan. Pada saat menunggu keberangkatan ( menunggu keberangkatan kapal ) dia berjumpa dengan salah seorang pelajar yang berasal dari Palembang yang juga sedang menuntut ilmu agama Islam di Masjidil Harom Mekkah. Kepada pelajar ini Muhammad Yatim menuturkan bahwa dia mau pindah belajar dari Masjidil Harom, Mekkah ke Mesir karena sesudah 5 tahun belajar dia belum merasa mendapatkan ilmu. Pelajar yang berasal dari Palembang itu mengajak Muhammad Yatim berdiskusi serta membantu menjelaskan pelajaran yang ada selama ini di Masjidil Harom, Mekkah. Sejak itu Muhammad Yatim mulai memahami perlajaran-pelajaran yang ada selama ini. Dan akhirnya dia mencabut kembali keputusannya untuk tidak jadi pindah ke Mesir. Seterusnya dia kembali belajar di Masjidil Harom sebagaimana sediakala. Semenjak itu para gurunya mulai mengenalnya lebih baik. Pada saat yang demikian guru-gurunya mengubah namanya dari Muhammad Yatim menjadi Musthafa berati orang pilihan. 


Dalam belajar di Masjidil Harom Mekkah yang cara belajarnya secara halaqoh ( belajar dengan duduk bersila mengelilingi guru dan mengambil tempat di serambi mesjid ) dia belajar kepada ulama-ulama yang terkenal pada masa itu seperti :
1. Syekh Abdul Kadir al Mandily
2. Ahmad Sumbawa
3. Saleh Bafadhil
4. Ali Maliki
5. Umar Bajuned
6. Ahmad Khatib
7. Abdul Rahman
8. Umar sato
9. M. Amin Mardin.



Dan ilmu-ilmu yang dipelajarinya melulu agama Islam seperti :
1. Al Quran
2. Bahasa Arab beserta tata bahasanya
3. Tafsir
4. Fiqh
5. Hadits
6. Tauhid
7. Ilmu Falak
8. Balaghah
9. ‘Arudl
10. Qosidah Barzanji
Pelajaran-pelajaran ini diikutinya secara berurutan



Sekembalinya ke Indonesia pada tahun 1912 ( dipanggil pulang karena orang tuanya meninggal dunia ) beliau sambil mengajar ( selanjutnya lihat karier sebagai pendidik ) dia juga terus menambah ilmu dengan mengadakan hubungan-hubungan ( kunjungan ) kepada guru-guru / pemuka masyarakat di Mandailing. Bersamaan dengan itu dia juga membaca buku-buku sejarah Indonesia dan dunia, politik, perdagangan dan perekonomian, pertanian dan kesehatan. Di samping itu dia juga bergaul dengan pejabat-pejabat pemerintah kolonial yang membidangi pertanian, kesehatan dan pamong desa ( pada jaman pemerintah kolonial disebut kuria dan raja-raja ). Dengan pejabat-pejabat yang digaulinya itu dimintanya pula untuk mengajar di madrasah yang telah dididrikannya ( selanjutnya lihat juga karier sebagai pendidik ). Dan dalam bergaul dengan pejabat itu dia tidak memandang agama, walau pada waktu itu ada anggapan bahwa agama di luar Islam tidak sah. Malahan pendapat ini masih berkembang sampai sekarang di madrasah setempat. Pemuka dan salah seorang yang digaulinya itu adalah Dr F.L. Tobing seorang yang beragama Kristen. Disamping beliau ini juga pernah dimintanya untuk mengajar di madrasah yang didirikannya. ( Dr F.L Tobing jauh sebelum menjadi residen Tapanuli yang berkedudukan di Sibolga pernah memimpin Rumah Sakit Zending di Panyabungan sekitar 11 KM dari Purbabaru ke arah utara ).


Selanjutnya pengetahuannya di bidang pertanian dan perdagangan ini diperaktekkannya pula dengan membuka perkebunan karet , nenas dan rambutan di sekitar desa Purbabaru.


Kemudian di luar dari pada itu dia juga pergi ke pasar secara teratur ( kepergiannya ke pasar yang secara teratur ini dimanfaatkannya untuk menjadi pedagang pengumpul dimana pada waktu harga barang murah dia membeli sejumlah barang dan kalau harga-harga barang tersebut naik, dijualnya kembali ).


Pendidikan lainnya adalah membiasakan diri mencatat kejadian-kejadian penting di daerah lokal, nasional dan internasional seperti letusan gunung berapi, datangnya Tuanku Rao dan Islam ke Mandailing, masuknya Belanda ke daerah setempat, penyerahan Belanda kepada Jepang di Indonesia, kelahiran dan kematian anak / anggota keluarga dan masalah-masalah yang dihadapinya secara pribadi. 


