Umat Ini Akan Mengikuti Kaum-kaum Sebelumnya
Dari: 100 Hadits Tentang Nubuat Akhir Zaman
Abdur Rahman Al-Wasithi
Az-Zahra Mediatama
Hal. 18-26
"Kiamat ini tidak akan terjadi sampai
umatku kelak meniru bangsa¬bangsa sebelumnya seperti sama persisnya
jengkal dengan jengkal dan hasta dengan hasta. " Maka, ada yang
bertanya: "Wahai Rasulullah, seperti bangsa Persia dan Romawi?" Beliau
bersabda: "Siapakah manusia itu selain mereka?1)
Dalam riwayat lain dari Abu Sa'id:
"Kami bertanya kepada Rasulullah: "Yahudi dan Nasrani?" Beliau menjawab:
"Siapa (jika bukan mereka) ?2)
Persia dan Romawi merupakan dua negara
adikuasa di masa lalu. Sebelum datangnya Islam, peradaban dan
kebudayaan dua imperium itu menjadi simbol bagi sebuah kemajuan dan
kemapanan gaya hidup. Dan kelak di akhir zaman, peradaban keduanya akan
kembali memegang kendali dunia, bahkan - sebagaimana nubuwat Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di atas¬ dunia Islam pun akan hanyut dalam peradaban yang diusung oleh keduanya.
lnilah realita kehidupan yang membenarkan sabda beliau. Sebagian besar kaum muslimin telah tertimpa fitnah tasyabbuh bil kuffar
(meniru gaya dan tradisi orang kafir), dari cara bergaul, berpakaian,
tradisi hari raya, bahkan tata cara ibadah mereka banyak ditiru oleh
kaum muslimin.
Lima Karakter Peradaban Barat dan Implikasinya terhadap Umat Islam
Yusuf Al-Qardhawi memaparkan beberapa
point penting tentang karakter peradaban barat ini yang menurut hemat
penulis memiliki implikasi yang sangat luas terhadap umat Islam. Dalam
bukunya 'Al¬Islam Hadharatul Ghadd', beliau memaparkan 5 karakter dasar
utama tentang pilar peradaban ini. Berikut kami paparkan secara singkat:
1. Mereka Tidak Mengenai Allah
Peradaban ini tidak mengenai Allah
dengan pemahaman yang benar, yang dapat mengantar pada keyakinan yang
benar tentang Yang Maha pencipta alam dan Yang Maha Pengatur; Tidak pula
Barat mengenal hakekat ketuhanan yang Maha sempuma, Maha Mengetahui,
Maha Kuasa, Maha Berkehendak, Maha Baik lagi Maha Penyayang. Yang
demikian disebabkan karena mereka tidak mengenal kenabian yang
membukakan pintu ke sana, dan kewahyuan yang ma'shum, sebagai
epistimologi metafisika.
Dari sana pemikiran Barat berjalan
sendiri mencari dan menyelidiki "sebab pertama" atau "Penggerak Pertama"
atau "Yang wajib adanya", lalu tersandung dan berhenti pada titik
kebingungan. Bahkan, para filosuf yang disebut dalam sejarah filsafat
sebagai para filosuf teolog pun yaitu mereka yang mengakui Tuhan secara
umum seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles yang menolak atheisme,
tidak memunyai konsep tentang Tuhan secara jelas, melainkan satu konsep
yang tidak utuh yang banyak bercampur dengan imajinasi skeptikal.
Sebagai contoh Tuhan menurut
Aristoteles, seorang yang dipandang filosuf kelas wahid oleh bangsa
Yunani kuno, tidak jelas apakah Tuhan seperti yang dikenal oleh kita;
Yang Maha Pencipta segala sesuatu, pemberi hidup kepada segala yang
hidup, Pengatur segala urusan, Yang Mengetahui segala yang telah lalu
dan yang akan datang dan yang sekarang, Yang Maha berbuat menurut
kehendak-Nya, Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu? Ataukah Tuhan lain
selain Tuhan yang kita kenal? Jawaban pertanyaan ini dapat dipahami dari
salah seorang sejarawan tentang filsafat modern, Wil Durant dalam
tulisannya berjudul "Gerlap¬gerlap Filsafat", mengatakan: ''Aristoteles
menggambarkan Tuhan dengan satu jiwa yang mengisi Zat diri-Nya dan
diri-Nya juga jiwa lain, yang tidak dapat diindra dan sangat rahasia.