Kemudian dia juga memperluas wawasan dengan bepergian ke kota-kota semacam Bukit Tinggi, Padang, Medan, Banda Aceh, Jakarta, Pekalongan dan Bogor di dalam negeri serta Kualalumpur dan Pahang di luar negeri. Kota-kota di dalam negeri terutama di pulau Sumatera dikunjunginya dengan maksud untuk melihat-lihat perkembangan pendidikan agama, perkembangan kota dan membeli buku-buku agama untuk madrasahnya. Sedangkan ke kota-kota di pulau Jawa beliau membuat catatan-catatan berupa pengalamannya sewaktu naik pesawat terbang, gedung-gedung pemerintah dan pusat-pusat perdagangan yang dilihatnya, kesan naik kereta api, pemandangan alam serta keadaan mesjid dan jamaahnya, dan kota-kota di Malaysia dan ditemani oleh sekretarisnya. Dia melihat-lihat pengolahan karet ( proses pembuatan karet latex ), penambangan bauxit dan proses pengolahannya.


Di luar dari pada pendidikan, pengalaman dan wawasan yang luas ini dia juga mempersiapkan kader-kader penerus baik itu dalam bidang pendidikan maupun dalam bidang perkebunan. Dalam bidang pendidikan dia menyuruh dan mengirim beberapa orang muridnya untuk memperdalam ilmu agama Islam ke Mekkah maupun negeri-negeri lainnya seperti Mesir dan Lucknow, India. Sedangkan dalam bidang perkebunan dia mengutus sekretaris untuk mempelajari pengawetan buah-buahan seperti nenas dan rambutan serta proses pengalengannya ke Jakarta.


Karier sebagai Pendidik


Sesudah Musthafa Husein kembali ke Pasar Tanobato pada tahun 1912 beliau langsung mengajarkan ilmu agama yang diperolehnya dari Mekkah di mesjid setempat ( di mesjid setempat sebelumnya memang sudah ada pengajian yang dipimpin oleh Syekh Muhammad yang juga pernah belajar agama di Mekkah, Saudi Arabia ). Pengajian itu telah berlangsung kurang lebih 13 tahun dengan pesertanya yang berdatangan dari desa-desa sekitar seperti : Pagaran Tonga, Hutanamale, Maga, Roburan, Lumban Dolok dan Purba Julu. Pengajian itu sendiri walau sudah berlangsung lama namun bahan kajiannya belum teratur. Bahan kajiannya sering berulang-ulang dan banyak terarah kepada peribadatan. Pengajian belum banyak menyingggung masalah-masalah hukum yang pada waktu itu sudah sangat diharapkan oleh masyarakat ( di samping itu pengajian itu sendiri belum menggunakan kitab, walau kitab-kitab Melayu sudah banyak dikenal oleh masyarakat ). 


Pada saat pengajian berlangsung Syekh Muhammad selalu memperkenalkan Musthafa Husein kepada peserta pengajian yang pada masa itu sering disebut wirid-wirid. Syekh Muhammad selalu mengatakan bahwa kita kedatangan seorang guru yang alim dan cakap. Dan sejalan dengan perkenalan ini Syekh Muhammad juga selalu memberi kesempatan kepada Musthafa Husein untuk memberi pengajian. Dalam pengajian ini Musthafa Husein memulainya dengan terlebih dahulu mengaji Al Quran ( tulis bacanya ) kemudian bahasa Arab ( nahwu shorf ) dengan buku pegangan terdiri dari Al Jurumiyah, Mukhtashor dan Kawakib. Kemudian menyusul fiqh dengan kitabnya Fathul Qorib dan kitab Melayu, terus Tauhid dengan kitabnya Kifayatul Awam, dan akhirnya Tasawuf dengan kitabnya Minhajul Abidin.


Pengajian yang teratur ini membuat para pesertanya makin meluas dan Musthafa Husein sendiri makin masyhur serta makin banyak dikenal masyarakat. Dalam pada itu pengajian ini beliau juga banyak menjelaskan masalah-masalah masyarakat terutama yang berhubungan dengan kehidupan suami isteri dan keluarga.


Pengajian ini membuat masyarakat bukan hanya mengikuti secara teratur ( pengajian hanya sekali seminggu yaitu pada setiap malam Selasa ) akan tetapi masyarakat juga meminta supaya waktu dan peserta pengajiaannya ditambah untuk anak-anak / pemuda dan ibu-ibu. Belakangan dengan bantuan masyarakat diadakanlah pengajian khusus kaum ibu yang waktunya pada setiap malam Selasa sesudah sembahyang magrib sampai waktu sembahyang isya dan sesudah sembahyang isya sampai sekitar jam 21.00 WIB untuk kaum bapak. Sedangkan untuk anak-anak dan pemuda diadakan pada pagi hari di mesjid Pasar Tanobato ( tempatya pengajian ibu-ibu, rumah orangtua beliau sendiri ).