Sebab Tuhan Aristoteles tidak melakukan pekerjaan apa pun, tidak
memunyai keinginan dan kehendak serta maksud efektifitasnya suci murni
sampai tarap yang membuat-Nya tidak berbuat apa pun. Dia sempurna dengan
kesempurnaan mutlak, oleh karenanya Dia tidak perlu menginginkan
sesuatu apa pun dan karenanya pula tidak berbuat apa pun! Tugas
satu-satunya adalah merenungkan inti segala sesuatu dan bentuk segala
sesuatu. Oleh karenanya pekerjaan satu-satunya adalah merenungkan Dzat
diri-Nya sendiri.
Alangkah menyedihkan Tuhannya
Aristoteles! Tuhannya Aristoteles tidak ubahnya seorang raja yang tidak
mengatur dan tidak mengikat. Raja bersinggasana tetapi tidak
memerintah!"
Tidak mengherankan bilaAristoteles
disukai oleh orang-orang Inggris. Sebab, Tuhan Aristoteles dengan jelas
menggambarkan raja mereka dengan tepat, atau raja mereka adalah
duplikat Tuhannya Aristoteles sendiri." Jika Tuhannya Aristoteles
dikatakan menyedihkan, karena tidak dapat mengatur dan tidak mengikat di
alam ini, lebih menyedihkan lagi Tuhannya Plato, yang dinisbahkan
kepadanya aliran Neo-Platonisme. Sebab Tuhannya tidak merenung sama
sekali sampai pada dirinya sendiri pun tidak.
Karakter peradaban ini dapat kita lihat pada kehidupan kaum muslimin dalam bentuk paham-paham sesat dalam persoalan akidah.
Munculnya aliran sesat, ajaran Sai Baba
yang menyamaratakan semua agama dan klaim bahwa setiap manusia memiliki
sifat-sifat ketuhanan, paham wihdatul wujud (manunggaling kawula lan
gusti), ajaran Trinitas yang dianggap memiliki kesamaan dengan akidah
Islam, semua itu adalah bagian kecil dari fenomena tasyabbuh kaum
muslimin terhadap cara berfikir bangsa barat tentang konsep ketuhanan.
Cara berfikir komunitas Islam Liberal
yang menganggap adanya wilayah tertentu yang bebas dari Tuhan
(sebagaimana yang pernah terjadi di Bandung), atau keyakinan mereka
bahwa Tuhan tidak boleh campur tangan dalam urusan-urusan manusia,
adalah sebuah contoh kecil bagaimana paham sesat itu telah banyak
diadopsi oleh kaum muslimin.
2. Paham Materialisme.
Implikasi paham ini adalah timbulnya
sikap memercayai sesuatu hanya pada hal yang memiliki kaitan dengan
materi kebendaan, yang akhirnya melebar dalam memberi interpretasi alam,
ilmu pengetahuan, dan moral. Paham ini juga mengingkari hal-hal yang
bersifat metafisis, hal-hal yang gaib seperti adanya Tuhan Pencipta alam
ini, tidak meyakini adanya Rasul yang mendapatkan wahyu; tidak meyakini
adanya ruh abadi bagi manusia dan tidak pula adanya kehidupan lain
setelah kehidupan dunia; tidak meyakini adanya alam lain yang bersifat
gaib selain dunia indrawi sekarang ini; tidak meyakini adanya niai-nilai
ideal yang berada di atas manfaat dan kenikmatan kekinian. Sebab semua
ini tidak dapat dilihat oleh indra dan berada di luar jangkauan
pengamatan dan eksperimen ilmiah rasional. Jadi, pemikiran Barat adalah
pemikiran materialisme yang mencemooh spiritualitas; indrawi yang tidak
menyertakan hal-hal metafisis; realistis yang tidak memercayai
idealisme.