Sealanjutnya di luar dari pengajian yang teratur itu beliau juga pergi ke desa-desa sekitar untuk membuka pengajian sambil mencari obat. ( menurut H. Sulaiman salah seorang muridnya , beliau pada waktu permulaan perkawinannya beliau pernah lemah syahwat. Kunjungan ke desa-dsesa ini pernah sampai ke Sibuhuan di sebelah timur pulau Sumatera. ( Pasar Tanbato sebagai tempat tinggalnya berada di bagian barat pedalaman pulau Sumatera ). Karena itu beliau bukan hanya dikenal masyarakat Tanobato dan sekitarnya akan tetapi juga dikenal oleh masyarakat daerah lainnya.


Bersamaan dengan berkembangnya pengajian yang dipimpin oleh Musthafa Husein, dimana beliau sudah pula mulai mendapat sebutan Tuan Syekh Musthafa Husein, Syekh Muhammad berangsur-angsur pula mengundurkan diri dan mempercayakan sepenuhnya pengajian yang ada kepada Syekh Musthafa Husein ini. ( dalam memimpin pengajian ini Syekh Musthafa Husein melakukannya secara halaqoh, semacam waktu beliau belajar di masjidil harom Mekkah. Namun sedikit berbeda dengan yang di Mekkah, pengajian di masjid Pasar Tanobato ini setiap pesertanya diharuskan memiliki buku seperti belajar di sekolah dewasa ini.


Pengajian di mesjid Pasar Tanobato itu tidak berlangsung lama hanya sekitar 3 tahun saja. Hal ini disebebkan Pasar Tanobato karam ( rusak berat ) akibat serangan banjir besar. ( menurut penuturtan H. Sulaiman salah seorang murid tertua Syekh Musthafa Husein akibat serangan banjir ini penduduk yang hanyut dan hilang cukup banyak. Beruntung murid-murid Syekh Musthafa Husein semuanya selamat karena beberapa hari menjelang banjir pemilik rumah penampungan murid-murid itu berkeberatan rumahnya terus menerus ditumpangi oleh anak mengaji. Karenya murid-murid itu pindah ke tempat yang sedikit lebih jauh dari rumah tumpangan mereka itu. Dan sewaktu datang serangan banjir tempat mereka itu terhindar dari banjir dan mereka semua selamat ). 


Selanjutnya Syekh Musthafa Husein yang selamat dari banjir pindah ke desa Purnbabaru, tempat asal keluarganya bersama dengan beberapa orang murid isterinya. Perpindahan itu sejalan pula dengan permintaan keluarga dan Kepala Desa ( dulu disebut Ketua Kampung ). Permintaan ini disertai dengan harapan kelak sesudah Syekh Musthafa Husein bertempat tinggal di desa Purbabaru penduduknya akan bertambah baik. ( pada masa dahulu beberapa orang penduduk desa Purbabaru dikenal sebagai pencuri, tukang garong dan penjudi ).


Sampai di Purbabaru pengajian dilanjutkan kembali sebagaimana sediakala seperti di Pasar Tanobato. Pengajian juga mengambil tempat di mesjid sebagaimana halnya di Pasar Tanobato. ( sewaktu perpindahan Syekh Musthafa Husein ini ke desa Purbabaru, penduduk mengharapkan pengajian yang sudah ada dilanjutkan kembali ). Lama kelamaan peserta pengajian terus bertambah banyak dan mesjid yang ada dirasakan tidak memadai lagi sebagai tempat pengajian. Maka atas inisiatif Syeklh Musthafa Husein dan dengan bantuan penduduk setempat dibangunlah gedung tempat belajar secara tersendiri di dekat rumahnya di pinggir jalan raya trans Sumatera di tengah-tengah desa Purbabaru. ( semula rumah Syekh Musthafa Husein juga berada di dekat masjid, sedikit jauh dari jalan raya. Belakangan Syekh Musthafa Husein merasa rumahnya terlalu sempit di samping terlalu jauh dari tempat mengaji, lalu beliau meminta kepada penduduk supaya dicarikan tanah perumahan di pinggir jalan raya. Tujuan perpindahan juga untuk memudahkan komunikasi. Pada pembangunan rumah, pada waktu permulaannya, penduduk juga membantu ). Peserta pengajian bukan hanya berdatangan dari desa sekitar akan tetapi juga dari desa-desa yang jauh. Dan karena kebanyakan dari murid-murid ini berasal dari keluarga yang tidak mampu, dimana mereka tidak mampu menyewa tempat tinggal maka atas perkenan penduduk, peserta pengajian membangun gubuk-gubuk sementara untuk tempat tinggalnya. ( gubuk-gubuk yang terbuat dari bambu dan atap ilalang serta berukuran 2 x 3 meter ini kelak dipertahankan sebagai salah satu ciri Madrasah Musthafawiyah ).