Aliran materialisme ini telah
mendominasi kehidupan Barat modern, baik dari sisi teoritis maupun dari
sisi praktis, hingga dikenal oleh kalangan terpelajar yang mendalami
oksidentalisme modern bahwa agama yang sebenarnya di Barat sekarang
adalah materialisme. Agama bukanlah sistem nilai bagi mereka untuk
diterjemahkan dalam sikap dan perilaku, dan bukan sistem keyakinan yang
harus dipatuhi dan dijadikan acuan bagi model hidup. Orang Barat modern
jika diamati hakekatnya, akan ditemukan bahwa dia adalah seorang
penganut materialisme sebagai agama dan pragmatisme sebagai jalan
hidupnya. Mereka tidak mempunyai komitmen untuk tunduk pada apa pun,
selain kepentingan ekonomi, sosial dan kebangsaan. Yang menjadi
sesembahan mereka adalah bukan dari jenis spiritual, melainkan
kemakmuran.
"Peradaban Barat tidak menafikan Tuhan
secara mentah-mentah, artinya menolak secara mutlak dan terang-terangan,
melainkan peradaban ini tidak melihat satu bidang dan satu manfaat pun
bagi Tuhan dalam sistem pemikirannya yang sekarang. Demikian orang-orang
Eropa modern memunyai kecenderungan untuk menisbahkan kepentingan
praktis itu hanya kepada pemikiran-pemikiran yang berada dalam domain
ilmu-ilmu yang bersifat emperis, atau ilmu-ilmu yang diharapkan
setidaknya dapat memberi pengaruh pada hubungan sosial dalam kehidupan
manusia dengan cara yang dapat dipahami. Oleh karena Tuhan tidak berada
pada wilayah ini dan itu, maka intelektualitas Barat cenderung untuk
menjatuhkan Tuhan dari wilayah konsep-konsep praktis."
Bangsa modem - baik yang menganut
demokrasi maupun fasisme, kapitalisme maupun borjuisme, industriawan
maupun pemikir - mengenal satu agama positif yaitu menyembah pada
kemajuan materiil, suatu keyakinan bahwa dalam hidup ini tidak terdapat
tujuan lain selain menjadikan hidup itu sendiri lebih mudah dan terus
bertambah mudah.
Bentuk kerangka agama ini - yaitu gereja
dan tempat peribadatannya - ialah pabrik-pabrik raksasa, gedung
bioskop, laboratorium kimia, tempat¬tempat dansa, dan pusat -pusat
tenaga listrik. Sedangkan para pendeta agama ini adalah para bankir,
arsitek, bintang film, tokoh industri, dan pilot angkutan udara! Akibat
yang tidak dapat dihindarkan dalam keadaan ini adalah; upaya keras untuk
mencapai kekuatan dan kenikmatan yang dengan demikian menciptakan
kelompok-kelompok yang saling bertikai dengan kekuatan senjata disertai
tekad untuk memusnahkan satu sama lainnya bila teIjadi benturan
kepentingan masing-masing.
Adapun pada aspek kebudayaan, peradaban
Barat telah melahirkan satu jenis manusia yang filsafat moralnya
berkisar hanya mengenai masalah-masalah pragmatisme dan yang menjadi
pembeda tertinggi antara kebaikan dan keburukan adalah kemajuan
materiil, bukan lainnya.
lnilah yang juga tengah melanda sebagian
besar kaum muslimin. Paham materialisme telah meresap dalam setiap
pola berfikir dan bertindak. Satu contoh adalah sikap sebagian mereka
dalam memandang pernikahan. Hal yang pertama kali terpikir oleh seorang
bapak yang anaknya akan dilamar adalah; berapa modal yang sudah
disiapkan oleh calon menantunya, lengkap dengan semua perangkat yang
bersifat materi. Jarang sekali dari mereka yang lebih mempertimbangkan
faktor akhlak dan agama.
Dalam ranah sosial juga demikian. Segala
hubungan yang tidak mendatangkan keuntungan materi akan dinomorduakan.
Apapun pilihan amal yang dikerjakan harus menghasilkan materi. Dampak
paham ini tentu saja meluas hingga akhimya merusak nilai-nilai
persaudaraan Islam. Tidak ada lagi keikhlasan dan pengorbanan. Semuanya
telah diukur dengan paramater materi.