Gedung tempat belajar mendapat bantuan dari penduduk setempat maupun orang-orang yang mengirimkan anaknya mengikuti pengajian dari desa-desa sekitar. Selanjutnya sesudah tempat belajar pindah ke gedung sendiri sistem pengajian juga berubah dari halaqoh kepada klasikal sebagaimana sekolah dewasa ini. Kemudian pengajian itu sendiri diberi nama dengan sebutan madrasah. Dalam perkembangan selanjutnya madrasah ini diberi nama dengan Madrasah Musthafawiyah yang artinya madrasah pilihan. 


Namun walau tempat pengajian sudah pindah ke gedung tersendiri yang pada tahap permulaan selesai pada tahun 1931, pengajian di mesjid tetap dilaksanakan sebagaimana sebelumnya. Namun waktunya hanya pada pagi dan malam hari, masing-masing sesudah sembahyang subuh sampai menjelang waktu sembahyang dluha sekitar jam 07.00 WIB, dan sesudah sembahyang magrib sampai isya serta sesudah sembahyang isya sampai sekitar jam 21.00 WIB. Peserta pengajian ini adalah juga anak-anak mengaji bersama penduduk sekitar desa Purbabaru. Di samping itu Syekh Musthafa Husein selalu memelihara sembahyang berjamaah di mesjid mulai dari sembahyang subuh, dhuhur, ashar, magrib dan isya pada setiap harinya. ( dalam pelaksanaan sembahyang wajib ini Syekh Musthafa Husein amat tertib. Menurut penuturan beliau sendiri kepada sekretarisnya, semenjak baligh tidak pernah meninggalkan sembahyang wajib satu waktu-pun ).


Dalam kegiatan sehari-hari Syekh Musthafa Husein sesudah sembahyang subuh berjamaah, mengajar sampai waktu sembahyang dluha. Kemudian kembali ke rumah untuk makan pagi bersama keluarga. Setelah makan pagi pergi ke madrasah sampai menjelang waktu dhuhur. Sesudah sembahyang dhuhur berjamaah di mesjid kembali ke rumah untuk makan siang bersama dengan keluarga. Kemudian pergi ke kebun bersama murid-muridnya sampai menjelang waktu sembahyang ashar. Sesudah sembahyang ashar berjamaah di mesjid kembali ke rumah dan makan sore, juga bersama keluarga. Kemudian duduk-duduk bersama keluarga di beranda rumah sampai menjelang waktu sembahyang magrib. Di saat menjelang magrib beliau berangkat ke mesjid bersama beberapa orang muridnya yang sekaligus juga menjadi pembantunya. Dalam berangkat ke mesjid itu ada yang membawa lampu codok, dan ada pula yang membawa buku yang akan dikaji. Setelah sembahyang magrib secara berjamaah dilanjutkan dengan pengajian yang berakhir menjelang waktu sembahyang isya. Buku yang dikaji di mesjid adalah fiqh dengan kitab Idhotun nasyi’iin. Setelah sembahyang isya berjamaah beliau pulang ke rumah bersama-sama dengan beberapa orang muridnya. Dan sampai di rumah beliau sering membaca Al Quran sampai larut malam. Kemudian pada tengah malam juga sering bangun untuk mngerjakan sembahyang tahajjud secara sendirian. Seterusnya bangun pagi dan langsung ke mesjid, demikian selanjutnya berlangsung secara amat teratur setiap tahunnya.


Adapun kunjungannya ke sekolah, beliau lakukan juga secara teratur. Beliau ke sekolah mengajar pada kelas terakhir. Dalam mengajar ini beliau amat memperhatikan murid-muridnya satu persatu mulai dari perkembangan pengetahuan murid, penampilannya, kesehatannya serta kemampuannya dalam mengajarkan ilmu yang telah diperolehnya itu. 


Sesudah tahun 1934 ( sesudah mengajarsekitar 19 tahun ) beliau mulai beralih dari mengajar ke bidang usaha. Beliau hanya sesekali pergi ke madrasah untuk melihat-lihat serta memberi pengarahan dan pengawasan. Untuk selanjutnya madrasah banyak dipercayakan kepada kemenakannya yang sekaligus juga kader dan penerusnya yaitu Syekh Abdul Halim Khatib. Dan menantunya Syekh Ja’far Abdul Wahhab T anjung. Dalam bidang usaha ini beliau memperluas kebun karet, nenas dan rambutan. Termasuk dalam hal ini pengolahan karet menjadi latex, usaha pengawetan buah dan rencana pengalengannya. ( Khusus usaha buah ini belum sempat terlaksana karena datangnya serangan Jepang ke daerah Mandailing / Indonesia ). Di samping itu beliau juga meneruskan usahanya dalam bidang perdagangan serta tetap mengembangkan pengajian di mesjid seperti disebut diatas.


Di dalam pendidikan formal ini beliau selalu menekankan kepada murid-muridnya untuk hidup mandiri. Ungkapannya yang selalu dikenang ialah “ tuan kecil “ lebih baik dari pada jongos besar. Kemudian dalam hidup ini beliau selalu menekankan jangan mengharap-harapkan bantuan dan belas kasihan orang lain, apalagi mengharapkan sedekah. Dengan tegas beliau mengatakan “ baen na tuho, borkatan dei “ ( usaha sendiri lebih baik dan lebih berkat ). “ Hasil usaha sendiri walaupun kecil lebih baik dari bantuan atau pemberian orang lain, walau bantuan atau pemberian orang lain itu lebih besar “. Kata beliau. 


Lebih dari pada itu beliau juga selalu berpetuah ( semacam nasehat ) kepada murid-muridnya agar setiap ilmu yang diperoleh bagaimanapun sedikitnya supaya diajarkan kepada orang lain. Kemudian dalam menempuh hidup ini juga supaya bekerjasama dengan pemerintah maupun pengusaha. Dan kepada setiap tamu supaya dihormati walaupun tamu itu bukan orang Islam. ( Hal ini dibuktikannya sendiri dengan menerima kunjungan orang Belanda ke rumahnya dengan penyambutan yang semarak, diantarnya dengan penyambutan lagu-lagu pujian yang ungkapan-ungkapannya berbahasa Arab. Di samping itu beliau juga memuliakan raja-raja daerah yang pada masa itu banyak yang korup dan tindakan-tindakannya banyak yang bertentangan dengan ajaran Islam ). Kemudian dalam hidup, beliau juga tidak mencampuri perkara adat istiadat daerah, beliau hanya menerangkan hukum-hukumnya terserah kepada yang bersangkutan tetap melaksanakannya atau menghentikannya. Beliau memberi kebebasan kepada setiap orang.


Selanjutnya diluar dari pada itu beliau juga selalu memperhatikan kesukaran orang lain, baik itu yang datang meminta bantuan secara langsung maupun melalui orang lain. Setiap orang yang datang meminta bantuan akan dibantunya sekuat tenaga atau kalau tidak dapat dibantunya, dimintakannya bantuan orang lain ( orang ketiga ) yang memungkinkan untuk membantunya. ( dalam bantuan melalui orang ketiga ini sering yang bersangkutan tidak mengetahui bahwa dia mendapat bantuan dari Syekh Musthafa Husein ).


Beliau juga sering menghadiri setiap keramaian yang diadakan oleh masyarakat, baik itu perayaan-perayaan keagamaan berupa Maulid Nabi Muhammad maupun Isra’ Mi’rajnya , perkawinan ataupun kemalangan. Disamping itu beliau juga menghadiri acara-acara keluarga semacam memasuki rumah baru, syukuran maupun tahlilan ( dalam bahasa daerah sering disebut mangontang dongan atau marpio malim atau marontang malim ). Kemudian di luar dari pada itu juga beliau mengunjungi ulama-ulama yang lebih kecil sekalipun ke desa-desa tempat tinggalnya dan menghadiri acara-acara peresmian mesjid atau perayaan-oerayaan keagamaan yang diselenggarakan oleh anak-anak muridnya. ( dalam menghadiri setiap upacara ini beliau selalu membawa serta beberapa orang muridnya).


Selanjutnya di luar dari pada itu semua beliau juga mempersiapkan kader-kader penerus dengan mendorongnya untuk memperdalam ilmu pengetahuan agama Islam ke sumber aslinya ke Mekkah, saudi Arabia atau negara-negara Islam lainnya. Beliau juga mengangkat kader-kader itu menjadi anggota keluarganya dengan mengawinkan putri-putrinya atau putri saudaranya kepada kader-kader yang telah dibinanya itu. Hal itu semua dilakukannya untuk mengembangkan ajaran dan syi’ar Islam kepada seluruh masyarakat, terutama masyarakat Mandailing Natal, Sumatera Utara, Indonesia. 


Kegiatan dan perjuangannya


Syekh Musthafa Husein mempunyai kegiatan utama mengembangkan dan menyiarkan Islam. Dalam mengembangkan ajaran Islam itu beliau mendirikan lembaga pendidikan Islam yang kemudian bernama Madrasah Musthafawiyah Purbabaru. Dalam mengelola madrasah ini beliau bekerjasama dengan masyarakat dan pemerintah. Masyarakat memberikan tenaga dan dana serta anak, dan pemerintah memberikan penghargaan ( pemerintah kolonial Belanda pernah memberikan bintang tanda jasa atas usahanya dalam bidang lembaga pendidikan ini pada tahun 1936 ). Pemberiannya diberikan dalam suatu acara besar di gedung kantor Konteler Belanda di Kotanopan yang dihadiri oleh segenap huria di daerah Mandailing dan Natal. 