Dalam ranah dakwah juga kita dapati
paham ini telah merasuk sedemikian dalam. Fenomena dakwah intertainment
dengan da'i-da'i artis yang ada di dalamnya semakin menguatkan dugaan
ini. Untuk sekali tampil di panggung, tidak jarang dari mereka yang
berani menentukan tarif minimal kepada objek dakwahnya. Para juru dakwah
yang paling diminati oleh masyarakat juga telah rusak parameternya.
Kualitas dan isi materi dakwah yang seharusnya sarat dengan penyampaian
kebenaran tidak terlalu penting. Faktor ketampanan juru dakwah,
kelihaian membuat orang terbahak-bahak, dan kemeriahan acara yang
digelar telah menjadi tolok ukur bagi sukses dan tidak suksesnya seorang
jur'u dakwah.
3. Paham Sekularisme
Agama menurutpandangan Barat adalah
hubungan antara manusia dan Tuhannya yang tempatnya ada dalam hati
sanubarinya. Jika hati sanubari keluar dari dalam dadanya, maka tidak
diperbolehkan melewati pagar-pagar gereja atau tempat peribadatan.
Bukan urusan agama untuk memasuki wilayah undang-undang dan aturan
negara dan menerapkan ajaran-ajarannya dan hukum-hukumnya pada institusi
yang mengatur masyarakat; pendidikan, sosial, ekonomi, kebudayaan,
publisistik, managemen, politik, dan hukum.
Inilah cara berfikir sebagian kaum
muslimin dalam menyikapi tugas dan kewajiban beragama; hanya dipahami
sebatas amalan hati yang tidak ada sangkut pautnya dengan amalan lahir.
Jilbab, amar makruf nahi mungkar, jihad fi sabilillah, penegakkan
syari'at Islam, pelaksanaan hukum-hukum hudud; semua itu tidak boleh
diberlakukan dengan alasan bahwa itu bagian dari politik yang tidak
berhubungan sama sekali dengan urusan agama.
Urusan pemerintahan, urusan makan dan
minum, urusan nikah dan berumah tangga, urusan pekerjaan di kantor,
eksploitasi alam semesta dan beragam muamalah lainnya dianggap tidak
memiliki korelasi dengan hukum Islam.
Paham sekulerisme ini terus
dikampanyekan melalui berbagai media. Asia Foundation telah memberikan
dana yang tidak sedikit kepada komunitas Jaringan Islam liberal untuk
menyebarkan paham dan wacana sekulerisme ini.
4. Konflik
Di antara sifat peradaban Barat adalah
bahwa ia merupakan satu peradaban yang memunyai sifat konflik, tidak
mengenal perdamaian dan ketentraman serta cinta kasih. Yaitu suatu
konflik yang meresap ke dalam seluruh aspek, beragam bentuknya,
bermacam-macam bidangnya, dan berbeda senjata dan gayanya; konflik
antara manusia dengan dirinya; konflik antara manusia dengan alam;
konflik antara manusia dengan sesama manusia; dan konflik antara manusia
dengan Tuhan.
Manusia di Barat memunyai konflik
melawan fitrahnya sendiri. Jika ia menginginkan hidup secara ideal
seperti yang diajarkan oleh agamanya, yaitu Kristen, idealisme dalam
ajarannya mengharuskan ia menghindari kebebasan perilaku seksual;
menolak kekayaan, sebab orang kaya tidak dapat memasuki kerajaan Tuhan;
menghindarkan diri dari kemewahan, perhiasan duniawi, menerima tanpa
membalas kejahatan dengan kejahatan, dan memberikan pipi kiri bila yang
kanan dipukul. Jika tidak dapat melakukan demikian - sebagaimana yang
dialami oleh kebanyakan orang- maka konflik antara idealisme ajaran
agama yang dianut dan realitas yang dihadapi dalam hidupnya tetap
berlangsung dalam dirinya.
Manusia peradaban Barat juga berada
dalam konflik dengan alam. Sebab ia bertolak dari pijakan bahwa alam
adalah musuhnya yang harus dihadapi dan dikuasai. Oleh karenanya di
Barat ada istilah "menaklukkan alam", yaitu suatu ungkapan yang jelas
arah dan artinya. Sementara Islam memandang alam dengan segala isinya
diciptakan oleh Allah untuk keperluan hidup manusia, sebagaimana
disebutkan oleh Al-Qur' an:
"Tidakkah kamu perhatikan
sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk kepentinganmu apa yang di
langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir
dan batin." (QS Luqman [31]:20).
Rasululah juga mengungkapkan dalam hal
ini, tentang gunung Uhud, dengan sabdanya: "Uhud adalah gunung yang
mencintai kami dan kamipun mencintainya. "3)
Manusia dalam peradaban Barat mengalami
konflik dengan sesama manusia, yaitu konflik yang memunyai bentuk yang
berbeda-beda. Suatu saat konflik itu terjadi antar individu untuk
memperebutkan kepentingan individu masing-masing. Apalagi peradaban ini
membuka peluang bagi dominasi karakter individualisme dan filsafat
pragmatisme, sehingga muncul pameo bahwa manusia adalah serigala bagi
manusia lainnya. Pada saat lain, konflik ini terjadi antar kelas dan
kelompok sosial khususnya yang diakibatkan oleh agitasi masing-masing
kelompok demi kepentingan dirinya. Sedangkan keburukan dan kehinaan
milik kelompok lain.
Implikasi dari paham ini adalah sikap
rakus, tamak dan serakah manusia dalam memenuhi tuntutan dan
keinginannya. Paham bahwa alam harus 'ditaklukkan' juga telah merasuk
pada komunitas akademisi dan mereka yang aktif dalam dunia sains. Dengan
berbekal logika dan akal yang dangkal, mereka sulit menerima bila
setiap ada bencana alam dan musibah yang menimpa manusia selalu
dikaitkan dengan campur tangan Allah. Yang mereka tempuh justru berfikir
dan berfikir untuk menciptakan teknologi terbaru agar semua musibah dan
bencana itu bisa ditaklukkan dan ditundukkan. Tidak pernah sedikitpun
merenung dan memohon kepada Allah - sebagai pemilik dan penguasa mutlak
atas alam semesta ini - agar musibah itu dihilangkan dan ditukar dengan
nikmat. Barangkali tabi'at konflik yang merupakan pilar dari peradaban
barat ini telah masuk ke dalam otak sebagian mereka
5. Sikap Superioritas Atas Bangsa Lain.
Rasa lebih tinggi atau superioritas
Barat atas bangsa yang lainnya adalah satu sifat lain bagi peradaban
Barat. Sikap superioritas ini begitu mendalam merasuk dalam mentalitas
Barat. Mereka berkeyakinan memunyai ras yang lebih unggul daripada
bangsa lain dan lebih biru darahnya. Mereka diciptakan - menurut
anggapan mereka sendiri - untuk memimpin dan menguasai bangsa lain.
Sedangkan bangsa lain dicipta untuk mengabdi kepada kepada mereka.
Inilah watak dasar yang ikut mewarnai peradaban Barat. Oleh karenanya
muncul teori di kalangan mereka yang disebut Racial superiority, yaitu bahwa manusia tidak sama.
lmplikasi paham ini dapat kita lihat
bagaimana status sosial dan kehormatan seseorang tidak lagi berdasarkan
akhlak dan kemuliaan, melainkan pada kedudukan dan materi yang
disandang. Seseorang memuliakan orang lain tidak lagi karena keluhuran
budi pekerti dan keagungan akhlaknya, melainkan karena tingginya
kedudukan seseorang dan kecukupan materi yang bersamanya.
Inilah barangkali beragam fenomena akhir
zaman yang hari ini sedemikian nyata terlihat dan menjelma pada banyak
komunitas umat Islam. Wallahu a'lam bish shawab.
1. HR. Bukhari (7319) Al-I'tisham bil-Kitab was-Sunnah.
2. HR. Bukhari (3456) Muslim (2669)
3. HR. Bukhari, Tirmidzi, Ahmad, dan Thabrani
Sumber: http://www.akhirzaman.info/