Selanjutnya dalam bidang pendidikan juga, beliau mengusahakan kitab-kitabnya dari penerbitan-penerbitan di dalam dan di luar negari. Dari penerbitan dalam negeri beliau langsung mendatangi atau menyurati penerbitan tersebut, sedangkan dari penerbitan luar negeri semacam Mekkah, Saudi Arabia beliau memesannya melalui murid-muridnya yang sedang belajar di negara tersebut. Juga dalam bidang pendidikan ini beliau mengangkat pembantu-pembantu yang pintar, berani, berinisiatif, serta komunukatif dengan pemerintah maupun masyarakat. Seterusnya dalam upaya menyiarkan Islam beliau membentuk organisasi persatuan pelajar-pelajar dan lulusan madrasah dengan nama Al Ittihadiyah Islamiyah Indonesia ( AII ). Organisasi ini berpusat di Purbabaru dan dengan cepat cabang-cabangnya berdiri di daerah Mandailing, Angkola, Padangsidempuan, Sipirok dan Sibuhuan. Di samping itu dengan AII ini beliau berusaha menyeragamkan kitab-kitab agama di seluruh madrasah terutama madrasah-madrasah yang ada di daerah setempat.


Bersamaan dengan itu beliau juga mensponsori pendirian koperasi di Madrasah Musthafawiyah dengan maksud untuk membantu murid-muirid yang mengalami kesukaran dalam perbelanjaan selama menuntut ilmu. ( koperasi didirikan dengan badan hukum yang tertanggal 25 Januari 1936 )


Selanjutnya jauh sebelum pengembangan pendidikan ini beliau juga memasuki organisasi Syarekat Isam yang tujuannya untuk mencerdaskan bangsa dan menanamkan kesadaran kepada masyarakat bahwa salah satu tugas Islam untuk membebaskan manusia dari kebodohan, keterbelakangan dan kemiskinan. Dalam organisasi ini beliau pernah terpilih menjadi Presiden ( Ketua ) Cabang Pasar Tanobato. Hanya saja sesudah kepemimpinan beliau, organisasi ini mengalami pasang surut sebagaimana juga yang dialami oleh daerah-daerah lainnya di Indonesia. Namun bagaimanapun dengan organisasi Syarekat Islam ini pula beliau banyak berkenalan dengan pemimpin-pemimpin Islam lainnya.


Di luar dari pada Syarekat Islam ini beliau juga pernah membawa dan mendirikan organisasi NAHDLATUL ULAMA ( NU ) untuk daerah Sumatera Utara. Dalam organisasi NU ini disamping pernah menjadi pimpinan untuk daerah Sumatera Utara, beliau juga pernah dipilih untuk menjadi anggota syuriyah NU tingkat Pusat di Jakarta. Dan selanjutnya dengan organisasi ini pula beliau pernah dicalonkan dan dipilih menjadi anggota konstituante ( DPR Pusat ) untuk daerah pemilihan Sumatera Utara, walau kedudukan ini belum sempat didudukinya karena sesudah terpilih, beliau meninggal dunia. ( Sehubungan dengan pemilihannya menjadi anggota konstituante beliau pernah memberikan seruan kepada masyarakat untuk memilih tanda gambar NU pada pemilu tahun 1955 ) 


Kemudian sejalan dengan kedudukan beliau selaku pimpinan / pendiri Madrasah Musthafawiyah Purbabaru, Presiden Syarekat Islam di daerah dan Pimpinan Pusat AII (Al Ittihadiyah Islamiyah Indonesia ) serta pimpinan daerah NU pada masa Pemerintahan Militer Jepang di Indonesia beliau pernah dipilih menjadi anggota Tapanuli Syungyung Kai dan Hokokai pada tahun 1945. Dan menjelang kemerdekaan beliau ditetapkan pula menjadi pimpinan Majlis Islam Tinggi Sumatera Utara yang kelak menjadi Majlis Syuro Muslimin Indonesia ( MASYUMI ). Namun belakangan sesudah NU menarik diri dari Masyumi beliau juga ikut menarik diri, dan oleh NU beliau diangkat menjadi salah seorang anggota Syuriyah di Tingkat Pusat sebagaimana disebutkan diatas.


Selanjutnya pada masa Agresi Belanda sesudah Indonesia merdeka beliau bersama ulama-ulama setempat sepert Syekh Ja’far Abdul Kadir Al Mandily dan H. Fakhruddin Arif pernah mengeluarkan farwa bahwa wajib ( fardu ain ) bagi setiap muslim yang mukallaf untuk mempertahankan kemerdekaan dari agresi Belanda. ( fatwa ini disebarluaskan oleh Ketua Urusan Agama Kecamatan Kotanopan dan Batanggadis yang masing-masing berkedudukan di Kotanopan dan Panyabungan ).


Pribadi yang mandiri


Semula kepulangan Musthafa Husein ke kampung adalah untuk menziarahi orangtuanya yang telah meninggal dunia ( orang tuanya meninggal semasa beliau sedang memperdalam ilmu agama Islam di Masjidil Harom Mekkah Saudi Arabia ). Sesudah berziarah beliau merencanakan akan kembali ke Mekkah untuk memperdalam ilmu agama Islam yang dirasanya belum memadai. Namun sesampai di kampung beliau diminta untuk mengajar di mesjid Pasar Tanobato untuk melanjutkan pengajian yang telah ada sebelumnya. Dan lebih dari pada itu beliau juga dipaksa oleh ibunya untuk berumah tangga.


Pada saat permulaan mengajar dan berumah tangga perhatiannya hanya terpusat pada masalah kaji tanpa memikirkan masalah-masalah ekonomi. Pada mulanya beliau hanya memanfaatkan harta dan rumah peninggalan orang tuanya serta dari bantuan / sumbangan masyarakat. Baru belakangan beliau membuka usaha sendiri yaitu perkebunan karet. ( perkebunan karet ini pada mulanya juga mendapat bantuan dari murid-muridnya terutama dalam pembukaan lahannya ). Belakangan perkebunan ini dikelola secara besar-besaran dengan mendatangkan buruh Jawa dari Pematang Siantar. ( Usaha mendatangkan buruh ini mendapat bantuan dari saudaranya yang sudah lama menetap di daerah setempat ). Selanjutnya hasil perkebunan karet beliau olah menjadi karet latex yang pada waktu itu mendapat pasaran yang bagus di dunia internasional. Untuk itu beliau mendirikan beberapa buah rumah asap serta membeli beberapa buah mesin giling. Di samping itu karet yang sudah beliau olah ini beliau bawa pula ke kota untuk mendapatkan harga yang lebih besar. ( Hal semacam ini masih jarang dilakukan oleh penduduk setempat di kala itu, walau penduduk banyak juga memiliki perkebunan karet ). 


Selanjutnya usaha perkebunan karet itu beliau perluas pula dengan perkebunan nenas dan rambutan. ( Dalam perkebunan nenas dan rambutan ini pada mulanya juga bantuan dari murid-muridnya dan para orang tua murid yang memasukkan anaknya ke Madrasah Musthafawiyah ). Hasil perkebunan ini menurut rencananya akan diawetkan dan dikalengkan untuk kemudian diekspor ke luar negeri untuk mendapatkan nilai tambah sebagaimana sering didengungkan oleh B J Habibi belakangan ini. Untuk ini beliau sudah mengutus pembantunya ke Jakarta guna mempelajari proses pengawetan dan pengalengan buah. ( Namun karena kedatangan Jepang ke Indonesia rencana itu tidak sempat terealisir ). Akhirnya hasil buah-buahan itu hanya dijual ke pasar-pasar setempat di samping pada setiap panen selalu diberikan kepada murid-muridnya untuk dimakan mereka sepuasnya.


Bersamaan dengan usaha perkebunan ini beliau juga aktif ke pasar untuk mengikuti perkembangan harga-harga beberapa komoditi semacaam karet, kain, mas ataupun lahan persawahan. Beliau selalu pergi ke pasar Kayulaut pada setiap hari Sealasa dan ke pasar Panyabungan pada setiap hari Kamis. Di pasar-pasar ini beliau selalu menempati tempat khusus ( tempat itu adalah rumah saudaranya yang lokasinya di dekat pasar ) selama bertahun-tahun. Dari tempat itulah beliau memantau harga-harga komoditi semacam karet, kain maupun mas sebagaimana disebut diatas. ( Di daerah setempat beliau membeli dan kalau perlu menahan barang semacam karet, kain maupun mas. Dan kalau harganya sudah naik barulah dijual kembali ). Dalam pada itu ( dalam mengembangkan usahanya ) beliau sudah berani meminjam uang untuk membeli barang atau lahan persawahan yang ditawarkan orang kepadanya, dimana untuk itu selanjutnya dalam pengambilan uang tersebut sering dilebihkannya dengan sebutan, ini sedekah saya.


Dalam kehidupan ini beliau berprinsip bahwa seorang muslim itu harus kaya dan mampu menghidupi anak isterinya dengan usaha sendiri. Usaha yang beliau kembangkan itu terutama sesudah tahun 1934, kelihatannya membawa hasil. Dengan hasil usahanya itu beliau bisa membangun rumah yang cukup besar ( walau pada permulaan membangun rumah ini juga mendapat bantuan dari penduduk desa Purbabaru ) di pinggir jalan raya di tengah-tengah desa Purbabaru ………………………… …………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………….. ( satu halaman hilang )


Kemudian beliau juga memasuki dan ikut aktif dalam organisasi untuk mencapai tujuannya yaitu mengembangkan ajaran dan syiar Islam sebagaimana disebut diatas. Dalam usahanya mengembangkan ajaran Islam beliau mendirikan lembaga pendidikan yang pada saat itu dan masih berdiri dengan megahnya yaitu Madrasah Musthafawiyah Purbabaru. Dalam usaha mengembangkan ajaran Islam beliau tidak hanya mendirikan lembaga pendidikn Islam akan tetapi juga mempersiapkan kader-kader penerus dan kelak kader penerus itu beliau percayai sepenuhnya dan kemudian kader-kader itu beliau masukkan ke dalam lingkungan keluarga dengan mengawinkan putrinya atau putri-putri saudaranya kepada kader-kader tersebut. Kemudian dalam memperjuangkan ide-idenya itu beliau juga bekerjasama dengan pemerintah kolonial dan raja-raja di daerah setempat. Akhirnya beliau juga berkecimpung ke dalam politik memasuki konstituante untuk memperjuangkan nilai-nilai Islam di bumi persada tanah air. Dan sebelumnya beliau juga ikut berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan dengan memberi fatwa kepada masyarakat bersama dengan ulama-ulama lainnya bahwa mempertahankan kemerdekaan itu hukumnya wajib bagi setiap muslim yang telah dewasa ( mukallaf ).


{[['']]}

Silsilah Raja-raja di Jawa Barat


Pendiri Kerajaan Tarumanagara Yaitu : 
  1. MULAWARMAN (ABAD KE 4) DST. letaknya di Bogor — rAJA tARUMANAGARA KE 12 ATAU YANG TERAKHIR bernama Lingga Warman— digantikan oleh menantunya bernama Prabu Tarusbawa (pendiri kerajaan Sunda setelah Kerajaan Tarumanagara) dst— WRETIKANDAYUN (rAJA mEDANG jATI SALAH SATU kERAJAAN DI BAWAH KERAJAAN sUNDA YANG MEMISAHKAN DIRI DAN MENDIRIKAN KERAJAAN GALUH (tH.670-702) DITERUSKAN OLEH pRABU MANDI MINYAK (tH.702-709) — DITERUSKAN OLEH pRABU pURBASORA (tH.716-723)— diteruskan oleh Prabu SANJAYA (723-724) — DITERUSKAN OLEH pRABU aDIMULYA PERMANADIKUSUMA (724-725) DITERUSKAN OLEH pRABU TAMPERAN (729-739) DITERUSKAN OLEH pRABU CIUNG WANARA (739-783) DITERUSKAN OLEH pRABU gURUMINDA(MINISRI—tH.799-806) –DITERUSKAN OLEH pRABU wELENGAN (806-813) DITERUSKAN OLEH pRABU LINGGA HIANG(LINGGA bUMI TH.813-852)— DITERUSKAN OLEH PRABU LINGGA WESI– DITERUSKAN OLEH PRABU LINGGA WASTU-

-PRABU SUSUK TUNGGAL– PRABU MUNDINGKAWATI — PRABU ANGGALARANG—PRABU SILIWANGI (1482-1521) DILANJUTKAN pRABU SURAWISESA (1521-1535) DITERUSKAN OLEH rATU DEWATA BUANA (1543-1551) DITERUSKAN OLEH RATU SAKTI (1543-1551) DITERUSKAN OLEH pRABU NILA KENDRA (1551-1567) DITERUSKAN OLEH pRABU sURYA KENDACA (1567-1579) SELANJUTNYA BERUBAH JADI KERAJAAN iSLAM ATAU KESULTANAN—YAITU sYARIEF hIDAYATULLOH (PERIODE wALI iSLAM)— (1448-1552) DILANJUTKAN OLEH MAULANA HASANNUDDIN (1552-1570) DILANJUTKAN OLEH MAULANA YUSUF (1570-1588) DILANJUTKAN OLEH MAULANA MUHAMMAD (1588-1605) –DILANJUTKAN OLEH ULTAN ABDUL MAFAKIR (1605-1640) DILnjutkN OLEH sULTA ABDUL FATAH ABUSERI (SULTAN AGENG TIRTAYASA) –(1651-1682)–DILANJUTKAN OLEH MAULANA MANSYUR (1682- )— pANGERAN sOKE—sebagian keturunannya diantaranya—(periode perjuangan kemerdekaan)—- RD. H. UDERAN—RD. H. PENNA— Rd. Ongkos — Nyi Rd Supiah— dst.mohon dikoreksi bila ada kesalahan” untuk penyempurnaan silsilah ini
{[['']]}
Lihat PETA WISATA ZI'ARAH CIKUNDUL di peta yang lebih besar
Lisensi Creative Commons
WISATACIKUNDUL oleh BUDAKSHARETM disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.
Berdasarkan ciptaan pada http://wisataziarahcikundul.blogspot.com/.
Izin di luar dari ruang lingkup lisensi ini dapat tersedia pada @WISATACIKUNDUL.

 
Support : MOVIE LIVE | LIVE DOWNLOAD
Profile Google + : PUTRA SUNDA | BUDAKSHARE-TM
Copyright © 2014. WISATA CIKUNDUL - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Follow on FACEBOOK : (1) Wisata Cikundul
Follow on TWITER : (2) Wisata Cikundul
Loading the player...